LANJUTAN NOVEL "AKU BUKAN WANITA MURAHAN"
Zaline Haena Cruise harus menjadi seorang Presdir di usianya yang masih muda. Wanita itu menjadi pemegang saham terbesar di PT. Cruise Kontruksi setelah kakeknya meninggal dunia.
Banyak sekali yang telah ia alami saat masih kecil karena keserakahan keluarganya sendiri. Namun kini ia bisa menjalani hidup lebih baik atas bantuan kakaknya Zionel Cruise.
Perusahaan yang ia pegang bersama kakaknya tentu saja tidak mudah menuju kesuksesan, apalagi ada perusahaan konstruksi baru yang terus saja menjadi pesaing mereka.
Namun siapa sangka, Zaline Haena Cruise justru harus jatuh cinta pada pemilik perusahaan pesaing tersebut.
Bagaimana kisah cinta mereka???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 💞💋😘M!$$ Y0U😘💋💞, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merasa Cemburu
"Aku serius Lin... Pria itu memang pemilik perusahaan Jaya Kontruksi. Pesaing bisnis kita yang gila karena membanting harga penawaran proyek Hiroki. Aku sangat yakin dialah orangnya. Astaga, pria itu sangat arogan, sombong dan wajar saja ia melakukan hal gila itu karena memang orangnya gila." ucap Roxy semakin antusias.
"Ckckck... kau baru bertemu sekali saja sudah sangat yakin. Dan ya ampun Xy, kau terlalu menjelekkan orang itu seolah olah kalian musuh bebuyutan." jawab Zaline sambil terkekeh.
"Tentu saja ia adalah musuh, pesaing bisnis perusahaan Cruise memang musuh, benar kan om?"
"Kau terlalu berlebihan Roxy. Setiap perusahaan memiliki caranya sendiri untuk memenangkan tender proyek. Walaupun perusahaan itu sudah keterlaluan, tapi kita tak bisa berbuat apapun. Kalian harus fokus pada tender proyek lainnya dan berusaha agar perusahaan Cruise tetap maju atau bertahan. Bukan terus menjelekkan orang seperti yang barusan kau lakukan. Pesaing bisnis bukanlah musuh Roxy." jawab Nicholas.
"Benar Roxy, Tuhan sudah mengatur rezeki setiap orang. Kau terlalu berlebihan saat menggambarkan orang itu." sahut Falera sambil terkekeh.
"Bagiku pesaing bisnis adalah musuh terbesar. Aku sama sekali tidak mengarang cerita om tante. Begitulah sikapnya, aku terus mendengarkan perdebatan antara ia dengan bawahannya, tapi jujur saja mirip sekali dengan bang Zio." ujar Roxy lalu tertawa.
"Mengapa aku jadi penasaran? Seperti apa wajahnya Xy? Tampan tidak? Setidaknya bisa dimaafkan sikapnya itu jika tampan seperti bang Zi." kata Zaline ikut tertawa.
Wajah Roxy seketika berubah menjadi kesal. Pertanyaan Zaline membuatnya sangat cemburu. Ingin sekali ia berteriak pada Zaline "Jangan membicarakan pria lain", tapi tentu saja ia hanya bisa memendamnya.
"Kenapa kau malah melamun? Apa jelek sekali?" tanya Zaline semakin penasaran.
"Benar... sangat sangat jelek. Aku harap kau tak pernah bertemu dengan pria seperti itu. Sudahlah lupakan saja, aku jadi malas membicarakannya." jawab Roxy.
Zaline justru melepaskan tawanya. "Yang duluan siapa membicarakannya. Haisssss... kau aneh sekali."
"Sudah sudah... berhenti membicarakan orang lain. Kalian makan siang dulu, ini sudah sangat terlambat." perintah Falera.
"Makanlah Lin, aku tidak berselera." ucap Roxy menunjukkan kekesalannya.
Zaline menyipitkan matanya. "Kau tak makan, aku pun tak mau makan."
