NovelToon NovelToon
Lonceng Cinta

Lonceng Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / CEO / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Angst / Romansa / Slice of Life
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Alya harus menjalani kehidupan yang penuh dengan luka . Jatuh Bangun menjalani kehidupan rumah tangga, dengan Zain sang suami yang sangat berbeda dengan dirinya. Mampukah Alya untuk berdiri tegak di dalam pernikahan yang rumit dan penuh luka itu? Atau apakah ia bisa membuat Zain jatuh hati padanya?

Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....

yuk ramaikan....

Update setiap hari....

Sebelum lanjut membaca jangan lupa follow, subscribe, like, gife, vote and komen ya...

Buat yang sudah baca lanjut terus , jangan nunggu tamat dulu baru lanjut. Dan buat yang belum ayo buruan segera merapat dan langsung aja ke cerita nya, bacanya yang beruntun ya, jangan loncat atau skip bab....

Selamat membaca....

Semoga suka dengan cerita nya....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3

Sepanjang jalan mata Zain dimanjakan oleh indahnya hutan bakau, sedangkan Adam yang duduk di sisi Zain terlihat beberapa kali mengambil foto. Hingga kapal nelayan yang mengangkut beberapa sandang dan pangan untuk pulau Sumba, mesin mulai berhenti. Kala sampai tujuan, beberapa orang turun dari kapal. Satu orang membantu untuk menarik tali. Mengikat erat tali pada pohon kelapa, agar kapal tetap di tempat. Saat air pasang naik.

"Pak! Di sini nggak ada sinyal, ya?" tanya Adam pada nelayan yang membawanya.

Pria berkumis tebal itu tersenyum.

"Iya, Pak. Di sini mah emang tidak ada sinyal. Cuma untuk lampu ada kok, tenang aja. Nyala pukul 5 sore. Pulau di sini digunakan untuk menenangkan otak dan memanjakan diri dengan alam. Itu Pak lihat, kan? Beberapa pulau lainnya berdekatan. Pak Adam tidak akan merasa sia-sia mengunjungi pulau Sumba ini."

Adam hanya tersenyum, sepertinya pengacara satu ini cukup akrab dengan cepat dengan para pelayan yang mengantarkan kebutuhan di pulau Sumba. Zain dibantu turun, ia hanya membawa ransel.

"Penginapannya yang itu?" Adam menunjuk ke arah rumah kayu yang terlihat klasik namun asri.

"Ya, Pak."

"Pak! Apakah warga di sini emang ada yang namanya Al-ya, Alya?" Zain menyela perbicangan antara Adam dan pelayan itu.

"Oh, Alya. Adik ini kenal sama Alya?" tanya pria itu balik.

Zain mengeleng kecil. "Tidak, hanya saja dia adalah cucu dari teman kakekku. Katanya ia tinggal di sini."

Pria berkumis tipis itu mengangguk paham. Matanya mengedar, hingga berhenti di arah pondok jualan yang tak jauh dari mereka berdiri sekarang.

"Nah! Itu dia! Alya."

Zain mengedarkan pandangan matanya, mencari keberadaan orang yang ditunjuk. Pondok dari kayu beratapkan daun kelapa itu begitu ramai, kedua matanya di kecengkan mencari mana yang dimaksud.

"Yang berhijab merah itu," sambungnya.

Alya menoleh ke arah ketiga pria yang baru saja datang itu, hingga manik mata teduhnya bersitatap dengan Zain. Dalam hitungan detik Alya membuang muka, dengan bibir beristighfar.

***

Dua potongan giok itu disatukan, benar-benar merekat. Adam tersenyum senang melihatnya, sedangkan Zain mendesah lega. Setidaknya ia sudah menemukan perempuan yang dimaksud oleh sang kakek, kedua netra mata Zain mengedar. Melirik rumah kayu yang terlihat begitu lusuh, bahkan banyak bagian rumah yang dimakan rayap. Meskipun begitu, rumah kecil itu terlihat begitu bersih dan rapi. Terlepas dari bentuk rumah, dan material yang kayu yang mulai lapuk.

"Seperti yang terlihat, giok ini cocok. Dan informasi pun sama, seperti yang saya katakan tadi. Kedatangan kami ke sini hanyalah untuk menunaikan amanat dari kakek Abdullah," papar Adam.

Alya diam, ia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Amanat yang ditinggalkan adalah menikah dengan dirinya, Alya sendiri tidak tahu siapa pemuda gagah di depannya ini. Awalnya Alya pikir keduanya adalah wisatawan yang bermaksud berlibur di pulau, kala namanya dipanggil. Dahi Alya langsung berkerut, ia tak merasa kenal dengan dua orang di depannya.

