Menikah dengan lelaki yang dicintai, ternyata tidak menjamin kebahagiaan, ada kalanya justru menjadi luka yang tak ada habisnya.
Seperti halnya yang dialami oleh Raina Almeera. Alih-alih bahagia karena menikah dengan lelaki pujaan—Nero Morvion, Raina malah menderita karena hanya dijadikan alat untuk membalas dendam.
Walau akhirnya ... takdir berkata lain pada skenario yang dibuat lebih awal oleh Nero.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IKTN 33 (Dua Tahun Berlalu)
"Kamu kok seperti menghalang-halangi Mama untuk telfon Raina. Kenapa? Ada apa dengan Raina?" Yeni melayangkan tatapan penuh selidik, ke arah Raksa dan juga Anne. "Jangan-jangan ... ada masalah yang sengaja disembunyikan dari Mama, ya," sambungnya.
"Bukan begitu, Ma. Nggak ada masalah apa-apa, aku cuma kayak nggak enak aja kalau ganggu kesibukan Nero. Aku kenal banget gimana cara kerja dia, kalau lagi sibuk dan ada yang ganggu, kadang suka kesel. Tapi, ya udahlah, abis ini aku telfon dia. Kalau memang nggak sibuk, Mama ngobrol sama Reno dan Raina." Raksa langsung menjawab cepat, demi menutupi kecurigaan ibunya.
Lantas, alasan itu diperkuat dengan tindakannya usai makan malam. Raksa benar-benar menghubungi Nero dan mempertanyakan keberadaan Raina. Namun karena sebelumnya sudah dikirim kode, Nero beralasan bahwa dirinya sedang ada di bandara, hendak terbang ke London. Nero juga tak bicara terlalu lama. Alasannya karena sebentar lagi ponsel harus dimatikan, padahal itu hanya tipu daya untuk menutupi masalah yang ada.
"Ya sudah kalau Nero lagi di bandara. Besok atau lusa aja telfon Raina, kalau HP-nya sudah diperbaiki," ujar Yeni, akhirnya mengalah dan tak mendesak Raksa lagi.
Usai malam itu, Nero menyuruh salah seorang karyawan kantor untuk bersandiwara dengannya. Seorang wanita yang memiliki suara hampir mirip dengan Raina. Dialah yang bertugas menerima telepon dari Yeni dan berpura-pura menjadi Raina, yang tentu saja melancarkan seribu alasan setiap kali Yeni ingin melakukan panggilan video atau bahkan bertemu secara langsung.
Sementara Raksa dan Anne, sibuk mengalihkan perhatian Yeni. Keduanya melakukan apa pun agar Yeni sedikit lupa bahwa Raina tak bisa berkunjung dalam beberapa waktu.
Namun, waktu yang berlalu tanpa Raina juga tidak sebentar. Hari, minggu, dan bulan yang silih berganti, lama-lama menjadi genap dua tahun. Tak ada jejak Raina yang bisa dijadikan petunjuk pencarian. Untuk pertama kalinya, Nero gagal melakukan sesuatu. Ya, dia gagal menemukan Raina.
Dua tahun tanpa istrinya, bagaikan neraka dunia bagi Nero. Dari waktu ke waktu menahan rindu yang kian menggebu. Setiap detik dan menit dihantui rasa bersalah, rasa kehilangan, serta rasa putus asa karena tak ada lagi jalan untuk menemukan Raina. Entah ke mana wanita itu, bak ditelan bumi hingga tak ada jejaknya.
'Sudah lama aku tidak bertemu dengan Raina. Dia baik-baik saja, kan? Tidak ada masalah dengannya, kan?'
Satu pertanyaan yang kerap terlontar dari bibir Yeni, entah saat Nero datang berkunjung atau sekadar berbincang via telepon. Sebuah hal yang membuat Nero makin merasa bersalah, tetapi masih belum ada nyali juga untuk mengakui semuanya.
'Raina baik-baik saja. Dia hanya lelah karena sekarang sering membantu kesibukanku.'
Alasan klasik yang selalu menjadi senjata Nero. Untungnya dia memang makin sibuk—karena ambisi bisnisnya, jadi bisa sedikit mendukung alasan tersebut. Terlepas dari Yeni akan percaya atau malah bosan dan jengkel dengan alasan yang diulang-ulang, pikir Nero yang penting ada jawaban. Bahkan, ketika saat ini Yeni jatuh sakit dan kembali menanyakan Raina, Nero tetap memberikan jawaban yang sama.
"Maaf, Ma, Raina tadi tidak bisa ikut ke sini. Ada pekerjaan yang harus selesai malam ini, karena besok pagi sudah digunakan untuk rapat," ucap Nero ketika duduk di tepi ranjang tempat Yeni terbaring.
"Baiklah. Jika Raina memang sibuk, Mama tidak akan mengganggu. Lagi pula ... Mama tidak apa-apa kok, hanya sedikit tidak enak badan. Kamu ... jangan bicara apa-apa ya padanya," jawab Yeni, lengkap dengan senyuman lebar dan tatapan lekatnya.
Melihat itu semua, Raksa tak tahan lagi. Dia keluar dari kamar sambil menarik tangan Nero, keduanya meninggalkan Yeni bersama Anne, yang kala itu sambil memangku anaknya yang baru genap lima belas bulan.
"Ada apa?" Nero bertanya cepat ketika keduanya sudah tiba di luar kamar.
"Nero, sekarang tolong jujur padaku, ada apa sebenarnya antara kamu dengan Raina? Ini sudah dua tahun penuh dia pergi dan nggak ada tanda-tanda keberadaannya. Mama juga sudah setiap hari menanyakan keberadaan Raina, mengapa tak pernah datang menemui. Malah sekarang Mama sakit dan nggak mau dibawa ke rumah sakit. Sampai kapan kita akan menyembunyikan semua ini? Bagaimana jika nanti Mama tahu kebenarannya?" Raksa menjeda kalimatnya sesaat.
Nero hanya diam, setia menunggu Raksa bicara lagi.
"Sekarang yang kubutuhkan hanya kejujuranmu, sebenarnya ada masalah apa di antara kalian berdua? Sefatal apa masalah itu, sampai-sampai Raina pergi dan hilang begini? Jawab aku, Nero!" sambungnya.
Sementara itu, Nero terdiam cukup lama. Dia bingung harus menjawab apa. Di satu sisi ingin jujur karena mungkin saja dengan mengatakan itu ada dugaan baru terkait keberadaan Raina. Namun, konsekuensinya tidak mungkin kecil. Raksa sangat menyayangi Raina, jadi mana rela adiknya diperlakukan seburuk kemarin. Andai tahu semuanya, bisa-bisa Raksa memisah paksa pernikahan Nero dengan Raina.
Tidak! Nero tak mau itu terjadi. Sampai kapanpun, dia hanya mau Raina yang menjadi istrinya, dan dia juga berharap hanya dirinya yang menjadi suami Raina.
"Kenapa malah diam, Nero? Benar kan, ada masalah yang lebih fatal antara kamu dengan Raina? Aku sudah lama curiga, tapi kamu selalu mengatakan alasan yang sama. Aku pula nggak ada bukti untuk menuntut kamu agar jujur. Tapi, sekarang Mama sakit. Jadi, tolong jujurlah! Setidaknya lakukan itu demi Mama," lanjut Raksa.
Namun, Nero tetap diam.
Sampai kemudian, justru Anne yang datang mendekat dengan tergesa-gesa.
"Mas, cepat tolong Mama!" teriak Anne.
"Ada apa dengan Mama?" tanya Raksa dengan panik.
Bersambung...