Asti seorang gadis yang berusia 28 tahun, dan memiliki wajah yang baby face, banyak orang yang mengira bahwa Asti seperti gadis belia.
Asti memiliki otak yang cerdas, piawai dalam berkomunikasi dan mempunyai sifat penyayang.
Berjalannya waktu, Asti mengenal sosok pria bernama Tomi.
Asti terkenal dengan sifatnya yang cuek dan jutek.
Apakah sosok Tomi Berhasil meruntuhkan hati sang dosen cantik yang jutek?
Di balik sikap Asti yang cuek dan jutek, ia bersama-sama temannya memiliki wadah untuk saling bertukar informasi, berbanding terbalik keseruan pada saat dia bersama sama di geng bucin.
Keseruan apa yang ada di geng bucin?
mari kita bersama membaca keseruannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RADISYA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 Hubungan Kedua Sejoli Itu Semakin Dekat Tanpa Mereka Sadari.
Setelah menunggu beberapa saat, Tomi pun kembali dari mobil nya membawa satu kotak kardus yang berukuran sedang dengan buku-buku di dalam nya.
“Tolong Ibu beri saya pandangan, yang mana di antara buku-buku ini yang bisa saya pakai untuk menambah wawasan sehingga saya lebih mampu menganalisa pandangan-pandangan para filsuf yang dibicarakan dalam buku wajib itu.
Atau sedikitnya, mampu mengadakan aintesis pandangan mereka.”
Asti melihat-lihat tumpukan buku yang dikeluarkan oleh Tomi dari kotak yang ia bawa dengan seksama.
“Saya kira, semuanya bagus dan bisa menambah wawasan. Asalkan Saudara batasi saja pada pokok bahasan manusia sebagai Pribadi.
Jadi bacalah mengenai sejarah perkembangan pengertian pesona atau Pribadi sejak dari filsafat kuno dan abat tengah, lalu filsafat modern dan filsafat masa kini!” katanya kemudian.
“Aduh Bu, pengarahan Ibu sungguh sangat berguna buat saya!” Tomi berkata dengan nada gembira.
“Jadi tentunya akan baik sekali kalau saya baca pandangan-pandangan tokoh-tokoh dari jaman demi jaman itu kan Bu!”
“Ya, memang demikian.”
“Ini ada buku berbahasa Inggris dengan judul ‘A History Of Philosophy’, apakah bisa di pakai Bu?”
“Coba saya lihat, karangan siapa?” sahut Asti.
“Baik, Bu!”
Usai berkata seperti itu, tangan Tomi segera mengambil salah satu buku di antara tumpukan yang ada di atas meja.
Tetapi karena tergesa-gesa, tumpukan buku itu roboh. Melihat itu secara refleks Asti mengulurkan tangannya untuk meraih buku-buku tersebut agar jangan sampai tergelincir jatuh.
Namun karena ternyata Tomi juga bermaksud sama, akibatnya kedua tangan tersebut bertemu di atas tumpukan buku yang sudah berantakan itu.
Posisinya adalah tanganAsti berada di bawah tangan Tomi sehingga lelaki yang sudah sekian lamanya tertarik kepada dosennya yang cantik itu secara otomatis menggerakkan tangannya untuk menggenggam tangan yang berada di bawahnya itu.
Tiba-tiba saja suasana ilmiah yang semula mengudara di sekitar mereka, lenyap!.. Sebagai gantinya tempat itu berubah menjadi sepi namun mengandung suasana magis yang memukau.
Lebih-lebih karena Tomi tidak segera menarik tangannya tetapi bahkan menatap mata Asti dengan pandangan yang menyiratkan perasaannya terhadap gadis itu. Bahkan serat-serat kemesraan tersebar dari kedua belah bola mata lelaki itu.
Darah Asti tersirap. Dadanya berdegup kencang. Sedemikian kuatnya degup jantung itu sehingga akhirnya gadis itu merasa tidak mampu menahan dirinya lebih lama lagi.
Kepalanya tertunduk. Dan karena kepalanya tertunduk, daya pukau yang disebarkan oleh Tomi tadi tidak lagi menerpa matanya. Sebagai akibatnya, otaknya yang semula terfokus oleh suasana, mulai berangsur mencuatkan kekuatannya.
Maka rasionya pun mulai bekerja kembali.
Pelan-pelan Asti lalu menarik tangannya dari genggaman tangan Tomi dan ia lalu menata buku-buku yang saling tumpang tindih itu agar tertata rapi kembali. Namun karena ia tahu bahwa Tomi masih menatapnya, pipinya mulai memerah.
Dan ia menyadarinya karena kedua belah pipinya terasa hangat.
“Saudara….. mau minum apa?” tanyanya untuk menghindari suasana yang mengacaukan akal sehatnya itu.
Tomi mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling.
“Asal tidak merepotkan Ibu…” sahutnya kemudian. “Tentunya ada pembantu rumah tangga kan?”
“Ada.
Tetapi sedang menjenguk saudaranya di Kebayoran Lama…” Asti berkata sambil berdiri.
“Hanya membuatkan es sirup kan tidak repot. Dan sambil menunggu sirup datang, Saudara bisa menyiapkan buku yang Saudara bilang tadi!”
“Ibu yang akan membuatkan minuman untuk saya?” Tomi bertanya lagi. Ada nada sungkan dalam suaranya.
