Akibat kesalahannya di masa lalu, Freya harus mendekam di balik jeruji besi. Bukan hanya terkurung dari dunia luar, Freya pun harus menghadapi perlakuan tidak menyenangkan dari para sesama tahanan lainnya.
Hingga suatu hari teman sekaligus musuhnya di masa lalu datang menemuinya dan menawarkan kebebasan untuk dirinya dengan satu syarat. Syarat yang sebenarnya cukup sederhana tapi entah bisakah ia melakukannya.
"Lahirkan anak suamiku untuk kami. Setelah bayi itu lahir, kau bebas pergi kemanapun yang kau mau."
Belum lagi suami teman sekaligus musuhnya itu selalu menatapnya penuh kebencian, berhasilkah ia mengandung anak suami temannya tersebut?
Spin of Ternyata Aku yang Kedua.
(Yang penasaran siapa itu Freya, bisa baca novel Ternyata Aku yang Kedua dulu ya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seperti selingkuhan
Mata Sagita memicing, "boleh saya tanya sesuatu sama kamu?" Tiba-tiba Sagita mengubah raut wajahnya jadi lebih serius.
"I-iya, Nya. Si-silahkan!" Ucap Freya terbata.
"Jujur pada saya, siapa kamu sebenarnya dan apa tujuan kedatangan mu kemari?"
Degh ...
Pertanyaan tak terduga keluar dari bibir Sagita. Freya mendadak menegang di tempatnya. Sekelumit keresahan menyelimuti hatinya. Mengapa Sagita bisa tiba-tiba menanyakan itu padanya? Apakah Sagita telah mengetahui sesuatu? Bila benar, lantas haruskah Freya berkata jujur dan terbuka padanya? Bukankah wanita paruh baya itu adalah ibu dari Abidzar jadi ia pun berhak tau segalanya? Tapi bagaimana bila Abidzar marah padanya karena menceritakan hal tersebut?
"Saya ... saya hanya pembantu di rumah ini, Nya." Jawabnya gugup.
"Pelayan? Benarkah? Tapi ... mengapa aku merasa kau tidak seperti pembantu pada umumnya. Biarpun kau terlihat kurus, tapi perawakan dan pembawaanmu tidak mencerminkan seorang pembantu."
Bukan tanpa alasan Sagita mengatakan ini sebab memang Freya terlihat lebih seperti seorang wanita berkelas dan anggun. Ia juga seperti pernah melihatnya sebelumnya. Hanya saja, ia lupa siapa dan dimana.
Wajar saja, dulu Freya adalah salah satu sosialita yang cukup banyak dikenal orang. Meskipun tak ada yang mengetahui statusnya sebagai istri dari Gathan Adriano Tjokroaminoto, tapi karena ia diberikan kemewahan oleh Gathan membuatnya dengan mudah masuk ke lingkaran sosialita. Ia juga kerap mengunggah kesehariannya di laman sosial media membuatnya makin dikenal banyak orang.
Oleh sebab itu, saat Freya tertimpa kasus percobaan pembunuhan, beritanya langsung viral. Mungkin karena berita tersebut telah berlalu lebih dari satu tahun yang lalu membuat Sagita sedikit lupa tentang Freya.
Freya tersenyum, "itu hanya kelihatannya saja, Nyonya. Mungkin karena sifat Anda yang sangat menghargai semua orang tanpa melihat latar belakangnya, membuat saya pun terlihat berbeda. Padahal saya bukan siapa-siapa, Nyonya. Bahkan saya pernah menjadi salah seorang penghuni panti asuhan sebelum diangkat oleh sebuah keluarga." Papar Freya tapi ia belum mau menceritakan tentang dirinya yang juga pernah menjadi penghuni lapas. Ia khawatir, Sagita langsung menendangnya keluar.
'Tapi ... bukankah itu bagus. Dengan begitu kau bisa segera terbebas dari penjara bernama pernikahan ini? Lagipula, bila aku berhasil hamil, sanggupkah aku melepaskan anakku pada mereka?' batin Freya seketika berkecamuk. Telapak tangannya reflek mengusap perutnya yang rata. Semua tak luput dari tatap mata Sagita.
Ada sebuncah harapan bisa memiliki sebuah keluarga, maksudnya anaknya. Anaknya akan menjadi satu-satunya keluarga yang akan berada di sisinya. Anaknya bisa menjadi pelita dalam hidupnya yang malang dan kesepian. Mungkin saja kan malam panas yang mereka lewati beberapa malam ini berhasil menghadirkan calon buah hatinya?
"Oh ya? Kau yatim piatu? Lantas dimana orang tua angkatmu sekarang?" tanya Sagita penasaran.
Freya menunduk dengan sorot mata sayu, "ibu angkat saya telah lama tiada, sedangkan ayah angkat saya telah menyusul istrinya beberapa bulan yang lalu."
Ya, beberapa bulan yang lalu akhirnya Reza menghembuskan nafas terakhirnya. Entah sejak kapan, ternyata Reza mengalami sakit jantung koroner. Sebelum pergi selama-lamanya, Reza sempat meminta maaf padanya karena telah menjerumuskannya dalam kubangan penderitaan.
Sebenarnya Reza sangat menyayangi Freya, tapi sifatnya yang mengagungkan harta dan tahta membuatnya mendidik Freya dengan cara yang salah.
