SPIN OF OM LEON MARRY ME ...!
Gadis dari masa lalu berhasil ia temukan dan ia jadikan ratu di istananya, hanya saja ada yang hilang menurutnya walaupun ia tidak tahu entah apa.
Lantas, seorang pegawai hotel malam itu tak sengaja ia lecehkan. Ia tidak mengenalinya tetapi ada desiran aneh saat mereka saling bertatapan.
Siapa dia?
Bagaimana cara Mahen mengendalikan dan mengenali perasaan hatinya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vicka Villya Ramadhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Laura Baik-baik saja
Apa yang membuat Laura begitu sakit? Hatinya seakan baru saja diremas oleh setiap ucapan Mahen. Saat dia merasa begitu dekat, Mahen memaksanya untuk menjauh. Saat dulu ia ingin pergi, Mahen memaksanya untuk tetap tinggal.
Sebenarnya, apa yang diinginkan lelaki itu?
Ah ya, dia hanya menginginkan anak yang ada di kandungannya saja.
Harusnya sejak awal Laura menahan diri, mengapa ia sampai menaruh hati dan celakanya ia mulai bermain hati. Kini, bagaimana lagi ia harus berlari saat semua jalan telah dikunci. Apakah bertahan dengan segenap luka, atau pergi menjauh tak tentu arah?
"Natalie, ayo kita kembali. Aku merasa lemas. Oh ya, tolong jangan beri kabar pada Tuan Mahen tentang apapun yang terjadi padaku di sini, sekalipun aku pingsan, aku mual, aku bahkan sekarat, jangan pernah lagi menghubungi karena aku tidak ingin calon istrinya merasa dikhianati oleh Tuan Mahen. Dia juga memintaku untuk tidak melakukannya, tolong Natalie," pinta Laura dengan mengiba.
Natalie menggenggam tangan Laura. Di usia senjanya, ia tentu tahu apa yang tengah terjadi dengan Mahen dan Laura. Di satu sisi Mahen memiliki kekasih dan di sisi lain ia tak sengaja menghamili seorang gadis. Mahen mungkin tidak bisa menikahi Laura tetapi ia bisa menjamin kehidupan wanita ini dengan baik.
"Aku pikir kalian akan bersama, terlihat sangat serasi. Tetapi, mungkin jodoh tidak ditakdirkan untuk kalian berdua," ucap Natali, ia menghela napas berat, seberat kisah yang sedang dijalani Laura dan Mahen.
"Aku pasti akan melakukannya untukmu, kamu tenang saja tidak perlu sungkan padaku karena kamu sudah kuanggap sebagai anakku sendiri," lanjut Natalie, dengan erat yang menggenggam tangan Laura seakan ia tengah menyalurkan sebuah kekuatan besar.
Laura tersenyum haru, ia kemudian memeluk Natalie dengan erat seakan ia tengah memeluk ibunya yang selalu ia rindukan.
'Ma, maafkan Laura yang tidak bisa jadi anak yang baik untuk Mama dan Papa. Laura sangat merindukan kalian, seandainya saja Laura bisa pulang,' rintihnya dalam hati.
"Terima kasih Natalie, kamu sungguh baik padaku. Temani aku menjalani hari-hari sampai di mana aku akan melahirkan, setelah itu aku akan pergi. Doakan agar aku selalu baik-baik saja, aku tidak ingin berada di sini," ucap Laura setelah ia melepaskan pelukannya.
"Apakah kamu berencana untuk pergi? Mengapa? Bukankah lebih baik tinggal di sini bersama kami?" tanya Natalie, wajahnya mendadak muram.
Laura tidak menjawab, ia hanya memberikan sebuah senyuman manis lalu menuntun langkah Natalie untuk kembali ke vila.
'Aku tidak akan pernah lagi berada di sini. setelah aku melahirkan mungkin aku akan membawa anak ini pergi bersamaku. Maaf jika kali ini aku egois, Kak, tetapi aku tidak mungkin hidup berada di dekatmu, di sekitarmu, jika aku tidak bisa bersamamu. Aku bukan berharap ingin memilikimu, tetapi jika terus berada di lingkunganmu bukan tidak mungkin aku akan menaruh harapan lebih padamu. Lebih baik seperti ini, aku yang pergi!'
***
Satu Minggu, dua Minggu bahkan satu bulan berlalu, apakah Mahen baik-baik saja dengan rencananya menjauhi Laura?
Tentu saja TIDAK!
