NovelToon NovelToon
Cahaya Yang Padam

Cahaya Yang Padam

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Mengubah Takdir
Popularitas:27.8k
Nilai: 5
Nama Author: NurAzizah504

Cahaya dipaksa menikah dengan pria yang menabrak ayahnya hingga meninggal. Namun, siapa sangka jika pria itu memiliki seorang istri yang amat dicintainya yang saat ini sedang terbaring lemah tak berdaya. Sehari setelah pernikahan paksa itu dilakukan, pertemuan tak sengaja antara Cahaya dan istri pertama suaminya terjadi.

Akankah Cahaya diakui statusnya di hadapan keluarga suaminya? Atau malah Cahaya tetap disembunyikan? Dipaksa padam seolah tak pernah ada dalam kehidupan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurAzizah504, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

28. Hama Baru

Cahaya menoleh, menatap Fahri yang lebih dulu menekuri wajahnya dengan sorot mata berbeda.

"Kok, nanya gitu? Ada masalah apa memang?"

"Pengen tau aja," jawab Fahri memaksakan senyum getirnya.

Cahaya yang memahami tentang kegundahan Fahri, seketika memutar tubuhnya agar berdiri berhadapan dengan suaminya. Bersama seulas senyuman yang menenangkan, Cahaya menjawab, "Bagaimana mungkin aku menyesal menikah sama kamu. Jika yang kudapat, jauh lebih baik dari yang aku lepaskan."

Akhirnya Fahri menganggukkan kepala. Sudah tidak risau akan ancaman Arif padanya.

"Makan siang di luar, yuk," ajak Fahri yang langsung disetujui Cahaya.

Tak menunggu lama, keduanya langsung menuju ke sebuan restoran terbaik di ibu kota. Benar-benar memanfaatkan waktu luang. Karena kesempatan seperti ini, sangat jarang didapatkan.

Selesai makan, Cahaya mengajak Fahri menemaninya berbelanja beberapa kebutuhan wanita.

Saat akan memasuki mobil, Cahaya tersadar jika tas miliknya tertinggal di dalam restoran.

"Beneran gak perlu Abang temenin?" tanya Fahri sekali lagi. Dan, seperti tadi, Cahaya kembali menganggukkan kepala.

Wanita itu akhirnya melesat masuk ke dalam restoran. Sementara Fahri menunggu di parkiran sambil bersandar di badan mobil.

"Fahri, kan?"

Fahri mengangkat kepala saat seseorang menyebut namanya dengan jelas.

"A ... Amel?"

Wanita yang dipanggil Amel tersenyum lebar. Menampakkan deretan gigi putih bersih dan lesung pipi yang membuatnya bertambah manis.

Belum pun Fahri tersadar dari keterkejutannya, Amel mendekat dan memeluknya dengan erat.

"Ternyata benar kamu. Apa kabar? Aku kangen banget, lo. Udah lama banget kita gak ketemu."

Fahri menahan napas. Wanita ini masih sama seperti dulu.

"Aku baik. Tapi, boleh dilepas dulu gak?"

"Oh, maaf." Amel tersenyum kikuk dan melepaskan dirinya dari Fahri.

"Kamu, kok, di sini? Bukannya di Amerika, ya?"

"Udah pulang, dong. Masa terus-terusan tinggal di negeri orang. Oh, iya, teman-teman angkatan bilang, katanya kamu udah jadi pebisnis sukses, ya? Aku gak nyangka, lo, akhirnya cita-cita kamu pas SMA dulu tercapai juga."

Fahri tertawa sambil menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Ya, alhamdulillah."

Terlalu asyik berbincang, Fahri tak sadar jika sedari tadi Cahaya memperhatikan.

Kedua tangan Cahaya meremas tali tas dengan erat. Hidungnya kembang kempis menahan marah. Dadanya naik turun bersama napas yang memburu tak tenang.

"Bang Fahri!" Cahaya memanggil setengah berteriak. Sengaja, biar Fahri sadar bahwa masih ada dirinya di tempat ini. Selain itu, Cahaya ingin agar wanita yang memeluk suaminya itu menatap ke arahnya. Dan, benar saja. Mereka kompak menolehkan kepala.

'Astaga .... Cahaya marah, nih, pasti,' sesal Fahri dalam hati. Dari wajahnya saja, Fahri tahu akan ada pertengkaran setelah ini.

