Jesslyn tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis dalam satu malam. Demi menyelamatkan keluarganya dari kehancuran finansial, ia dipaksa menikahi Neo, pewaris kaya raya yang kini terbaring tak berdaya dalam kondisi koma. Pernikahan itu bukanlah perayaan cinta, melainkan sebuah kontrak dingin yang hanya menguntungkan pihak keluarga Neo.
Di sebuah rumah mewah yang sunyi, Jesslyn tinggal bersama Neo. Tanpa alat medis modern, hanya ada dirinya yang merawat tubuh kaku pria itu. Setiap hari, ia berbicara kepada Neo yang tak pernah menjawab, berharap suara dan sentuhannya mampu membangunkan jiwa yang terpenjara di dalam tubuh itu. Lambat laun, ia mulai memahami sosok Neo melalui buku harian dan kenangan yang tertinggal di rumah itu.
Namun, misteri menyelimuti alasan Neo koma. Kecelakaan itu bukan kebetulan, dan Jesslyn mulai menemukan fakta yang menakutkan tentang keluarga yang telah mengikat hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jati Diri Jesslyn
"Andien, ada apa kau mengajakku bertemu?" tanya Jesslyn sambil mendudukkan dirinya di kursi, di hadapan Andien.
Wanita itu mengambil nafas panjang dan menghilangnya. "Aku tidak akan banyak basa-basi. Jesslyn, mana uangnya? Aku benar-benar membutuhkan uang itu, kau sudah berjanji akan membantuku."
Jesslyn menghela nafas panjang. "Aku tidak pernah berjanji untuk membantumu, tapi ku usahakan. Sayangnya uang itu tidak bisa aku berikan." katanya. "Suamiku dalam keadaan koma, dan aku tidak bisa menggunakan uangnya sesuka hati tanpa persetujuan dari asisten pribadinya."
"Kau benar-benar teman yang tidak memiliki hati, Jesslyn. Aku sedang kesulitan, dan kau tidak peduli!!"
Dia menatap Andien dengan sinis. "Kau bilang aku tidak memiliki hati? Kalau begitu kembalikan uangku yang kau pinjam sebelumnya. Hanya 500 juta, kan, jumlahnya. Kembalikan dulu, baru aku akan meminjamkan yang 100 juta itu,"
Andien mendadak pucat. "Jesslyn, kau jangan semakin keterlaluan saja. Hanya 500 juta, dan kau sangat perhitungan."
"Hanya 500 juta, kan? Bukankah bagimu nilai itu cukup kecil, kalau begitu cepat kembalikan, aku akan memikirkan pinjaman barumu yang 100 juta," katanya dengan seringai yang sama.
seketika mereka berdua menjadi pusat perhatian, beberapa pengunjung cafe melirik ke arah Andien dan berbisik-bisik, membuat Andien semakin malu dan tersudut.
Dia mengarahkan tangannya pada Jesslyn dan hendak menamparnya, tapi berhasil di tahan olehnya. Tanpa sengaja Andien menjatuhkan kalung milik Jesslyn.
"Jangan keterlaluan kau, Andien. Jangan sampai kau dikasih hati minta jantung, lebih baik kita tidak usah berteman lagi mulai sekarang," ucapnya dan pergi begitu saja.
Jesslyn tidak menyadari jika kalungnya jatuh. Dan ketika Andien hendak pergi, dia melihat kalung itu tergeletak di lantai dan mengambilnya. Yakin kalung itu berharga mahal, ia pun segara mengambilnya
"Ini juga lumayan."
Andien meninggalkan cafe, saat hendak berjalan ke parkiran tanpa sengaja sebuah mobil melaju kearahnya dan nyaris menabraknya. Seorang wanita keluar dari mobil itu dengan wajah panik.
"Kau tidak apa-apa?" tanya wanita itu memastikan.
Andien menggeleng. "Tidak, tapi kau hampir saja membuatku kehilangan nyawa!"
"Aku-" wanita itu menggantung ucapannya begitu melihat kalung yang dikenakan oleh Andien. Tangannya gemetar saat menyentuh kalung itu, dan matanya tampak berkaca-kaca. Membuat Andien tampak kebingungan. "Putriku--"
***
Jesslyn tiba di kediaman Hou, dan kepulangannya di sambut oleh Neo yang sedang duduk di ruang keluarga sambil memegang gelas berisi wine. Tubuhnya dalam balutan kemeja hitam lengan terbuka yang dipadukan dengan Vest abu-abu gelap dan celana hitam pula.
"Kau dari mana saja?" tanya Neo begitu Jesslyn berjalan mendekat.
"Bertemu dengan temanku yang toxic itu. Dan kami tidak berteman lagi," katanya.
"Bagus," Neo menjawab sambil menarik lengan Jesslyn dan membuatnya jatuh di pangkuannya.
Wanita itu tampak terkejut. "Neo, Apa yang kau lakukan? lepaskan aku!"
