Mencintai pria dewasa yang umurnya jauh lebih matang sama sekali tidak terbesit pada diri Rania. Apalagi memikirkannya, semua tidak ada dalam daftar list kriterianya. Namun, semua berubah haluan saat pertemuan demi pertemuan yang cukup menyebalkan menjadikannya candu dan saling mengharapkan.
Rania Isyana mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang sedang menjalani jenjang profesi, terjebak cinta yang rumit dengan dokter pembimbingnya. Rayyan Akfarazel Wirawan.
Perjalanan mereka dimulai dari insiden yang tidak sengaja menimpa mobil mereka berdua, dan berujung tinggal bersama. Hingga suatu hari sebuah kejadian melampaui batas keduanya. Membuat keduanya tersesat, akankah mereka menemukan jalan cintanya untuk pulang? Atau memilih pergi mengakhiri kenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Rania menuju kamarnya dengan hati dongkol, berusaha mengistirahatkan tubuhnya yang sebenarnya teramat lelah. Gadis itu bisa terlelap dengan perlahan, namun di tengah malam, atau dini hari pasti ia terbangun, semacam tidak tenang dengan apa yang tengah dialaminya. Cemas untuk koas, cemas untuk hidupnya yang menumpang di rumah orang. Benalu banget, tetapi benalu cantik yang berguna. Haha.
Mungkin mulai hari ini gadis cantik itu harus mengubah haluan sedikit cuek dan lebih berani. Biar lebih menikmati hari dan perannya menjadi asisten dokter yang cukup menyebalkan dan menguras emosi. Untung saja ganteng, dan kadang baik, walau perlu waspada karena sedikit mesum, cukup membuat harinya oleng dan moodnya naik turun.
Pagi hari seperti biasa, walaupun malas melanda, gadis itu harus memberanikan diri melewati stase pribadi. Ngasal sekali ya, mana ada stase pribadi, yah anggap saja begitu. Tentu saja itu julukan alay dirinya gegara harus menjalankan tugas negara di luar jam kerja. Tugasnya itu, jadi asisten dokter yang kadar ketampanannya di atas rata-rata tapi sayangnya masih jomblo dan tukang maksa. Sialnya, Rania hanya disuruh jadi calon istri bohongan, harga dirinya serasa dicabik-cabik.
Hallo Dok, seandainya gue sedang tidak koas di rumah sakit elo, dan butuh nilai bagus, udah loe gue end, dan say good bye.
Sebelum mengetuk pintu kamarnya yang masih bercat sama dengan kemarin, yaiyalah sama emang kapan si domes ngecat ulang. Oke kembali ke stase pribadi. Rania lebih dulu mengatur napas agar tenang dan tidak gugup-gugup amad. Gadis itu membuka pintu sepelan mungkin, dan yap, pemandangan yang menggelikan serta menggoda iman dan jiwa, apalagi kalau bukan tubuh Dokter Rayyan yang sudah seminggu ini menjadi pandangan gratis oleh Rania, bukannya seneng tentu saja gadis itu istighfar banyak-banyak semoga tidak dosa, karena hampir setiap pagi, ia pasti akan melihat tubuhnya yang sixpack, dan sungguh proporsional terpampang nyata oleh mata sucinya, benar-benar ujian bagi Rania si anak gadis dengan tipe setia.
"Dok, bangun!" ucap Rania seraya mendekatkan mulutnya ke telinganya. Rayyan bergeming, sedikit terusik namun kembali merapatkan selimutnya.
"Ish ... ngeselin banget sih, pengen gue siram pakai air segayung," gumam Rania ketawa jahat.
"Dokterrrr! Bangun Dok!" pekik Rania tak ada lembut-lembutnya. Sepertinya tingkat kesetressan Rania sudah melanda karena banyaknya tekanan dari sisi yang berbeda, ditambah beban hidup yang akhi-akhir ini menyambanginya.
"Apa sih Ra, berisik banget, bangunin itu yang lembut, dielus dulu, ditepuk-tepuk pelan, dibisikin mesra, jangan diteriaki gitu, kamu tuh nggak sopan!" omel Rayyan seraya bangkit dari ranjang.
Rania hanya menirukan gerak-gerik mulutnya tanpa suara. Gadis itu membiarkan pria itu segera memasuki kamar mandi, lalu dengan sigap Rania akan menyiapkan gantinya.
"Ra, Rania!" pekik Rayyan menyembulkan kepalanya saja.
"Astaga! Apa sih tuh orang teriak-teriak!" gerutu Rania kesal.
"Apa Om Dokter?" jawab Rania kalem.
"Om? Sejak kapan aku jadi om kamu? Tolong ambilkan handuk Ran, aku lupa."
"Ogah, ambil sendiri aja gue males!" Sayangnya perkataan itu hanya mampu terucap dalam batin Rania, merutuki manusia yang kini tengah menanti dirinya.
Dengan malas, Rania menyodorkan handuk pada pria itu, dan sialnya lagi-lagi Rayyan mengerjainya, pria itu dengan tidak sopannya menarik tangan Rania dan membawanya masuk ke kamar mandi. Tentu saja gadis itu memberontak dan menjerit.
"Sshhttt ... jangan teriak Ra, ada yang mau masuk kamar, diem."
Rayyan membungkam mulut Rania dengan telapak tangannya. Benar saja, pagi ini Mbok Ijah jadwal datang ke rumah untuk bersih-bersih. Asisten rumah tangganya yang datang tidak menentu itu, tumben-tumbenan pagi ini datang lebih awal.
"Den Rayyan! Lagi mandi ya Den, kamarnya simbok beresin ya!" seru Mbok Ijah dari balik pintu.
"Iya Mbok silahkan!" sahut Rayyan dari dalam.
Sumpah demi apa, Rania pingin pingsan, panas, dingin satu kamar mandi dengan pria dewasa yang sialnya tengah bertelanjang dada, bahkan berdiri tegap sedikit menghimpitnya.
"Aww ....!" desis Rayyan mengibaskan tangannya, ketika gigi runcing gadis itu menancap garang di tangannya.
"Apaan sih Ra, sakit tahu!" bentaknya menekan suaranya.
"Kenapa Den, Aden nggak pa-pa?" Mbok Ijah kembali menyahut.
"Iya Mbok nggak pa-pa, insiden kecil aman!" sahutnya kalem.
"Kamu mandi di sini saja, bisa telat kalau nunggu Mbok Ijah beresin kamar, suka lama," ujar Rayyan penuh solusi.
"What!" Rania mendelik kesal.
"Apa, kamu bakalan kena semprot konsulen kalau telat, jam tujuh tet harus ikut apel, masih mau mikir?"
"Mandi!"
"Nggak mau! Kamu keluar, terus suruh tuh pembantu Dokter itu keluar dari kamar," rengeknya hampir menangis. Muka garangnya lenyap, membuat Rayyan menjadi merasa bersalah, dan kasihan.
"Kok nangis, kan aku nggak ngapa-ngapain? Ya ampun ... cengeng amad anak orang, belum juga aku garap," gumam Rayyan pelan.