Sampai Adam meminta waktu Alya, berbincang sebentar. Menjelaskan maksud kedatangan mereka, dan sampai perihal giok. Yang baru dini pagi tadi sang nenek berikan pada Alya namun, Alya meragu. Pemuda di depannya ini, bukan orang sembarangan. Dari pembawaan, pakaian yang dipakai, dan tindakannya.

"Maaf sebelumnya, Pak. Kakekku sama sekali tidak pernah menyinggung soal perjodohan, dan begitu pula saat terakhir kali kakek Abdullah ke mari," sahut Alya dengan intonasi nada tegas.

Adam melirik ke arah Zain, yang terpenting saat ini adalah Adam sudah menunaikan kewajibannya sebagai pengacara keluarga. Urusan gadis merah manis ini mau menerimanya atau tidak, itu lepas dari kuasa pria paruh baya satu ini.

"Kakak!" seru Salma di balik tirai pintu kamar menyelusup kepalanya keluar tirai pintu.

Alya menoleh ke arah Salma. "Iya, ada apa, Sal?"

"Nenek mau ngomong sama Kakak, Nenek minta Kakak masuk ke kamar dulu sebentar," balas Salma.

Gadis remaja itu diminta untuk menemani sang nenek, Alya mengangguk kecil. Ia kembali meluruskan duduknya, meskipun kepalanya masih menunduk.

"Aku permisi sebentar, ya, Pak! Silakan minum teh dan kuenya," pamit Alya.

"Ya, silakan," jawab Adam cepat.

Alya berdiri, mengitari kursi terbuat dari rotan. Melangkah mendekat kamar sang nenek, menyikap perlahan kain tirai pintu. Masuk ke dalam, Salma tampak duduk di samping sang nenek. Alya duduk, menggenggam tangan yang nenek yang mengawang.

"Ada apa, Nek?" tanya Alya lembut.

Yati menatap lambat wajah sang cucu, lama sekali. Hingga kerutan di dahi Alya terlihat, ia khawatir.

"Nek," panggil Alya kembali.

"Nenek lupa mengatakan padamu, pesan terakhir Kakek. Pesannya untuk menerima pinangan dari cucu Abdullah, yang akan datang. Mereka bersepakat untuk menjodohkan kamu, Alya. Hanya saja Kakek dan Nenek. Belum sempat menyampaikan padamu." Yati menggenggam perlahan tangan sang cucu.

Alya terdiam, gadis berhijab merah itu sedang berpikir keras. Alya tidak tahu apakah ini adalah jalan Allah untuk dirinya, akan tetapi ia memiliki banyak hutang yang harus dibayar. Tidak mungkin bagi Alya menerima pinangan pria di ruangan tamu rumahnya, di saat ia menanggung semua hutang- piutang.

"Kakak Alya," panggil Salma pelan.

"Mas di luar sana ganteng, banget. Harusnya Kakak Alya bahagia, kok malah kelihatan sedih begitu?"

Alya menghela napas pelan. "Kami tidak sekufu, Salma. Pria di depan sana adalah orang yang berada. Kakak hanya takut, bagaimana perlakuan keluarganya pada Kakak dan Nenek nantinya," jawab Alya pelan.

"Iya, sih. Tapi daripada Kakak harus menikah dengan juragan ah, maaf, Ni!" Salma dengan cepat mengatup bibirnya.

Yati menatap cucu satu-satunya dengan rasa penuh bersalah, air matanya meleleh.

"Terimalah, Alya. Jangan pikirkan Nenek," pinta sang nenek dengan air mata yang menetes deras.

Alya mengusap perlahan pipi sang nenek dengan lembut, Alya mengigit bibir bawahnya. Hati Alya nyeri, gadis ini hanya menginginkan pernikahan sederhana.

Menikah dengan pria yang sekufu, seiman, dan pria yang bisa bersama dengannya menunaikan ibadah terpanjang dalam kehidupan. Namun, dibandingkan menikahi pria yang lebih pantas menjadi kakeknya. Ada baiknya Alya menerima pernikahan yang Zain tawarkan.

***

Kain sarung dan sajadah diulurkan ke tangan Zain, dahi Zain mengerut kecil. Apa yang sedang dilakukan oleh pria paruh baya itu padanya, sebelah alis mata Zain ditarik tinggi ke atas. Netra legam Zain terarahkan pada Yadi, suami dari Ranti.

"Ambilah, hari ini Nak Zain jadi imam di musala," tutur Yadi membuat mata Zain terbeliak.

1
Annisa Rahman
Mari mari yuk mampir kesini ditinggu kedatangannya
bolu
selama baca dari chapter 1-22 jalan ceritanya sangat bagus dan fresh, tolong secepatnya update chapter ya kak ✨🌼
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!