"Eh, ini adik kamu bukan, sih? Kalau gak salah namanya itu ... Zahra? Ah, iya! Kamu Zahra, kan? Tapi, kok, awet muda banget? Padahal umurnya gak beda jauh, lo, dari kita." Amel berkata panjang lebar. Sama sekali tidak menyadari eskpresi masam yang Cahaya tunjukkan.

"Zahra apa kabar? Masih ingat aku gak? Ini, lo, Amel. Mantan Abangmu dulu. Pasti masih ingat, dong, ya."

Namun, tiba-tiba saja Cahaya menjulurkan tangan kanannya. Membuat Amel mau tak mau membalasnya dengan jabatan yang sama.

"Cahaya. Istri Bang Fahri."

Amel terdiam, begitu juga dengan Fahri yang pasrah mengusap wajah sambil menghela napas.

"Aku tunggu di mobil," ucap Cahaya kepada Fahri setelah jabat tangannya terlepas. Dengan wajah datar dan amarah yang memuncak, Cahaya masuk ke dalam mobil dan membanting pintunya cukup keras.

Saat itulah Amel tersadar. Dia tidak menyangka jika pria di depannya ini ternyata sudah memiliki kekasih hati.

"Aku pergi dulu, ya. Kapan-kapan kita ketemu lagi."

"Eh, iya, Ri. Hati-hati, ya," ucap Amel dengan senyuman.

Dia mundur beberapa langkah. Menatap Fahri yang buru-buru menyusul sang istri dan berlalu dengan kendaraannya.

Di perjalanan, Cahaya memilih menatap ke luar. Ia tidak menanyakan barang satu pun pertanyaan.

"Em, jadi belanja, kan, Ya?" Fahri bertanya untuk memecah kesunyian.

"Gak jadi. Aku mau pulang."

Fahri menelan ludah. Akankah perang besar terjadi?

Namun, tidak.

Setibanya di rumah, Cahaya langsung masuk ke dalam tanpa mengatakan apa pun. Sementara di belakang, Fahri hanya bisa menghela napas panjang.

Ia kembali menyusul Cahaya hingga ke dalam kamar. Masih tak ada obrolan, hingga Cahaya terlihat menyambar handuk bersiap masuk ke kamar mandi.

Saat itulah, Fahri memeluk Cahaya dari belakang. Menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Cahaya untuk mencari kehangatan yang disukai olehnya.

"Amel itu teman sekolah Abang dulu, Ya. Udah lama gak ketemu. Terakhir ketemu dua bulan setelah kelulusan."

Cahaya tersenyum sinis sembari bertanya, "Dan, kamu pikir aku percaya? Jelas-jelas wanita itu bilang kalau dia adalah mantan kamu. Masih gak mau ngaku juga? Kamu pikir aku gak punya kuping buat dengar?"

"Maaf, Ya. Tapi, Abang benar-benar udah lupa tentang itu. Sekarang kita udah gak punya hubungan apa-apa lagi."

"Tapi, kamu gak nolak pas dia peluk kamu, Bang!"

"Iya, tau. Abang salah. Mungkin Amel juga refleks, Ya. Soalnya kita udah lama gak ketemu. Selain itu, selama ini Amel tinggal di Amerika. Hal kayak gitu biasa di sana."

"Ini bukan di Amerika dan kamu bukan lagi pacarnya. Harusnya dia bisa mikir, dong? Oh, atau kamu masih suka sama dia? Terbukti dari kamu yang diam aja pas wanita itu pikir aku ini Kak Zahra. Terlihat kamu gak ada niat buat menjelaskan apa pun tentang hubungan kita. Apa karena kamu masih berharap balikan sama dia, hah?"

"Astaghfirullah. Enggak, Cahaya, sumpah. Abang gak pernah berpikir dan berharap begitu. Abang cuma sayang kamu, Ya. Beneran. Percaya sama Abang."

"Cih, buaya banget gombalannya," gumam Cahaya yang terdengar ke telinga Fahri.

Hingga akhirnya, Fahri memutuskan untuk memutar tubuh Cahaya agar berhadapan dengannya. Disentuhnya dagu wanita itu perlahan-lahan sampai tatapan keduanya bertemu dalam garis yang sama.