Setiap saat ia merana memikirkan Laura. Bukan ia tidak tahu kabarnya, ia selalu menghubungi Natalie tanpa sepengetahuan Laura hanya untuk menanyakan kabarnya, Natalie selalu saja berkata jika Laura baik-baik saja.
Mahen ingin percaya tetapi hati kecilnya mengatakan sebaliknya. Di mana ada beberapa malam ia sering terbangun karena memimpikan Laura. Ia berteriak dalam tidurnya dan terbangun dengan keringat dingin menambah kesan suram pada mimpinya.
Apakah itu hanya mimpi biasa? Tentu saja tidak. Ada juga malam-malam di mana Laura merintih karena ia sangat merindukan Mahen. Bukan dia, bayi di dalam kandungannya yang selalu membuat Laura terlihat mengenaskan. Merindukan sosok pria yang sudah memberikannya benih tetapi tak bisa ia sentuh setelahnya.
Walau hanya sekadar untuk melihat saja.
Ada malam di mana mata Laura enggan terpejam karena air mata yang tak kunjung berhenti menemani. Ia merindu, sangat merindu. Saat-saat seperti itulah Mahen sering kali terbangun dalam keadaan tidak baik-baik saja.
Tentu hal itu membuat Mahen curiga. Ia tahu bahkan sangat tahu tubuh Laura tidak kuat di masa kehamilan tri semester pertama. Laura yang sering jatuh pingsan, makanan yang kembali dimuntahkan, tubuh lemas dan hanya suka berbaring seharian, lantas mengapa Natalie mengatakan hal sebaliknya.
Hampir setiap hari Mahen menghubungi Natalie untuk menanyakan Laura dan jawaban Natalie tetap saja sama.
"Nona Laura sangat kuat, makannya banyak dan mualnya sudah hilang, Tuan."
Begitulah ucapan Natalie yang sumpah mati Mahen tidak bisa percaya. Hatinya mengatakan sebaliknya.
Apakah firasat Mahen salah? Tentu saja tidak salah!
Kehamilan Laura tidaklah mudah. Ia sering mual dan hanya susu serta air putih yang mampu bertahan di perutnya dan diterima dengan mudah oleh lidahnya. Selebihnya ia akan jatuh tak sadarkan diri di kamar mandi, Natalie dan Hudson yang menemukannya kemudian membawanya ke tempat tidur.
"Tuan Mahen tidak boleh tahu!"
Seperti itulah permintaan Laura. Natalie dan Hudson tutup mulut, mereka menyayangi Laura dan bersedih atas malam-malam yang dilalui Laura dengan penuh air mata.
Mengapa? Mengapa mereka justru membantu Laura dibandingkan Mahen yang telah membantu kehidupan mereka?
Jawabannya ialah mereka telah mencobanya sendiri dan hasilnya sama seperti yang dikatakan Laura.
"Tuan Mahen, Nona Laura tidak baik-baik saja. Dia sulit makan dan sering jatuh pingsan," ucap Hudson kala itu, beberapa hari setelah Mahen memutuskan untuk mengakhiri kedekatan mereka.
"Tolong jaga dia dengan baik. Aku tidak bisa menemuinya. Aku tidak bisa meninggalkan Anna dan kamu akan segera bertunangan. Tolong jaga anakku, dia berharga."
Hati Hudson jelas meradang. Ia pernah memiliki seorang putri yang meninggal diusia yang sama seperti Laura. Diperkosa, dicampakkan dan berakhir dengan kematian. Bayangan masa lalu membuat Natalie dan Hudson lebih menjaga Laura.
Sejak hari itu, Hudson tidak lagi memberi kabar kepada Mahen. Jika Mahen bertanya maka Natalie akan selalu menjawab dengan jawaban yang sama.
"Laura baik-baik saja!"
****
"Bagaimana, apakah nona Laura baik-baik saja di sana?" tanya Mahen pada dua pengawal yang ia pekerjakan untuk mengawasi Laura.
"Nona baik-baik saja, Tuan. Hanya saja kami dilarang mendekat karena katanya dia tidak suka berdandan dengan pria. Ia merasa mual dan demi kenyamanannya kami pun hanya memantau dari jarak yang agak jauh," jawab salah satu anak buah Mahen lewat sambungan telepon.
Mahen menghela napas. "Ya sudah, berikan saja yang terbaik dan terus awasi dia," ucap Mahen mengakhiri.
"Aku, aku yang tidak baik-baik saja," gumam Mahen sambil memandangi cincin pertunangan yang melingkar di jarinya.
semangat