NovelToon NovelToon
SENJA TERAKHIR DI BUMI

SENJA TERAKHIR DI BUMI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sci-Fi
Popularitas:291
Nilai: 5
Nama Author: Doni arda

Di tahun 2145, dunia yang pernah subur berubah menjadi neraka yang tandus. Bumi telah menyerah pada keserakahan manusia, hancur oleh perang nuklir, perubahan iklim yang tak terkendali, dan bencana alam yang merajalela. Langit dipenuhi asap pekat, daratan terbelah oleh gempa, dan peradaban runtuh dalam kekacauan.

Di tengah kehancuran ini, seorang ilmuwan bernama Dr. Elara Wu berjuang untuk menyelamatkan sisa-sisa umat manusia. Dia menemukan petunjuk tentang sebuah koloni rahasia di planet lain, yang dibangun oleh kelompok elite sebelum kehancuran. Namun, akses ke koloni tersebut membutuhkan kunci berupa perangkat kuno yang tersembunyi di jantung kota yang sekarang menjadi reruntuhan.

Elara bergabung dengan Orion, seorang mantan tentara yang kehilangan keluarganya dalam perang terakhir. Bersama, mereka harus melawan kelompok anarkis yang memanfaatkan kekacauan, menghadapi cuaca ekstrem, dan menemukan kembali harapan di dunia yang hampir tanpa masa depan.

Apakah Elara dan Orion mampu m

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29: Malam Tanpa Akhir

Langit seolah terbelah oleh suara raungan makhluk itu, mengguncang setiap sudut bumi yang sudah hancur. Getaran dahsyat menggema, mengirimkan gelombang energi ke segala arah. Ardan, Mira, dan Elara berlindung di balik puing-puing yang hampir runtuh, napas mereka terengah-engah. Di depan mereka, makhluk raksasa itu berdiri di tengah kawah yang terbentuk dari ledakan sebelumnya, tubuhnya memancarkan cahaya merah kehitaman, tanda kekuatan inti yang semakin menggila.

Elara menggertakkan gigi, memaksa tubuhnya yang terluka untuk tetap tegak. "Ini tidak berjalan sesuai rencana. Ledakan itu malah membuatnya semakin kuat!"

Mira memandangi makhluk itu dengan mata penuh ketakutan. "Bagaimana kita bisa melawannya? Itu... itu bukan sesuatu yang bisa kita kalahkan dengan senjata biasa."

Ardan, yang berdiri di antara mereka, mengepalkan tangannya. "Makhluk itu menyerap energi dari ledakan kita. Itu kesalahan kita. Tapi kita tidak boleh menyerah sekarang."

Makhluk itu bergerak, tubuhnya seperti bayangan hidup yang membelah langit. Setiap langkahnya membuat tanah retak dan udara bergetar. Dari tubuhnya, cabang-cabang energi hitam melesat ke segala arah, menghancurkan apa saja yang tersentuh. Sekelompok puing di dekat mereka meledak, membuat Mira hampir kehilangan keseimbangan.

"LARI!" teriak Ardan, menarik Mira ke tempat yang lebih aman.

---

Makhluk itu menyerang tanpa henti, seolah-olah mengetahui kelemahan mereka. Elara mencoba menembakkan senjata plasma ke arah cabang-cabang energi yang mendekat, tetapi serangan itu hanya memperlambat gerakan makhluk tersebut.

"Kita butuh cara lain!" Elara berteriak di tengah suara ledakan. "Senjata biasa tidak akan cukup."

Ardan menatap makhluk itu dengan mata penuh kebencian. "Ada sesuatu di tubuhnya, bagian yang bercahaya merah itu. Itu pasti intinya!"

Mira mengangguk, napasnya masih berat. "Jika kita bisa menghancurkan itu, mungkin kita punya kesempatan. Tapi bagaimana kita bisa mendekat? Setiap kali kita mencoba, dia menyerang tanpa ampun."

Elara menatap perangkat penghancur terakhir yang mereka bawa—sebuah prototipe yang ditemukan di laboratorium Eden. "Aku bisa mendekat," katanya, matanya penuh tekad. "Kalian berdua alihkan perhatiannya. Aku akan membawa ini langsung ke intinya."

Mira menggeleng dengan keras. "Tidak mungkin, Elara. Itu bunuh diri!"

"Tidak ada pilihan lain," jawab Elara tegas. "Kita tidak bisa membiarkan makhluk ini hidup. Jika aku harus mengorbankan diri untuk menghancurkannya, maka itu yang akan kulakukan."

