Tiga tahun menjalin hubungan pernikahan, Gempita mengetahui kalau suaminya telah berselingkuh dengan wanita yang lebih muda.
Dalam situasi seperti ini, ia menghadapi kebingungan. Satu alasan yang tidak bisa diungkap. Apakah bercerai atau mendiamkan perbuatan Melvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calamita
Anggap yang tadi itu tidak pernah terjadi. Termasuk kejadian Melvin yang mengajaknya berhubungan, Melvin yang menelepon istri mudanya, semua itu dilupakan.
Ketika Gempi keluar dari kamar mandi, ia menebar senyum. Membalikkan mood yang tadi suram, menjadi lebih santai.
Melihat senyum manis dari sang istri, hati Melvin pun membaik. Ia mendekat pada Gempi, mengusap lembut pipi nan halus itu.
"Aku mandi dulu. Kita sarapan di bawah sekalian jalan-jalan."
Gempita mengangguk. "Iya, aku siapkan pakaianmu."
Melvin masuk kamar mandi dan Gempi menyiapkan baju ganti dengan membongkar isi koper suaminya. Tengah suaminya mandi, Gempi meraih ponsel dan segera mencari nomor kontak Cal. Nama tersebut ia ganti dari Cal menjadi Calamita.
"Apa yang barusan kulakukan?" Gempi berusaha menahan tawa. Bukan karena tentang kesalahan mengenai hubungannya bersama Cal. Tapi, nama kontak yang tengah ia ubah. Calamita ... nama yang bagus.
Ada pesan dan beberapa panggilan yang untungnya ponsel ini sudah Gempita ubah menjadi mode senyap. Tentunya Cal menanyakan tentang apa yang ia lakukan bersama Melvin, lalu kapan bisa bertemu dan berbagai macam pertanyaan lainnya.
Gempi membalas dengan mengatakan kalau ia akan sarapan di bawah, lalu jalan bersama Melvin. Setelah itu, semua pesan dari Cal, dihapus.
Pintu kamar mandi terbuka, Gempi lekas menyimpan ponselnya di atas nakas, lalu tersenyum saat beradu pandang dengan Melvin.
"Kamu belum juga berpakaian? Rambutmu juga belum dikeringkan," kata Melvin.
"Iya, aku bingung pilihin kamu baju."
"Enggak seperti biasanya. Pilih baju yang mana saja."
Gempita mengiakan ucapan suaminya ini dengan memilih baju kaus serta celana jeans panjang. Ia lama karena membaca pesan dari Cal lebih dulu.
Getaran ponsel terdengar, Melvin yang melihat itu, berjalan ke sisi nakas, lalu mengambil telepon genggam milik istrinya.
"Melvin ...." Gempita ingin meraih telepon tersebut, tetapi Melvin memandang curiga. "Kita sudah janji buat saling percaya."
"Aku enggak periksa ponsel kamu. Cuma mau lihat ...." Kening Melvin berkerut saat membaca nama di kontak yang tengah memanggil. "Calamita? Dia siapa?"
"Teman baruku, Sayang." Gempi mengambil alih telepon tersebut, lalu mengangkat panggilannya. "Halo, Calamita. Maaf, hari ini aku tengah sibuk. Suamiku datang dan kami akan menghabiskan waktu bersama." Gempita bicara dengan bahasa Inggris. "Ya, sampai jumpa nanti. Selamat bersenang-senang."
Telepon langsung diputus. Gempi memasukan ponselnya ke dalam tas agar Melvin tidak lagi memegang barang pribadinya.
"Siapa Calamita?" tanya Melvin.
"Teman baru. Dia menginap di hotel ini juga dan aku enggak sengaja ketemu pas di restoran bawah. Dia liburan sendiri. Jadi, kami cocok."
Melvin mengangguk. "Begitu rupanya. Sini, Sayang. Biar kubantu keringkan rambutmu."
Gempita patuh dengan duduk di depan meja rias. Kamar yang ia pesan ini memang nyaman, seperti kamar pribadi sendiri karena semua perlengkapan ada, termasuk lemari pendingin.
Perhatian Melvin masih sama seperti dulu. Hanya saja, Gempi merasa ada yang telah hilang. Terlebih saat ia dan Cal sudah tidur bersama dan kembali menjalin hubungan tanpa ikatan.
Melvin mengecup puncak kepala istrinya, mematikan pengering rambut, lalu menyisir rambut Gempi.
"Biar aku saja," kata Gempi dengan hendak mengambil sisir, tetapi Melvin menolak.
"Aku saja. Kamu make up dulu."
Gempita meraih tas make up, merias tipis wajahnya dengan membubuhkan lipstik berwarna merah di bibir.
