Mereka dijodohkan dan berani membuat komitmen untuk berumah tangga. Tapi kabar mengejutkan di ucapkan si pria di usia pernikahan yang belum genap 1 bulan. Yudha meminta berpisah dengan alasan cinta masa lalunya telah kembali.
Delapan tahun berlalu Yudha kembali bertemu dengan mantan istrinya.
Tidak ada yang berubah. Wanita itu tetap cantik dan bersahaja tapi bukan itu yang menjadi soal. Matanya memaku pada seorang gadis kecil berambut pirang yang begitu mirip dengannya.
"Bisa kau jelaskan?"
"Tidak ada yang perlu ku jelaskan!"
"Aku sudah mencari tahu tentangmu tujuh tahun terakhir dan tidak ada catatan kau pernah menikah sebelumnya selain..... apa itu anakku?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Dokter mengatakan Mylea sudah melewati masa kritisnya walau masih belum sadarkan diri.
Keheningan terusik ketika Yudha dan Maulida masuk menghampiri Mylea. Walau ada luka dan perban yang membalut, tapi kemiripan antara Mylea dan Yudha tidak bisa di tutupi.
"Mylea memang putriku! Selama ini aku telah menelantarkannya dan setelah bertemu aku justru memberi penderitaan untuknya." Yudha melirik Nilam yang sedari tadi lebih memilih diam di sisi Mylea.
Maulida menepuk pundak Yudha sebelum menghampiri Nilam dan memeluk wanita yang sangat disayanginya.
Mylea sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Tentu sebagai Ayah, Yudha ingin memberikan sesuatu yang terbaik untuk anaknya. Dia memilih Mylea dirawat di ruang VVIP.
"Kamu belum menganti pakaianmu, Nilam." tutur Maulida.
"Kamu istirahat. Biar Ibu dan Yudha yang menjaga Mylea."
"Ibu benar Nilam. Istirahatlah."
"Tidak. Mana bisa aku istirahat bila keadaan Mylea masih belum stabil. Lebih baik kamu saja yang pulang, antar Ibu untuk beristirahat."
"Aku tak akan pulang sebelum Mylea siuman." ujar Yudha kukuh.
"Ekhem!"
Lisa berdehem mengurai perdebatan.
"Nilam, aku pulang dulu ya, besok aku kesini lagi."
"Ya, Lisa. Terimakasih sudah menemaniku,"
Lisa merangkul sahabatnya dan memberikan tepukan lembut di punggung tangan. "It's okay."
"Ibu mau sekalian saya antarkan?"
"Tidak, Lisa. Biar Ayah Mylea yang mengantarkan Ibu, sekalian dia membersihkan diri."
Bantahan yang ingin Yudha sampaikan terhenti di tenggorokan begitu mendengar kata Ayah Mylea yang terucap dari bibir Nilam, bukanlah makna dari ucapan Nilam mengandung perhatian?
Inilah seharusnya keluarga kecil yang Yudha inginkan. Bersama wanita yang dia cintai dan ada buah hati yang menemani. Tapi apakah rasa cinta itu ada untuk Nilam? Rasa sesal kembali menyapa melihat masa lalunya. Sayang, Nilam sudah berstatus mantannya. Tapi di sisi lain hatinya Yudha merasa bahagia bisa berkumpul anak dan mantan istrinya.
********
Kini Nilam menunggu bersama Alfaaro, setelah Lisa, Yudha dan Maulida pulang. Nilam duduk di dekat Mylea. Sedangkan Alfaaro harus mengurus pekerjaan dengan melihat email yang masuk di laptopnya.
Sebuah ketukan pintu terdengar, tapi Alfaaro masih fokus pada pekerjaannya. Membuat Nilam yang akhirnya membuka pintu. Ternyata seseorang yang Nilam kenal sebagai Kaka Alfaaro yang datang.
"Maaf, boleh aku masuk?" Lyga tersenyum hangat, dan dibalas lembut oleh ibu Mylea.
"Silahkan, saya sangat tersanjung dengan kunjungan anda."
"Jangan formal begitu, panggil Lyga saja, sepertinya kita seumuran."
Dahi Lyga mengernyit melirik keberadaan adiknya.
"Kamu disini?"
Alfaaro yang ditanya masih diam, seolah tak mendengar apa yang ditanyakan Lyga. Hingga bahunya merasa dicolek oleh seseorang. Ternyata Lyga sudah berdiri di sampingnya.
"Ada apa?"
"Kamu disini?"
Decakan kecil keluar dari bibir Alfaaro.
Memang sejak dulu Alfaaro termasuk orang yang gila kerja. Masih tersimpan di ingatan Lyga, dirinya harus banyak mengingatkan Alfaaro untuk makan ketika masih sibuk dengan pekerjaannya bersama Kak Ozzu dan ayahnya.
Ternyata sikap Alfaaro tidak berubah.
"Yang mau kamu kunjungi di sana bukan disini!" dengan mengarahkan dengan dagu Alfaaro menunjuk keberadaan Mylea. Bukan Alfaaro jika tidak membuat Lyga kesal.
"Tuan rumahnya disini Nilam bukan anda!"
"Terus?" mata Alfaaro memicing, dan itu cukup membuat wanita hamil itu semakin kesal.
Dari tempatnya Nilam memperhatikan interaksi keduanya. Alfaaro memang tampak acuh tapi Nilam tahu di hati pria itu sangat menyayangi kakaknya.
Hati Lyga terenyuh memandang lebih dekat Mylea. Lyga berjongkok untuk lebih bisa menyentuh wajah Mylea. Jari-jarinya menyentuh kening yang terbalut perban.