“Ya. Kenapa?”
“Wah, saya tidak enak. Ibu kan dosen saya.
Masa iya membuatkan minum untuk mahasiswanya. Apakah tidak ada orang lain yang bisa di minta tolong untuk membuatkan minumannya?”
“Tidak ada,” Asti menjawab.
“Mereka semua sibuk dengan urusan mereka sendiri. Tetapi hal itu tidak jadi persoalan. Saudara Tomi tidak perlu merasa sungkan.
Duduk sajalah. Membuatkan es sirup untuk tamu bukanlah suatu pekerjaan yang berat!”
Mendengar perkataan Asti, Tomi terpaksa menurut dan membiarkan gadis itu masuk ke rumah.
Tetapi ketika sang nyonya rumah itu lama tidak muncul-muncul, rasa sungkan tadi muncul kembali.
Jangan-jangan sirupnya habis dan Bu Asti membeli sendiri keluar? Ataukah ia enggan menjumpainya lagi karena marah atas kelakuannya menggenggam tangannya tadi?
Padahal sebenarnya Asti sudah selesai membuat sirupnya tetapi sengaja berlama-lama di dapur untuk menenangkan perasaannya yang bergolak.
Sebab sungguh sukar di percaya oleh dirinya sendiri mengapa ia tadi membiarkan tangannya di genggam oleh Tomi dan bahkan dalam peristiwa itu perasaannya bisa terhanyut.
Kemana akal sehatnya tadi? Kemana pula wibawanya sebagai seorang dosen? Bukankah kalau perbuatan Tomi tadi dianggapnya kurang ajar, ia bisa memarahinya dan kalau perlu mengusirnya pergi dari rumah ini?
Asti merasa bingung, malu, bercampur aduk dengan perasaan-perasaan lain yang timbul tenggelam dalam batinnya yang paling dasar.
Yaitu perasaan aneh yang menimbulkan desiran-desiran manis dan yang dapat mengalirkan darahnya menjadi lebih cepat.
Dalam ketidaktahuannya mengenai apa yang sedang dialami oleh Asti itu, Tomi merasah sah-sah saja kalau ia ingin mengetahui apa yang terjadi di dapur sampai Asti tidak juga segera keluar.
Namun pada saat itu, Asti yang sudah berhasil menguasai perasaannya dan mampu menempatkan dirinya kembali sebagai dosen yang dibutuhkan oleh seorang mahasiswa, sedang meletakkan es sirup yang dibuatnya tadi ke atas baki dan langsung dibawanya keluar dapur. Waktu itulah Tomi masuk ke rumah dan melihat Asti membawa baki dan segelas es sirup menuju ke teras.
“Wah, Bu Asti benar-benar repot!” katanya sambil bergegas maju untuk mengambil alih baki yang di pegang oleh gadis itu. “Mari, biar saya yang membawanya, Bu!”
Asti yang tidak mengira Tomi akan menyusulnya masuk, kaget. Betapa pun berhasinya ia mengatur perasaannya, namun keberadaan Tomi di rumahnya itu masih tetap meresahkan dirinya.
Pikirannya juga masih tetap bergelut karena keberadaan lelaki itu sehingga ketika yang dipikirkan itu muncul dengan tiba-tiba, ia kaget. Akhirnya, baki yang dipegangnya bergetar dan miring.
Tentu saja gelas yang ada di atasnya menjadi miring dan isinya muncrat keluar membasahi baki dan sebagian tangannya. Untunglah tidak sampai terjatuh ke lantai karena dengan sigap Tomi segera mengambil alih apa yang sedang diangkat oleh Asti itu.
“Wah, rupanya Ibu kaget melihat saya!” kata Tomi berusaha menguasai keadaan.
“Sebab saya merasa tidak enak Ibu terlalu lama di belakang. Saya pikir, Ibu kehabisan sirup atau apa.
Jadi saya ingin mengatakan kalau tidak apa-apa, air es pun jadilah. Saya tidak ingin merepotkan Ibu!”
Sambil berkata seperti itu, Tomi membawa baki dan es sirup yang isinya tinggal separuh itu ke belakang lagi.
“Saya… tidak merasa repot kok….”Asti yang masih belum mampu menguasai keadaan, menjadi agak gugup. “Biar saja.
Sini…. Saya akan membuatkan es sirup yang baru lagi…”
“Jangan Bu. Biar saya saja yang akan membuat sendiri!”
“Masa tamu membuat minumannya sendiri!”
“Tetapi saya kan murid Ibu!” Tomi menyela bicara Asti sebelum gadis itu selesai bicara.
Sambil berkata seperti itu, Tomi tersenyum manis dan berjalan ke arah dapur, seolah sudah kenal betul letak dapur di rumah ini.
Melihat itu terpaksa Asti menyusulnya. Dan ketika Asti memperhatikan betapa seriusnya Tomi membuat minuman bagi dirinya, gadis itu terpaksa membiarkannya.
Apa lagi botol sirup masih tergeletak di atas meja dapur.
(Hubungan kedua sejoli ini semakin dekat dan mereka tidak menyadari itu.
Pertemuan-pertemuan yang sudah mereka lewati adalah suatu perkenalan yang terus mereka gali antara kepribadian masing-masing.
Tomi masih berada di dapur dengan fokus nya membuat es sirup untuk dirinya.
sangat keren