"Terus saja berdebat seperti itu, aku akan memukul bokong kalian. Kalian berdua bukan anak kecil lagi jadi ubah sikap kekanak-kanakan itu." ujar Falera.
Nicholas terkekeh. "Makan cepat makan, daddy ingin berbicara denganmu Zaline."
Zaline menghela nafasnya, lalu memberi kode pada Roxy agar ikut makan. Keduanya pun menurut dan mulai duduk di sofa, membuka bungkusan makanannya lalu mulai menikmati makan siang mereka yang terlambat.
*****
Leo terus menatap Alvaro yang sibuk dengan laptopnya di dalam mobil lewat spion. Seperti paranormal, Alvaro menyadari bahwa asistennya terus melihat ke arahnya.
"Fokus ke jalan, kau bisa membuatku masuk rumah sakit karena kecelakaan Le." celetuk Alvaro tanpa mendongak sama sekali.
"Ehm... pria tadi..."
"Aku tidak mengenalnya." potong Alvaro.
"Lalu kenapa anda..."
"Ia bilang aku pria tidak waras."
"Hah? Anda yakin ia mengatai anda pak?"
"Apa kau lupa, pria itu masuk ke dalam lift bersama kita. Ia terus berjalan bersama kita, ia terus menguping pembicaraan kita, ia menatapku dengan tajam, lalu saat kita berbicara di depan pintu masuk rumah sakit, ia jelas jelas sendirian dan mendengarkan kita berdebat lagi. Lalu tiba tiba ia bilang pria tidak waras. Apa kau pikir ia sedang menggerutu dengan hantu?" tanya Alvaro kesal.
"Pendengaran pak Al memang terkenal tajam. Mungkin saja jika aku jadi pria tadi akan mengatainya dengan hal yang sama, karena pembicaraan kami tak pernah terdengar akur. Tapi aku rasa pak Al terlalu berlebihan juga, seolah-olah orang lain pun memberi perhatian padanya. Ckckck... aku benar-benar bekerja dengan pria gila." pikir Leo sambil menahan senyumnya.
"Mungkin saja ia sedang kesal dengan seseorang pak Al." ujar Leo.
"Dan aku sangat kesal padamu Le karena kau selalu saja mempertanyakan ucapan dan keputusanku. Seharusnya kau sudah memahamiku selama berkerja lebih dari satu tahun. Percaya atau tidak, aku bahkan tahu dalam hatimu selalu menggerutu." ujar Alvaro seraya menatap spion dan mempertemukan mata mereka.
Leo menelan saliva nya. "Aku tidak berani pak."
"Kau sangat berani. Fokus ke jalanan." kata Alvaro tajam lalu kembali menatap layar laptopnya.
Leo menutup mulutnya, ia kembali fokus mengemudi. Baru beberapa menit melanjutkan perjalanan, perut Leo berbunyi dengan keras membuat Alvaro menahan tawanya. Tentu saja Leo sangat kelaparan karena belum makan siang. Tapi ia harus mengantarkan atasannya terlebih dahulu karena pria keras kepala di belakangnya tidak berniat untuk makan. Namun ucapan Alvaro tiba tiba membuat Leo terkejut.
"Mampir ke restoran terdekat. Aku tak ingin kau pingsan saat mengemudi." ujar Alvaro.
"Terima kasih pak Al." jawab Leo senang.
Namun kesenangan itu hanya sesaat saja karena ucapan Alvaro sungguh mengesalkan setelahnya.
"Aku tidak sedang perhatian padamu, jadi jangan berterima kasih padaku. Aku sedang menyelamatkan diriku sendiri agar tidak masuk rumah sakit karena kecelakaan." ucap Alvaro.
"Ya Tuhan... beri aku kesabaran menghadapi bos seperti ini. Bagaimana orang lain tidak menganggapnya pria gila, pada kenyataannya sikapnya ini memang tidak ada obatnya." gerutu Leo di dalam hati.
Namun Leo hanya bisa menutup mulutnya dan menghela nafas panjang. Ia segera mencari restoran terdekat sebelum atasannya berubah pikiran.
"Pak Al... bolehkah aku ke restoran Padang?" tanya Leo dengan ragu.
