Dira Amara adalah seorang mahasiswi berusia 21 tahun yang penuh ambisi, cerdas, dan selalu berusaha keras untuk mencapai tujuannya. Ia tumbuh dalam keluarga miskin di sebuah kampung kecil, di mana kehidupan yang serba kekurangan membuatnya terbiasa untuk bekerja keras demi mencapai apa yang diinginkan. Ayahnya, seorang buruh pabrik yang selalu bekerja lembur, dan ibunya, seorang penjual makanan keliling, berjuang keras untuk menyekolahkan Dira hingga kuliah.
Suatu ketika, hidup Dira berubah drastis saat ayahnya terjerat utang kepada organisasi mafia yang dipimpin oleh Rafael. Tanpa pilihan lain, Dira dipaksa untuk berhadapan langsung dengan Rafael, pemimpin mafia yang terkenal kejam. Sebagai perempuan muda yang tidak berdaya, Dira harus menghadapi situasi yang tak pernah dia bayangkan, tetapi dia tetap berusaha bertahan dengan kebijaksanaan dan keberanian yang dimilikinya.
Namun, hatinya mulai terikat dengan sosok Rafael yang tidak hanya kejam, te
bagaimana kelanjutannya yuks lnjt 😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hayda Pardede, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
titik terendah yang memilih
Dira melangkah keluar dari ruang pertemuan dengan Rafael, langkahnya begitu berat, bagaikan ada beban tak terlihat yang mengikatnya. Di luar gedung tinggi itu, udara malam yang sejuk seperti berusaha mengingatkan dirinya akan kehidupan yang biasa ia jalani, sebelum semuanya berubah menjadi mimpi buruk yang tak pernah ia bayangkan. Namun, tak ada jalan kembali. Dalam beberapa jam terakhir, hidupnya telah terbalik, dan seolah-olah tak ada ruang untuk lari.
Semua yang terjadi begitu cepat, dan kini, setelah pertemuan yang penuh ketegangan dengan Rafael, Dira tahu satu hal pasti: dunia yang ia kenal tidak akan pernah sama lagi. Ayahnya, yang selama ini menjadi pelindung dan pahlawan bagi keluarga mereka, kini terjebak dalam cengkeraman utang yang begitu besar. Dan Dira, dengan segala rasa takut dan ketidakberdayaannya, terpaksa harus melakukan apa pun untuk menyelamatkannya.
Di luar gedung, Dira berhenti sejenak, menghela napas panjang. Pikirannya berkecamuk, bingung antara perasaan sakit dan marah yang begitu mendalam. Sungguh, ia tidak pernah membayangkan akan sampai pada titik ini. Ayahnya, pria yang selama ini mengajarkan tentang kerja keras dan kejujuran, kini terjebak dalam jeratan utang yang tak mampu ia bayar. Namun, kini malah Dira yang harus menanggung segala akibatnya.
"Apa yang harus aku lakukan, Tuhan?"
gumamnya pelan, menatap bintang-bintang yang hanya tampak samar di langit malam. Hatinya terasa begitu hampa, seakan-akan dirinya telah kehilangan segalanya. Keluarga, harapan, bahkan masa depannya yang semula cerah kini terancam hancur dalam satu keputusan yang tidak pernah ia pilih.
Di dalam benaknya, ia teringat akan kata-kata Rafael yang begitu tajam dan dingin. "Apa yang aku inginkan adalah kamu," kata Rafael dengan senyum liciknya. Tuan Rafael memang tak pernah ragu untuk mempermainkan orang-orang yang terperangkap dalam utangnya, tetapi ini jauh lebih buruk daripada yang ia bayangkan. Menghadapi kenyataan bahwa dirinya harus menyerahkan diri untuk menebus utang ayahnya, terasa seperti sebuah pengkhianatan terhadap segala nilai yang selama ini ia pegang teguh.
Namun, pilihan yang ada hanya dua: menerima kenyataan pahit ini atau kehilangan ayahnya untuk selamanya.
Dira melangkah dengan langkah yang semakin mantap menuju sepeda motornya. Ia tahu waktu tidak berpihak padanya. Esok, perjanjian dengan Rafael harus diteken. Ia tidak tahu bagaimana caranya, tetapi ia harus menemukan cara untuk menghadapinya. Setidaknya, ia harus memastikan bahwa apapun yang terjadi, ia akan menyelamatkan ayahnya, meski harus kehilangan dirinya sendiri.
Sesampainya di rumah, Dira merasa ada sebuah aura kesedihan yang menyelimuti seisi rumah. Ibunya duduk di ruang tamu, masih tampak terjaga meski matanya sudah bengkak. Reja, ayahnya, duduk di kursi dengan wajah murung, seperti seorang pria yang telah kehilangan semangat hidup. Dira menghela napas pelan, lalu berjalan mendekati mereka.
"Ibu, Ayah," Dira memulai dengan suara yang lebih rendah dari biasanya, mencoba menyembunyikan ketegangan di hatinya.
"Aku sudah berbicara dengan Tuan Rafael."
Ibunya menatap Dira dengan tatapan cemas. "Bagaimana, nak? Apa yang terjadi?" tanya ibunya dengan suara bergetar.