"Amel itu masa lalu, Ya. Sementara kamu dan Zaif adalah masa depan Abang. Sama seperti kamu, Abang pun gak pernah berharap lagi sama dia. Karena yang Abang dapat, jauh lebih sempurna dari Abang lepas."

Melihat tak ada penolakan, Fahri mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Cahaya sembari memejamkan mata.

Cahaya yang tak kuasa menahannya, seketika membalas ciuman Fahri dengan sama lembutnya.

Amarahnya menghilang di saat ia memutuskan mempercayai Fahri sama seperti Fahri yang mempercayai dirinya.

...****************...

"Bang, aku udah sampai di pabrik, ya," beritahu Cahaya kepada Fahri sesaat setelah dirinya menginjakkan kaki di depan pabrik keripik tempe.

"Iya, Sayang. Kalau ada apa-apa jangan lupa kabarin. Jangan lupa makan siang juga. Dan, titip sama buat Paman dan Bibi."

Setelah saling mengucapkan salam, telepon siang hari itu dimatikan.

Fahri menatap foto Cahaya yang sengaja diletakkan di atas meja kerja kantornya. Ia tersenyum gemas. Merasa rindu walau pagi hari tadi sudah ketemu.

Saat Fahri akan kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda karena telepon dari Cahaya, pintu ruangannya diketuk dari luar.

Fahri mempersilakan orang itu untuk masuk.

"Selamat siang, Pak. Maaf, di luar ada yang mencari Bapak," ujar Tami, sekretaris Fahri.

"Siapa?"

"Em, namanya Amel, Pak. Katanya dia itu teman Bapak."

"Oh, suruh dia masuk. Saya memang mengenalnya."

Tami mengangguk singkat dan bergegas keluar dari ruangan Fahri.

Tak lama berselang, Amel pun menampakkan batang hidungnya.

Seperti biasa, ia datang bersama senyuman. "Hai, Ri. Maaf, ganggu. Lagi sibuk, ya?"

"Gak terlalu," jawab Fahri sambil mempersilakan Amel untuk duduk di sofa lalu menyusul pula dirinya. "Kenapa ke sini?"

"Em, aku mau minta maaf soal kemarin. Jujur, aku benar-benar gak enak sama istri kamu. Pasti dia salah paham sama hubungan kita," ungkap Amel penuh rasa bersalah.

"Santai saja. Aku udah jelaskan semuanya ke Cahaya. Karena dia percaya sama aku, jadinya hubungan kita baik-baik saja."

Amel tersenyum kaku sambil menganggukkan kepala. Kemudian, ia kembali berkata, "Kedatangan aku ke sini selain buat minta maaf, juga mau nawarin kerjasama. Aku juga punya perusahaan sendiri, lo. Gimana?"

"Boleh. Tapi, kita harus meeting dulu sebelum tandatangan kontrak."

"Oke. Soal itu bakalan diatur," jawab Amel tersenyum lebar.

"Oh, iya, kamu mau minum apa?" tanya Fahri.

"Minuman kesukaan aku masih sama, kok, kayak dulu. Masih inget, kan?"

"Em ...." Fahri terdiam lalu menggaruk pangkal hidungnya yang tak gatal. "Aku lupa. Tepat setelah hubungan kita berakhir, aku memutuskan buat benar-benar melupakan kamu. Jadi, mau minum apa?"

Amel berdecih dalam hati, tetapi berusaha menampilkan senyum terbaik yang ia miliki.

"Air putih saja."

Sementara di tempat lain, Zaif terlihat bahagia sekali saat Arif membawanya ke toko buku. Bocah yang sebentar lagi akan menduduki bangku kelas tiga, seketika langsung berlari ke deretan komik kesukaannya.

"Benar aku boleh beli sebanyak yang aku suka?"

Arif mengangguk, mengacak-acak rambut hitam Zaif dengan gemas. "Bolehlah, Zaif."

"Tapi, Bunda bakalan marah pasti. Soalnya Bunda agak kurang suka kalau aku beli komik banyak-banyak," ujar Zaif menundukkan kepala.

"Biar Ayah yang bicara sama Bunda nanti," janji Arif membesarkan hati anaknya, "Sekarang, Zaif tinggal pilih sebanyak yang Zaif suka. Ayah yang bayar semuanya. Kapan lagi, kan? Kalau tunggu Papa kamu, pasti gak pernah sempat."

