NovelToon NovelToon
Retaknya Sebuah Kaca

Retaknya Sebuah Kaca

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta Seiring Waktu / Angst / Penyesalan Suami
Popularitas:1M
Nilai: 4.6
Nama Author: Arrafa Aris

Pernikahan yang didasari sebuah syarat, keterpaksaan dan tanpa cinta, membuat Azzura Zahra menjadi pelampiasan kekejaman sang suami yang tak berperasaan. Bahkan dengan teganya sering membawa sang kekasih ke rumah mereka hanya untuk menyakiti perasaannya.

Bukan cuma sakit fisik tapi juga psikis hingga Azzura berada di titik yang membuatnya benar-benar lelah dan menyerah lalu memilih menjauh dari kehidupan Close. Di saat Azzura sudah menjauh dan tidak berada di sisi Close, barulah Close menyadari betapa berartinya dan pentingnya Azzura dalam kehidupannya.

Karena merasakan penyesalan yang begitu mendalam, akhirnya Close mencari keberadaan Azzura dan ingin menebus semua kesalahannya pada Azzura.

"Apa kamu pernah melihat retaknya sebuah kaca lalu pecah? Kaca itu memang masih bisa di satukan lagi. Tapi tetap saja sudah tidak sempurna bahkan masih terlihat goresan retaknya. Seperti itu lah diriku sekarang. Aku sudah memaafkan, tapi tetap saja goresan luka itu tetap membekas." Azzura.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28 : Menunggu waktu saja ...

Mendengar ucapan Yoga yang terlihat santai saat menyatakan pengunduran dirinya, seketika membuat sebelah alis Close terangkat.

"Well, bisa aku tahu alasannya?" tanya Close dengan nada dingin.

"Maaf, Pak, saya ingin fokus berkarir dan mengemban tugas saya sebagai psikolog di salah satu rumah sakit kota J," jelas Yoga.

Mendengar penjelasan dan alasan Yoga, Close tampak mengerutkan keningnya sekaligus kaget mengetahui jika Yoga seorang psikolog.

Ia masih tampak mempertimbangkan keputusan Yoga. "Apa kamu nggak bisa menunda sampai aku mendapatkan asisten yang baru?" harapnya sekaligus merasa getir.

"Maaf, Pak. Saya nggak bisa, apalagi hari ini saya sudah ada janji dengan pasien saya," tekan Yoga.

"Ah sayang sekali," gumamnya. "Baiklah," pasrah Close dengan hela nafas kecewa.

Setelah mendapat persetujuan dari Close, Yoga kembali berpamitan sekaligus berterima kasih kepadanya lalu segera meninggalkan ruangan itu.

Sepeninggal Yoga, Close langsung memijat pangkal hidungnya sambil memejamkan matanya. Namun tiba-tiba saja ia teringat akan istrinya.

"Azzura," desisnya. "Apa semalam dia menginap di rumahnya? Atau di rumah sakit tempat mamanya di rawat? Tapi di mana sebenarnya mamanya di rawat? Jika aku bertanya pada momy, otomatis aku akan ketahuan jika aku belum pernah bertemu dengan mamanya Azzura," gumamnya.

"Sepertinya aku harus bicara padanya. Tapi bagaimana caranya?" Close tampak berpikir. "Sebaiknya aku memesan makan siang dari cafe itu saja, lalu memintanya langsung mengantar makanan itu. Sepertinya aku harus bicara padanya," gumamnya lagi dengan seringai tipis.

Sedangkan Yoga yang saat ini sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit, tampak tersenyum puas setelah mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai asisten Close.

Rumah sakit yang ia tuju saat ini adalah Prasetya Hospital 1.

"Apapun alasannya, aku akan selalu melindungi Azzura dari pria brengsek sepertimu. Aku akan membuat psikis Azzura kembali pulih dari trauma akibat perbuatan kejimu itu," geram Yoga dengan rahang yang mengetat.

Sebelum benar-benar tiba di rumah sakit, Yoga kembali lagi ke cafe tempat Azzura bekerja.

Kurang lebih tiga puluh menit mengendara akhirnya ia tiba juga di cafe itu..Ketika ia memasuki cafe, senyumnya langsung mengembang melihat Azzura yang tampak begitu ramah melayani pembeli.

Ia pun melangkah kecil menghampiri meja barista lalu menyapanya.

"Zu."

Seketika Azzura menoleh lalu mengulas senyum ketika tahu yang menegurnya adalah Yoga. Namun alisnya kembali bertaut karena tidak biasanya Yoga mampir di jam kantor.

"Loh kok, kembali lagi? Apa kamu nggak kerja hari ini?" tanya Zu.

"Aku baru saja resign dari kantor pak boss," jelasnya.

"Tapi kenapa?" tanya Zu sedikit penasaran. Namun perasaan itu ia tepis karena saat ini ia lagi bekerja.

Tahu jika mimik wajah Azzura menyiratkan banyak pertanyaan, Yoga terkekeh. "Aku tahu, di benak mu pasti masih banyak yang ingin kamu tanyakan, tapi nanti saja aku jelaskan saat kamu pulang kerja," kata Yoga.

"Hmm ... baiklah," kata Zu. "Apa kamu ingin memesan sesuatu?"

"Ya," ia pun menunjuk menu yang diinginkannya.

"Ok, tunggu sebentar ya," pinta Zu dengan seulas senyum lalu meninggalkannya sebentar untuk memberitahu chef supaya dibuatkan menu makanan seperti yang diinginkan Yoga.

Setelah itu ia kembali lagi ke meja barista dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Oh ya, Zu ... apa Nanda masuk shif sore?" tanya Yoga.

"Iya," jawab Zu. Yoga hanya manggut-manggut.