Alih-alih melepaskan seperti yang Jesslyn minta, Neo malah menarik tengkuknya dan menci-um bi-birnya. Jesslyn mencoba berontak, tapi tenaganya kalah jauh dari pria itu, sehingga dia hanya bisa pasrah.
Neo melepaskan ciu-mannya dengan seringai puas. "Bi-bir manismu selalu membuatku ketagihan, Jesslyn."
Jesslyn menatapnya dengan marah, wajahnya memerah. "Neo! Kau tidak bisa seenaknya seperti itu!"
Neo mengangkat alis, masih dengan senyum tengilnya. "Kenapa tidak? Aku suamimu, dan aku memiliki hak untuk itu. Bukankah begitu?"
Jesslyn mendengus kesal. "Itu bukan alasan untuk menci-umku tanpa ijin!"
Neo tertawa kecil. "Oh, ayolah, Sayang. Aku tahu kau juga menikmatinya."
Jesslyn memutar matanya dengan jengah, mencoba menjauh, tapi Neo menahan tangannya. "Lepaskan aku, Neo."
Neo menariknya lebih dekat, menatap dalam ke matanya. "Tidak sampai kau mengakui jika kau menyukai ciu-manku."
Jesslyn menggigit bibirnya, berusaha menahan kekesalannya. "Kau benar-benar menyebalkan."
Neo menyeringai lebih lebar. "Dan kau akan mencintaiku karena itu."
Jesslyn menghela napas. "Aku tidak tahu harus apa denganmu, Neo. Kau benar-benar manusia paling menyebalkan di dunia."
Neo menariknya ke dalam pelukan, lalu membisikkan kata-kata lembut di telinganya dengan lembut. "Aku tau aku menyebalkan. Tapi pria menyebalkan ini yang akhirnya akan membuatmu jatuh cinta."
Jesslyn mendorong Neo menjauh. "Bermimpi saja, dan itu tidak akan pernah terjadi."
Neo menyeringai. "Kenapa kau begitu yakin, hm? Aku pasti akan mengajarimu apa artinya jatuh cinta, cemburu dan merindu. Lihat saja nanti, aku atau kau yang akan memenangkan pertandingan ini."
Jesslyn menghela napas untuk kesekian kalinya. "Terserah, aku benar-benar tidak peduli dengan apa yang kau katakan." katanya dan pergi begitu saja.
Neo tersenyum tipis. Baru kali ini ada wanita yang benar-benar membuatnya gila. "Jesslyn, sepertinya aku benar-benar sudah jatuh cinta padamu,"
***
"Kalungku!!" Jesslyn tampak panik saat keluar dari kamar mandi dan menyadari jika kalungnya tidak ada lagi.
Masih dengan handuk yang melilit tubuhnya, dia pergi ke ruang kerja Neo. Bahkan dia tidak peduli dengan beberapa pasang mata pelayan yang menatapnya dengan bingung.
Brakkk...
Dobrakan keras pada pintu membuat perhatian pria itu sedikit teralihkan. Neo tampak terkejut melihat Jesslyn datang ke ruang kerjanya hanya memakai handuk. Dia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dan menyeringai.
"Apa kau sengaja datang kemari dengan style seperti itu? Hm, sepertinya kau ingin menggodaku?"
"Aku tidak memiliki waktu untuk bercanda denganmu. Aku kehilangan kalungku, apa kau tidak melihatmu?" dia mengabaikan ucapan tengil Neo, dan mengungkapkan maksud kedatangannya.
Neo mengernyit. "Kalung? Kalung dengan liontin berbentuk bunga sakura dan Phoenix itu?" dia mencoba memastikan.
Jesslyn mengangguk. "Ya, yang itu."
"Kenapa kau harus sepanik itu? Bukankah hanya sebuah kalung, aku akan memberikan kalung yang lebih indah daripada itu. Jadi jangan dipikirkan lagi,"
Jesslyn menggeleng. "Itu bukan hanya sekedar kalung, Neo. Tapi jati diriku. Kalung itu adalah satu-satunya benda yang bisa menghubungkan aku dengan keluargaku. Tanpa kalung itu, bagaimana aku bisa menemukan mereka." katanya dengan mata berkaca-kaca.
Neo menatap Jesslyn dengan penuh penyesalan. Dia mendekati wanita itu lalu memegang bahunya. "Aku pasti akan membantumu menemukan kalung itu, maaf karena sudah bicara sembarangan."
Jesslyn menyentak tangan Neo dari bahunya. "Aku harap kau menepati janjimu." katanya dan pergi begitu saja.
Neo segara memanggil Frans ke ruangannya, dia akan meminta asistennya itu untuk menemukan kalung Jesslyn yang hilang.
"Cari kalung di foto ini. Temukan secepat mungkin," pintanya tanpa banyak basa-basi. Dia menyerahkan foto tersebut pada Frans.
Frans mengangguk. "Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi dulu." ucapnya dan pergi begitu saja.
Selepas kepergian Frans, di dalam ruangan itu hanya menyisakan dia sendiri. Neo menatap ke arah jendela. Dia pasti akan menemukan kalung itu cepat atau lambat.
***
Bersambung