Dira menatap ibunya, mencoba memberi senyum yang terpaksa meski hati terasa hancur. "Tuan Rafael... dia setuju. Tapi ada satu syarat yang harus aku penuhi."
Ayahnya, Reja, mendongak, wajahnya penuh penyesalan. "Dira, aku mohon, jangan lakukan ini. Jangan biarkan hidupmu hancur hanya karena aku..."
Dira merasakan perasaan yang begitu berat di dadanya. Apa yang terjadi pada keluarganya, pada dirinya, adalah akibat dari keputusan-keputusan yang tak bisa dihindari. Namun, ia tahu bahwa inilah saatnya untuk membuktikan bahwa cinta untuk keluarga lebih besar daripada segala hal yang ia miliki.
"Ayah, Ibu,"
kata Dira, suaranya sudah lebih tegas. "Aku akan melakukannya. Aku akan menepati janjiku untuk menyelamatkan Ayah, meskipun aku harus membayar harga yang sangat mahal."
Ibunya terkejut, matanya penuh air mata. "Dira, sayang, kau tak perlu melakukan ini. Kami tidak ingin kehilanganmu."
"Tapi aku tak punya pilihan, Bu," jawab Dira, memeluk ibunya erat. "Ayah adalah segalanya. Aku akan melakukannya untuknya, untuk kita semua."
Keputusan itu sudah bulat. Dira tidak bisa mundur, meskipun hatinya dipenuhi perasaan sakit yang tak terungkapkan. Ia tahu ia harus menjalani hari esok dengan tekad yang lebih besar, karena itu adalah satu-satunya cara agar keluarganya tetap utuh.
Keesokan harinya, Dira kembali menuju kantor Rafael. Hari ini, ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Semua yang ia lalui kemarin tampak seperti mimpi buruk, tetapi kenyataan itu terus menjeratnya lebih erat. Dalam perjalanan, Dira berpikir tentang masa depannya. Tentang impian-impian yang harus ia tinggalkan. Tentang perasaan yang terpendam dalam hati, yang seolah tak pernah punya ruang untuk keluar.
Ketika ia memasuki kantor Rafael lagi, suasana lebih tegang dari sebelumnya. Asisten Rafael, pria berbadan besar yang selalu diam, menyambutnya dan membawanya menuju ruang kerja Rafael. Ketika pintu terbuka, Rafael sudah duduk dengan santainya di kursi besar, menyaksikan Dira dengan tatapan yang penuh arti.
"Selamat datang, Dira," kata Rafael, sambil melemparkan senyum dinginnya yang khas. "Kau datang tepat waktu."
Dira hanya bisa diam, mematung di tempatnya. Tak ada jalan keluar. Tak ada ruang untuk menyesal. Ia sudah sampai di titik ini, dan yang bisa ia lakukan hanyalah menjalani semuanya.
"Tuan," Dira memulai, suaranya tegas meski bergetar, "Saya siap menandatangani perjanjian itu."
Rafael mengangguk pelan, seolah-olah sudah menunggu keputusan itu. "Bagus, Dira. Kau memang tahu apa yang terbaik untuk keluargamu."
"Bagas serahkan surat perjanjian itu kepadanya"
"silahkan nona"
sambil menyodorkan surat ke depan Dira
Dira menatap surat itu nanar dia tidak bisa membantar dan berbuat apa- apa sekarang selain menuruti perkataan Rafael
"disurat itu tertera aturan yang haru kau penuhi dan apa yang harus kau laksanakan jadi silahkan dibaca saya beri waktu 10 menit"
Dira langsung membuka surat itu yang tertera
dia tidak boleh mencampuri urusan Rafael
bersiap menjadi pembantu pribadi Rafael di dalam kamar
harus berpura-pura romantis dengan Rafael di hadapan orang tua Rafael
dia bersedia akan dibuang kapan Saja bila Rafael sudah bosan
anda boleh bekerja dan melakukan sesuka hati anda asal sudah berada di rumah sebelum Rafael pulang kerja
tidak boleh protes
dan masih banyak lagi aturan yang harus dia penuhi
Dira tertegun dia berpikir lebih baik dia menjadi pembantu daripada seorang istri tapi pembantu itu akan lebih sangat menyakitkan nanti tapi dia tidak boleh berbuat apa-apa selain menuruti nyaa
"sudah tuan"
"silahkan tanda tangani,dan setelah itu kau sudah terikat dengan ku hidup dan mati mu sudah di tangan ku"
"baik tuan"
"sekarang pergi temani di Bagas untuk membeli baju pernikahan saya tidak mau membuat saya malu maluin nanti pernikahan akan dilaksanakan Minggu depan jadi bersiaplah "
Kok secepat itu aku belum melakukan apa apa,dasar orang kaya sesukanya.Dira
Dira menatapnya tajam. Di dalam hatinya, ada kebencian yang begitu mendalam terhadap pria ini. Namun, ia tahu bahwa kebencian itu tidak akan mengubah apapun. Tidak ada yang bisa mengubah kenyataan yang sudah terjadi.
Dengan sebuah tanda tangan itu, hidupnya akan berubah selamanya.