Beberapa menit kemudian, pesanan makanan Yoga akhirnya dikemas dengan rapi dan di letakkan ke dalam paper bag.

"Yoga, ini pesanan kamu," kata Zu lalu menyerahkan paper bag makanan itu pada yoga.

"Makasih ya, Zu. Kalau begitu aku berangkat dulu," ucapnya setelah membayar makanan pesanannya sekaligus berpamitan pada Zu.

"Iya, kamu hati-hati ya. Sampaikan salamku pada ibu," pesannya.

"Siap," ucap Yoga lalu berlalu meninggalkan dirinya.

.

.

.

Prasetya Hospital 1 ...

Setelah hampir satu jam mengendara karena terjebak macet, akhirnya Yoga tiba juga di rumah sakit tujuannya.

Baru saja ia tiba di bangsal tiga, seketika alisnya bertaut dan mempercepat langkahnya ke arah kamar rawat bu Isma.

"Ibu?!" lirihnya dengan perasaan getir. Begitu langkahnya terhenti di ambang pintu, ia kembali mengusap dadanya lalu menghela nafas lega.

"Astaga, kalian membuatku panik saja," ucapnya sambil mengusap dadanya.

Sontak saja, dokter Aida, Farhan dan suster Naima menoleh ke arahnya.

"Memangnya kenapa?" timpal Farhan.

"Soalnya kalian masuknya secara bersamaan dan terlihat buru-buru. Aku mengira jika ibu kritis," akunya lalu menghampiri ketiganya lalu meletakkan paper bag makanan di atas meja sofa.

"Nak, apa kamu nggak kerja hari ini?" tanya ibu.

"Kerja Bu, hanya saja aku menyempatkan waktu sebentar menjenguk Ibu sekaligus membawakan makanan untuk kita sarapan bersama," jelasnya dengan seulas senyum.

"Terima kasih, Nak," ucap ibu yang saat ini sedang duduk di kursi rodanya.

Setelah itu, ia meminta bantuan suster Naima supaya mengeluarkan box makanan supaya mereka sarapan bersama.

Tiga puluh menit berlalu ...

Setelah selesai sarapan bersama, Farhan lebih dulu meninggalkan kamar rawat ibu, karena ada pasien yang harus dioperasi secepatnya. Disusul dengan dokter Aida dan suster Naima yang harus menemani dokter Aida memeriksa pasien di rumah sakit itu.

Kini di kamar rawat itu, hanya ada bu Isma dan Yoga.

"Nak, sekali lagi terima kasih ya. Maaf jika keadaan ibu sudah menyita waktumu dan Azzura," kata ibu.

"Nggak apa-apa, Bu. Setidaknya ini sebagai bentuk baktiku pada Ibu," lirihnya.

Meski hanya sebagai menantu bohongan.

Yoga membatin lalu berjongkok di depan ibu, menggenggam kedua tangannya dengan mata yang berkaca-kaca.

Kenapa aku merasa tatapan ibu tidak seperti biasanya. Kenapa perasaanku jadi tidak enak begini?.

Di tengah larutnya ia dengan pikirannya, Yoga tersadar saat ibu menyebut namanya.

"Nak Yoga, ibu merasa seperti akan menunggu waktu saja. Sudah beberapa malam ini, ibu bermimpi bertemu dengan almarhum ayah," lirih ibu. "Nak, jika sewaktu-waktu ibu akan tiada, Azzura ibu titip padamu," sambung ibu lalu menundukkan wajahnya menatap Yoga.

"Ibu," lirih Yoga dengan perasaan sedih.

"Ibu percaya padamu. Karena itulah ibu bisa merasa tenang sekarang," kata ibu lagi dengan seulas senyum.

.

.

.

Siang harinya ...

Seperti rencananya di pagi hari, Close benar-benar melaksanakan niatnya. Ia meminta sang sekretaris untuk memesankan makanan di cafe sang momy dan meminta Azzura yang harus mengantar makan siang pesanannya itu.

Dengan perasaan kesal dan geram, mau tidak mau Azzura terpaksa menuruti permintaan itu dari sekretaris sang suami.

"Ngeselin!! Entah apa lagi yang ia rencanakan. Mungkin saja dia ingin memaki dan menghajar ku lagi karena nggak pulang semalam," gumam Zu sambil menenteng paper bag makanan menuju motor ke arah motor restoran yang biasa digunakan untuk mengantar makanan.

"Zu, apapun yang akan terjadi, jangan pernah teteskan air matamu di hadapannya," ucap Zu mengingatkan dirinya sendiri.

Ia pun mulai memacu motor meninggalkan parkiran restoran menuju kantor suaminya dengan perasaan dongkol.

...🪴****************🪴...

Jangan lupa masukkan sebagai favorit ya 🙏 Bantu like dan vote setidaknya readers terkasih telah membantu ikut mempromosikan karya author. Terima kasih ... 🙏☺️😘

1
Tuti irfan
Luar biasa
Thewie
laki2 anjing gayanya menyesal,khilaf..keparat kau close. tutup ajalah kau kayak namamu
Juniati Juniati
😭😭😭😭
Thewie
kok ada bawang merahnya Thor 😭😭😭😭
ay Susie
piye tow kiiiihhhhh
Surati
bagus
Epifania R
biarkan saja dia sekalian masuk RSJ
Epifania R
semoga azzura bahagia
Epifania R
jangan mau zu
Epifania R
rasaakan
Epifania R
lanjut
Epifania R
siapa yang datang
Epifania R
makin penasaran
Epifania R
massa mau saingan sama anak sendiri
Epifania R
mau kemana zurra
Epifania R
😭😭😭😭😭
Epifania R
😭😭😭
Epifania R
maaf tiada guna
Epifania R
😭😭
Epifania R
taunya cuman menebak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!