"Cantik banget istriku." Melvin meraih dagu itu. Saat ia ingin mendaratkan kecupan, Gempi memalingkan wajah. "Sekali saja."
"Lipstikku bisa belepotan."
"Kecup sekilas." Melvin masih ngotot.
Kecupan diberikan sekali. Namun, Melvin masih menginginkannya lagi. Alhasil, jadi berkali-kali. Andai suaminya tidak menikah lagi, hal ini jelas menjadi kesenangan. Sekarang, terasa berbeda.
"Aku sudah siap. Kamu cepat pakai baju. Aku sudah lapar." Gempi lekas membereskan tas karena mereka akan langsung jalan setelah ini.
Melvin menggenggam tangan Gempi setelah ia selesai bersiap. Pria ini bertindak seolah bila ia melepas istrinya, maka dunia akan runtuh.
Keduanya keluar, bersama memasuki lift yang membawa ke lantai paling bawah. Langsung saja Gempi serta Melvin menuju restoran hotel, dan hal tidak terduga terjadi, yaitu Cal tengah duduk di dekat jendela kaca dengan memakai topi hitam serta menutupi wajah tampannya itu dengan sebuah tabloid.
Meski begitu, Gempi dapat mengenalinya. Cal sungguh ada di restoran. Entah kebetulan atau memang sengaja menunggu.
"Sayang, kamu duduk di sini." Gempi lekas menyuruh Melvin duduk dengan posisi membelakangi Cal, sedangkan ia berada di depan agar bisa memandang penyanyi internasional itu.
"Kamu mau pesan apa? Sayang?" Melvin mengerutkan kening. "Apa yang kamu ...." Melvin hendak menoleh ke belakang, tetapi Gempi segera mengalihkan pandangan suaminya.
"Sayang, aku mau salad buah. Ah, itu pelayannya."
"Biar aku panggil."
Gempi dapat bernapas lega. Selagi Melvin sibuk dengan buku menu, Gempi mengeluarkan ponsel, mengirim pesan agar Cal lari dari restoran.
Cal mendapat pesan baru, ia segera membuka, lalu membacanya. Dengan senang hati ia membalas kata "tidak" karena memang enggan untuk beranjak dari sana.
"Kamu sudah cukup lama di Milan. Kita ke Venesia besok."
"Aku sengaja tunggu kamu. Tadinya mau pergi bersama Calamita."
Kening Cal mengernyit tatkala mendengar nama Calamita. Bukankah ia dan Gempi yang akan berkunjung ke Venesia? Tapi kenapa malah Calamita? Siapa dia? Cal akan bertanya nanti.
"Sepertinya temanmu itu istimewa. Ini enggak kayak kamu biasanya. Baguslah. Kamu punya teman lain selain Sifa. Sejujurnya, aku kurang suka."
"Sayang, Sifa memang begitu bicaranya."
"Jangan bahas dia." Mood Melvin bisa rusak bila membicarakan si rambut keriting.
Makanan yang dipesan, tidak terlalu lama datang hingga Melvin dan Gempita dapat menyantapnya. Namun, ada rasa was-was pada diri Gempi hingga mau makan saja ia sulit.
"Habiskan makananmu, Sayang."
Gempita mengangguk seraya melirik Cal. Mengetahui hal ini, Cal beranjak dari duduknya. Tahu bahwa Gempi yang punya gangguan makan dan ia tidak mau menganggu terapi yang tengah dilakukan. Cal ingin kekasih gelapnya itu membaik. Setelah kepergian Cal, barulah Gempi lahap menyantap menu sarapannya.
Selesai mengisi perut, waktunya untuk jalan-jalan. Karena berada di Milan yang merupakan pusat fashion dunia, tentu saja belanja yang menjadi hal utama.
Melvin minta ditemani berbelanja beberapa oleh-oleh untuk ibunya yang sengaja pesan agar dibelikan tas, dompet serta parfum.
"Oh, ya, Sayang. Kamu pernah dengar nama Tas LQ edition Revolusion?" tanya Melvin, saat keduanya berada di toko ternama tersebut.
"Lihat di depanmu, tas yang dibungkus dalam etalase kaca. Itu mahal banget, Sayang." Gempi menunjuk tas edisi khusus itu.
"Kamu enggak mau beli?"
"Mahal banget. Lain kali aja."
"Serius?" tanya Melvin.
"Iya. Lagian, kamu nanya tas itu buat apa? Harganya mahal banget. Bisa beli satu rumah hanya buat tas."
"Itu ...." Melvin ragu mengatakan. "Aku mau kasih oleh-oleh."
"Buat Mama sudah. Buat siapa lagi?" Gempita pun terdiam.