"Percayalah dia adalah putri yang kuat, kelak dia akan menjadi wanita tangguh."
Lyga menoleh pada Nilam dan dibalas senyum manis oleh ibu Mylea.
Dulu seusia Mylea Lyga juga melawan kematian, sakit leukemia hampir membuatnya merenggang nyawa, tapi dibalik ujian sakit itulah akhirnya Lyga bisa bertemu dengan ayah kandungnya.
Meskipun antara dia dan Alfaaro beda ayah, tapi mereka lahir dari ibu yang sama, Ibu mereka meninggal karena kecelakaan mobil sementara Papa Alfaaro lebih dulu berpulang kepangkuan Nya karena sakit komplikasi.
Melihat Mylea, mengingatkan Lyga pada masa lalu.
"Sudah malam, ayo ku antar pulang." tiba-tiba Alfaaro sudah berdiri dibelakangnya.
"Aku ada suami kalau kau lupa." ketus Lyga.
Tidak mendapatkan respon apapun, Lyga menambahkan.
"Suamiku sedang bersama Ayah dan Kak Ozzu, nanti kesini menjemput ku."
"Kamu sendiri tidak pulang?" kini Nilam yang bertanya pada Alfaaro.
*********
"Bagaimanapun tidak seharusnya kamu ceraikan Ruliana, Yudha!"
Itulah tanggapan yang diberikan oleh Maulida ketika anaknya menceritakan keinginannya untuk bercerai.
"Tapi Ana sudah sangat keterlaluan, Bu."
"Apa bedanya dengan mu dahulu? Tidakkah kamu pikir ini mungkin imbas apa yang pernah kamu tanam, Yud?" suara Maulida tampak kesal.
"Aku tidak menyakiti orang Bu, sedang Ana berniat menyakiti Mylea."
"Benar begitu, tapi tidakkah kamu berpikir jika Ruliana nekad berbuat seperti itu juga karena perlakuan mu selama ini."
"Aku tidak pernah menyakitinya, Bu. Justru selama ini dia yang ku utamakan."
"Justru karena itu, Yudha. Dia terbiasa dinomor satukan, perhatianmu pada Mylea tanpa sadar mengurangi waktumu untuknya. Bukankah selama ini berbagi waktu dengan ibu saja istrimu keberatan? Apalagi pada Mylea."
"Aku memang bersalah, Bu." Yudha sadar diri. Tapi menurutnya hanya perceraian yang terbaik untuk mereka.
"Belum terlambat Yudha. Kali ini kamu jangan sampai melakukan kesalahan yang sama." Maulida mengenal karakter Ruliana, wanita itu tidak suka di acuhkan, hatinya pasti cemburu atas perubahan Yudha, anaknya lebih banyak menghabiskan waktu untuk Mylea, padahal dirinya pun butuh kasih sayang Yudha.
Sebagai seorang Ibu. Maulida tidak ingin anaknya kembali gagal dalam rumah tangga. Dia memang tidak menyukai Ruliana tapi wanita itu pilihan Yudha. Tidak ingin melihat seseorang kembali terluka jika memaksakan Yudha memilih yang lain.
Lagian sampai kapan Yudha akan terus jadi pecundang? Setiap menghadapi permasalahan rumahtanga solusinya perceraian. Berapa kali pun menikah jika sikap pecundang itu masih ada ujung-ujungnya akan berakhir dengan perceraian juga.
"Aku ragu yang dia lakukan itu karena cinta bukan hal yang lain." lirih Yudha.
"Kamu jauh lebih tau dari Ibu. Mungkin itu karena dia terlalu mencintaimu. Kamu menghiraukannya. Bukankah diacuhkan dengan orang yang dicintai itu sakit?"
"Aku tetap menginginkan perceraian. Tak ada yang bisa dipertahankan lagi dari rumah tangga yang penuh semu ini."
"Pikirkan lagi," pinta Maulida.
"Aku tetap pada pendirian ku, Bu! Aku ingin kami berpisah, terlalu fatal kesalahan yang Ana lakukan."
Sakit hati Yudha dan penyesalan tak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata, saking besarnya. Dia ingin segera menebus kesalahannya pada Nilam dan Mylea.
********
Semilir angin malam teramat menyentuh relung hati Nilam. Melihat suasana kehangatan malam yang sangat membuatnya ingin terus menangis bahagia. Kebersamaan cerminan sebuah keluarga kecil yang sangat ia dambakan.
Dia duduk di samping kiri Mylea dan Alfaaro duduk di sisi kanan. Mereka tengah bercanda tanpa ada sekat yang menghalangi. Seakan mereka terlihat bagai keluarga utuh yang sudah terikat hubungan.
Kedua orang dewasa menanggapi satu orang anak kecil yang kesadarannya mampu membuka ruang hati menjadi penuh dengan aura kebahagiaan.
Lisa pun tak berani untuk mengganggu kendati dia sudah membawa makanan untuk mereka tetapi tidak ingin mengganggu keharmonisan yang tengah ia saksikan. Dia memilih menunggu di luar.
"Jemput kebahagiaan mu, Nilam. Sudah waktunya kamu bahagia."
######
Terimakasih atas dukungan reader tersayang.
Dukungan kalian sangat berarti bagi author.
Yang awalnya tidak ingin update melihat kolom komentar terisi menjadi suntikan semangat yang luar biasa.
Happy reading ❤️
so sweet
lu yang udah ngerebut ayahnya PA
sorry tor ikut emosi