"Memang, sih. Papa itu super sibuk. Tapi, tiap pulang, selalu bawa tentengan. Entah itu makanan kesukaan aku atau mainan pun mainan."

Arif memutar bola mata. Niat mau menjatuhkan Fahri, tetapi si anak malah membelanya.

"Kalau besar nanti, Bunda maunya aku jadi pebisnis kayak Papa."

"Lo, kenapa gak jadi pengusaha aja kayak Ayah? Bagus, lo, punya usaha sendiri."

"Tapi, perusahaan itu juga punya Papa sendiri, sih, Yah," bela si anak, "Tapi, aku malah pengen jadi pelukis."

"Pelukis? Kamu yakin?"

Dengan semangat, Zaif menganggukkan kepala. Membuat Arif yang hendak membantah, sampai mengurungkan niatnya.

"Habis ini kita makan, ya, Yah."

"Boleh. Mau makan apa?"

"Makanan kesukaan aku, dong."

"Em, apa, ya? Ayah lupa."

"Lha, Papa aja tau makanan kesukaan aku apa. Masa Ayah enggak?"

Arif tertawa sumbang. Anak ini sungguh membuat suasana hatinya berantakan.

1
Yosda tegar Sakti
bagus.
NurAzizah504: Terima kasih, Kakak
total 1 replies
Muliana
Ayolah thor,,, jangan lama-lama up-nya
NurAzizah504: Siappp /Facepalm/
total 1 replies
Teteh Lia
5 iklan meluncur
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Kak /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
padahal Aurel kan nda perlu sampai ke rumah cahaya juga. cahaya nya juga nda pernah meladeni Arif berlebihan. justru malah ketus kalo ke pak Arif.
NurAzizah504: Maaf .... Aurelnya sedikit berlebihan /Frown/
total 1 replies
Teteh Lia
ada apa lagi dengan Arif?
NurAzizah504: Arif baik2 saja padahal /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
🐠🐠🐠🌹 meluncur
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Teh /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
padahal ibu nya jelas2 bilang buat minta maaf sama Fahri. tapi kenapa Geri malah berbuat sebaliknya
NurAzizah504: Ups, ada alasan dibalik itu semua /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
akhirnya terbongkar juga.
NurAzizah504: Tapi, belm semuanya, Kak /Silent/
total 1 replies
Muliana
Jika seperti ini, seharusnya Fahri yang dendam. Bukan kamu Geri
NurAzizah504: Mash ada alasan yang lain, Kak /Smile/
total 1 replies
NurAzizah504
/Sob//Sob/
Muliana
Misteri yang belum terselesaikan, alasan Gery membenci Fahri
NurAzizah504: Pelan2, ya /Joyful/
total 1 replies
Teteh Lia
🐠🐠🐠🐠 mendarat
NurAzizah504: Terima kasih banyak, Kakak /Smile/
total 1 replies
Teteh Lia
apa bab ini memang pendek? atau aku yang kecepetan bacanya? tiba2 bersambung aja...
NurAzizah504: Memang agak pendek, Kak. Asalkan udah bisa update /Sob/
Muliana: Aku pun, merasakan hal yang sama
total 2 replies
Teteh Lia
Salut sama Aurel yang nda berburuk sangka dan tulus sama Arif.
NurAzizah504: Arif beruntung bgt bisa dapetin Aurel /Proud/
total 1 replies
Teteh Lia
Sayangnya, percakapan Gerry dan cahaya nda direkam. padahal bisa buat bukti ke Fahri...
NurAzizah504: Oalah, lupa kayaknya Cahaya /Sob/
total 1 replies
Teteh Lia
keras kepala banget... bang Fahri
NurAzizah504: Itulah, Kak. Sisi negatifnya dia, sih, itu /Sob/
total 1 replies
Muliana
apa bab ini terlalu pendek, atau aku yang menggebu saat membacanya /Facepalm/
NurAzizah504: Emg pendek, Kak
total 1 replies
Muliana
gantung lagi /Sob//Sob/
NurAzizah504: Kayak perasaan digantung mulu /Sob/
total 1 replies
Muliana
Ah Fahri ,,, kamu akan selalu dalam rasa salah paham serta cemburu ...
Mutty
sinetron Indosiar ini mah...ampun dah
NurAzizah504: Kang Drama /Sob/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!