Ardan menatap Elara, matanya penuh kesedihan, tetapi juga penghormatan. "Kita tidak akan membiarkanmu pergi sendiri. Mira dan aku akan memastikan dia tidak menyentuhmu."

---

Rencana mereka dimulai dengan serangan gencar dari Mira dan Ardan. Mereka menembakkan segala sesuatu yang mereka miliki—roket, granat plasma, hingga ledakan energi—ke arah makhluk itu. Serangan tersebut tidak cukup untuk melukainya, tetapi cukup untuk menarik perhatiannya.

Makhluk itu mengarahkan cabang-cabang energi ke arah mereka, mencoba menghancurkan sumber serangan. Mira dan Ardan terus bergerak, menghindari serangan mematikan itu. Setiap detik terasa seperti perjuangan antara hidup dan mati.

Sementara itu, Elara berlari melintasi reruntuhan, membawa perangkat penghancur di tangannya. Tubuhnya terasa berat, dan setiap langkahnya disertai rasa sakit. Namun, dia tidak berhenti. Mata merah menyala makhluk itu kini tertuju padanya, seolah-olah menyadari ancaman yang ia bawa.

Makhluk itu menggeram, dan dari tubuhnya, gelombang energi hitam dilepaskan, menciptakan badai yang mematikan. Elara berlutut, menahan tubuhnya agar tidak terlempar oleh badai itu. Dia mendongak, melihat cabang energi besar melesat ke arahnya.

"ELARA, AWAS!" teriak Mira.

Namun, sebelum cabang itu mencapai Elara, Ardan melompat, menggunakan tubuhnya sebagai perisai. Cabang energi itu menghantam tubuhnya, melemparkannya ke tanah dengan keras. Darah mengalir dari mulutnya saat dia mencoba bangkit.

"Teruskan... Jangan berhenti..." gumam Ardan dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Elara menahan air matanya, tetapi dia tidak punya waktu untuk berhenti. Dengan sisa tenaga, dia bangkit kembali dan melanjutkan larinya.

---

Mendekati Akhir

Elara akhirnya mencapai tubuh makhluk itu. Di depannya, inti merah itu berdenyut seperti jantung yang hidup. Tapi makhluk itu tidak tinggal diam. Dengan gerakan cepat, ia mengarahkan semua serangannya ke arah Elara.

Mira, yang masih memiliki beberapa amunisi, menembakkan roket terakhirnya, menciptakan ledakan besar yang mengganggu konsentrasi makhluk itu. "Sekarang, Elara! Cepat!"

Dengan tangan gemetar, Elara menempatkan perangkat penghancur di dekat inti. Cahaya biru mulai menyala dari perangkat itu, tanda bahwa proses pengaktifan sudah dimulai. Namun, makhluk itu tidak menyerah. Cabang-cabang energi menghantam tanah di sekelilingnya, menciptakan lubang besar yang hampir menelan Elara.

Saat perangkat itu hampir selesai aktif, makhluk itu melesatkan cabang terakhir ke arah Elara. Tapi kali ini, Mira melompat, menggunakan tubuhnya untuk melindungi Elara. Serangan itu menghancurkan tubuh Mira, tetapi dia berhasil memberikan waktu yang cukup.

"Lakukan, Elara..." bisik Mira dengan napas terakhirnya.

Dengan air mata mengalir, Elara menekan tombol terakhir pada perangkat itu. Cahaya yang sangat terang memenuhi area tersebut, diikuti oleh ledakan dahsyat yang mengguncang bumi.

---

Ketika asap dan debu mereda, makhluk itu telah lenyap, tetapi kehancuran yang ditinggalkannya sangat besar. Elara tersungkur di tanah, tubuhnya terlalu lemah untuk bergerak. Di sekelilingnya, hanya ada keheningan.

Dia memandang ke tempat Mira dan Ardan terjatuh. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Korban mereka begitu besar, tetapi dunia kini memiliki kesempatan untuk pulih.

Dengan air mata mengalir di pipinya, Elara berbisik, "Kalian tidak akan sia-sia. Aku akan memastikan dunia ini hidup untuk menghormati kalian."

Di kejauhan, matahari mulai terbit, memberikan secercah harapan di tengah reruntuhan dunia. Namun, Elara tahu, ini belum sepenuhnya berakhir. Ancaman baru bisa muncul kapan saja, dan dia harus siap menghadapi apa pun yang akan datang.

To be continued...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!