Leo melihat sebuah restoran Padang yang sangat besar di seberang jalan. Ia pun terus mengemudi perlahan sambil menunggu jawaban dari atasannya.
Alvaro melihat lewat jendela mobilnya, ia menatap restoran Padang tersebut. Setidaknya itu bukan warung makan biasa. Restoran itu sangat besar dan tiba-tiba ia pun merasa sangat lapar.
"Pilihanmu lumayan, boleh." jawab Alvaro datar.
Leo menyeringai, ia segera mencari jalan memutar untuk menuju ke restoran tersebut. Setelah berhasil mendekati restoran itu, Leo pun memarkirkan mobilnya dengan cantik tepat di depan restoran.
Leo keluar dari mobil tanpa mematikan mesin mobilnya. Leo mengerutkan keningnya saat melihat Alvaro ikut keluar dari mobil, ia pikir pria itu berniat menghabiskan waktunya dengan laptop di dalam mobilnya. Tapi ia tak berani bertanya lagi, jadi ia hanya bisa menunggu apa yang akan dilakukan atasannya.
Saat Alvaro mulai melangkahkan kakinya menuju restoran, Leo pun segera mematikan mesin mobilnya lalu menguncinya.
"Ya Tuhan... aku pikir ia masih tak mau makan. Sulit sekali memahami keinginan pria ini. Sebentar berkata tidak, lalu berubah pikiran sesuai kemauannya. Apa semua pria kaya seperti pak Al? Haisssss masa bodoh, aku sudah sangat lapar." gumam Leo seraya mempercepat langkahnya menuju restoran.
Saat memasuki restoran tersebut, Alvaro sudah mendapatkan meja dan duduk disana. Leo melangkahkan kakinya dengan ragu, ia tak berani makan satu meja dengan atasannya kecuali saat ada Benny yang bersikap lebih santai padanya.
"Le... apa kau seekor siput? Bukankah kau sangat lapar, tapi kenapa kau lambat sekali." gerutu Alvaro.
"Pak Al, aku akan duduk di sebelah sa..."
"Apa begitu menakutkan makan denganku?" potong Alvaro sebelum Leo menyelesaikan ucapannya. "Kau tak pernah makan bersamaku kecuali saat ada Benny." imbuhnya.
"Bukan seperti itu pak, hanya saja anda mungkin tidak nyaman." jawab Leo serba salah.
"Ciiiih... duduklah. Cepat pesan makanannya, Benny sudah menunggu di perusahaan. Aku juga tiba-tiba kelaparan." perintah Alvaro seraya memanggil pelayan.
Leo pun terpaksa menuruti perintah Alvaro. Keduanya mulai memesan makanannya. Dan tentu saja rendang khas Padang tidak luput dari pesanan mereka. Sesaat kemudian, pelayan pun mulai menghidangkan pesanan mereka. Alvaro menatap asistennya yang sangat canggung di depannya.
"Ya ampun Le... aku hanya akan menyantap makanan ini. Aku janji tidak akan memakanmu, jadi turunkan bahu tegangmu itu." ejek Alvaro.
Leo pun menyeringai mendengar ucapan Alvaro, ia berusaha santai tapi memang sangat sulit. Sedangkan Alvaro tidak perduli lagi dengan Leo, karena aroma makanan di depannya semakin mengundang selera. Alvaro mulai menikmati makan siangnya dan akhirnya Leo pun mulai bisa menyantap makanan itu setelah perutnya semakin keroncongan. Keduanya sangat fokus pada makanan mereka masing masing.
*****
Happy Reading All...
selamat untuk AlZa atas kebahagiaan nya dengan lahir nya putra pertama
selamat dan sukses selalu untuk mamiku author missyou terima kasih sudah menghibur kami dengan cerita mu yang luar biasa 😘😘😘
dan yang terpenting mamii sehat selalu 😘😘😘
kecuali bocil belum paham 😂😂😂🚴
akhir nya anuu juga kala ada kata malam pertama
selamat ya AlZa 😘😘😘