Sagita iba melihat Freya yang tampak bersedih hati. Ia lantas mengusap punggungnya dengan penuh kasih. Mendapatkan perlakuan seperti itu, sontak saja membuat mata Freya berkaca-kaca. Ia melihat sosok mendiang ibunya dalam diri Sagita. Perlahan, bulir bening meluncur dari pelupuk mata Freya. Sagita yang pernah kehilangan anak perempuannya pun terenyuh. Ia pun tak kuasa melihat sorot mata penuh luka Freya. Sagita lantas menarik Freya ke dalam pelukannya. Bahu Freya bergetar. Tangisnya pecah membuat Sagita pun ikut meneteskan air mata.
Sebenarnya masih banyak yang ingin Sagita tanyakan pada Freya, tapi melihat bagaimana sorot mata penuh luka itu, Sagita pun memilih menundanya. Biarlah, ia akan mencari tahu sendiri siapa Freya sebenarnya.
"Nyonya, kamarnya sudah siap." Ujar Mina yang tiba-tiba saja sudah berdiri di dekat Freya dan Sagita.
Sagita pun melepaskan pelukannya dan menoleh ke arah Mina. Dalam hati Mina menggerutu melihat bagaimana cara Sagita memperlakukan Freya. Dirinya saja yang sudah beberapa tahun bekerja di sana, jangankan dipeluk, diajak mengobrol seperti itu saja tak pernah. Mina menatap tak suka pada Freya. Mengapa orang-orang seperti mengistimewakannya. Bahkan bi Asih dan Ana pun memihak Freya.
"Oh, sudah ya." Sahut Sagita. Ia memang malam ini ingin bermalam di kediaman Abidzar. Kebetulan ayah Abidzar
-Abraham sedang ada pekerjaan di luar kota. Jadi ia akan menginap di kediaman putranya malam ini. "Baiklah. Terima kasih, Mina." Ujar Sagita ramah.
"Sama-sama, Nyonya. Kalau begitu, saya permisi dulu." Pamit Mina yang diangguki Sagita.
"Kamu beristirahatlah. Saya juga mau beristirahat." Ujar Sagita pada Freya. Setelah itu, ia pun segera membalikkan badannya menuju ke kamar yang sering ia tempati saat berkunjung ke sana.
"Baik, Nya." Jawab Freya seraya memandangi punggung Sagita yang mulai berlalu dari hadapannya.
...***...
Freya dan Bi Asih tampak sedang menata makan malam di meja. Di saat bersamaan, Sagita dan Abidzar muncul untuk makan malam.
"Silahkan duduk, Ma." Ujar Abidzar setelah menarik kursi untuk sang ibu.
Sagita pun segera duduk di kursi yang telah disiapkan Abidzar.
"Istri kamu kemana?" Saat ibunya menanyakan itu, Abidzar justru menoleh ke arah Freya membuat Sagita mengerutkan keningnya. "Bi ... " tegur Sagita saat Abidzar justru memperhatikan Freya.
"Ah, iya, Ma. Erin ya, dia menginap di rumah orang tuanya, Ma."
Sebenarnya Sagita tahu Erin tak pulang beberapa hari ini, hanya saja ia tak tahu menantunya itu tidur di mana dan Apa alasannya tidak pulang ke rumah.
"Apa kalian bertengkar?"
"Tidak. Tidak sama sekali. Kenapa mama berpikir seperti itu?" tanya Abidzar heran.
"Syukurlah kalau tidak. Mama hanya khawatir. Mama harap kalian selalu harmonis." Ucapnya sambil sesekali melirik Abidzar yang juga ternyata sesekali melirik ke arah Freya. Makin besarlah rasa penasaran Sagita. Ia hanya khawatir kalau putranya selingkuh dari istrinya. Terlebih selingkuh dengan pembantunya sendiri.
"Mama tak perlu khawatir. Kami baik-baik saja." Ucapnya sambil mengulas senyum.
...***...
Malam kian larut. Abidzar baru saja menyelesaikan beberapa pekerjaannya yang sempat tertunda karena kedatangan tamu siang tadi. Ia menentangkan kedua tangannya. Sudah 3 hari berlalu, tapi Erin sepertinya begitu senang tinggal di rumah orang tuanya sampai lupa untuk pulang ke rumah.
Abidzar lantas berinisiatif menghubungi istrinya. Tapi hingga dering ketiga, panggilan tak kunjung diangkat. Ia pun tak jadi menghubungi Erin.
Sekeluarnya dari ruang kerja, Abidzar melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Saat melewati kamar yang ditempati sang ibu, Abidzar berhenti sebentar dan menempelkan telinganya. Hari sudah menunjukkan hampir pukul 11, ia yakin ibunya pasti telah tidur. Lalu tanpa sadar kakinya justru melangkah ke paviliun belakang.
Saat telah berdiri di depan pintu, Abidzar baru ingat, ia tidak membawa kunci. Ia menghela nafasnya, kemudian memilih mengetuk pintu.
Freya yang sebenarnya telah tidur pun seketika terjaga saat menyadari ada yang mengetuk pintu rumah kecil itu. Ia yakin, itu perbuatan Abidzar. Jantungnya seketika berdegup dengan kencang. Ia gugup. Bagaimana bila tiba-tiba Sagita datang memergokinya, pikirnya. Freya benar-benar khawatir. Ia sudah seperti selingkuhan majikannya.
...***...
...HAPPY READING 😍😍😍...
syediiih Thor