Alvin sosok pria dingin tak tersentuh telah jatuh cinta pada keponakannya yang sering dipanggilnya By itu.
Sikapnya yang arogan dan possesive membuat Araya sangat terkekang. Apalagi dengan tali pernikahan yang telah mengikat keduanya.
"Hanya aku yang berhak untukmu Baby. Semua atas kendaliku. Kau hanya milikku seorang. Kau tidak bisa lepas dariku sejauh manapun kau pergi. Ini bukan obsesi atau sekedar rasa ingin memiliki. Ini adalah cinta yang didasari dari hati. Jangan salahkan aku menyakiti, hanya untuk memenuhi rasa cinta yang berarti."
-Alvin-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Kalian Memikirkan Hal yang Sama Denganku?
Seorang gadis cantik mengerjapkan matanya hingga terbuka sempurna. kepalanya sedikit berdenyut terasa pusing. Pandangannya menggerayangi ruangan yang begitu asing baginya. Sebuah kamar mewah namun Ia ingat betul bahwa Ia belum pernah kesini sebelumnya. Ia beranjak dari ranjang menuju pintu. Beberapa kali Ia mencoba membuka nya namun tetap tidak bisa. Ia duduk di sofa yang tak jauh dari sana. Suara pintu terbuka, Aya melihat ke arah datangnya suara itu. Sosok wanita dengan dress putihnya masuk sambil membawa nampan.
"Mama." kata itu lolos begitu saja dari mulut Aya.
"Kamu sudah bangun sayang?"
"Bagaimana aku bisa berada di sini?"
"Mama yang jemput kamu. Kamu lupa?"
Aya mencoba mengingat sesuatu. Hanya perdebatannya dengan keluarga yang terakhir kali dia ingat.
"Aku tidak ingat."
"Tidak apa. Makanlah. Mama sendiri yang masak untuk kamu."
Aya tetap diam. Seperti ada yang janggal dengan semua ini.
"Kamu harus minum obat. Jadi harus makan dulu. Mama suapi ya." Kata Mama yang tidak mendapat respon dari anaknya.
Aya makan dengan tenang disuapi Mamanya.
"Mulai sekarang kamu tinggal sama Mama ya. Mama udah minta izin kok sama Nenek kamu."
"Ini dimana? Ini bukan kamar aku di rumah Mama."
"Ini rumah baru kita sayang."
"Rumah baru?" tanya Aya bingung.
"Iya, Rumah khusus Mama bangun untuk kamu."
"Hey sayang sudah bangun." Papa masuk diikuti Adam dan Istrinya di belakang.
Ketiganya langsung memeluk dan mencium kening Aya bergantian.
"Bagaimana keadaan kamu dek?"
"Baik."
"Mau ikut kakak?"
"Kemana?"
"Ada kebun strawberry di belakang."
Aya menganggukkan kepalanya. Adam menggandeng tangan adiknya untuk pergi kesana. "Hati hati Dam. Adik kamu baru bangun."
"Iya Ma."
"Gimana Manis?" tanya Adam menyuapi adiknya.
"Iya." Adam mencubit gemas pipi Aya yang tengah sibuk makan.
"Ini yang tanam siapa?"
"Tukang kebun di rumah."
"Oh."
Papa dan Mama memandang kebersamaan kakak beradik itu dari taman yang tak jauh dari sana. Ada rasa damai di hati mereka dapat berkumpul dengan putrinya. Ia tak akan membiarkan Aya pergi lagi. Ia akan mengikat gadis itu untuk tetap dalam keluarga ini. Berkumpul bersama selayaknya keluarga pada umumnya. Memiliki keluarga kecil yang saling mengisi dan berbagi satu sama lain. Momen yang begitu mereka dambakan. Hari ini telah tiba. Setelah bertahun tahun menanti akhirnya mereka dapat berkumpul bersama. "Tidak akan aku biarkan anakku pergi lagi." Tekad Mama dalam hatinya.
Alvin masih sibuk mencari Aya. Sudah beberapa hari namun belum ada kabar. Ia begitu resah, frustasi dan berantakan. Ia sudah mengerahkan seluruh orang dan mencari ke setiap tempat namun juga belum menemukan. Keadaan semakin kacau. semua sangat terpukul memikirkan dimana keberadaan gadis itu.
Apa sudah makan?, Tidur dimana?, Bersama siapa?, Apakah baik baik saja?. Pertanyaan itu selalu berputar di benak mereka.
"Sudah kamu cari di rumah Mamanya lagi Vin?"
"Sudah berkali kali aku kesana. Kata securitynya mereka sekeluarga sedang ke luar negri."
"Aya tidak membawa obatnya. Bagaimana keadaannya sekarang?" Mommy mulai meneteskan air matanya lagi.
"Ada yang janggal." Kata Daddy.
"Mereka pasti mendengar kabar tentang Aya yang hilang. Tapi sampai saat ini mereka tidak ada usaha untuk mencari atau sekedar bertanya."
"Jangan jangan.." Alvin mulai menduga duga.
"Apa kalian memikirkan hal yang sama denganku?" tanya Alvin dan dijawab anggukan oleh mereka.
"Jangan ganggu adikmu Dam. Dia baru saja tidur." Tegur Mama pada Adam yang sedari tadi mengusap hidung mancung Aya.
"Iya Ma. Tadi aku juga sudah bilangin." Timpal Zahwa.
"ungh...." Lenguh Aya terbangun dari tidurnya.
"Kamu Dam. Lihat adik kamu bangun tuh. Tidur lagi sayang." Kata Papa mengusap kepala Aya lembut.
Aya mendudukkan dirinya. Beberapa hari tinggal disini ingatannya tentang hal janggal itu belum muncul juga.
"Ma."
"Ya sayang."
"Aku pengen ramen."
"Ayo kakak bikinin."
"Iya." Zahwa menggandeng tangan Aya menuju dapur.
"Duduk di sini ya. Kakak bikinin sebentar."
"Iya."
"Kamu suka makan ramen?"
"Iya, tapi Om gak ngebolehin."
"Kenapa?"
"Nggak sehat katanya."
"Iya benar juga sih. Asalkan makannya nggak berlebihan tidak apa."
"Ini sudah jadi. Silahkan dimakan." Zahwa menyajikan ramennya di depan Aya.
"Terimakasih."
"Sama sama sayang." kata Zahwa mengelus lembut pipi Aya.
"Kakak nggak makan?"
"Kamu aja. Kakak masih kenyang." Jawab Zahwa tersenyum. Entah mengapa ia begitu menyayangi iparnya itu seperti adik kandungnya sendiri. Ada rasa nyaman jika bersama Aya. Ia ingin tetap bersama gadis itu, ada rasa tak rela jika harus berpisah.
"Sayang. Belum selesai juga makannya?"
"Belum Ma."
"Lanjutkan. Mama tungguin kamu. Mama mau ajak kamu jalan jalan."
"Kemana?"
"Hanya di sekitar sini. Udaranya segar, kamu pasti suka. Papa sama kak Adam sudah menunggu di depan."
Aya mempercepat makannya.
"Sudah selesai. Ayo."
Mama menggandeng tangan Aya mengajaknya berjalan bersama.
Kelima orang itu sedang berjalan kaki menikmati udara sejuk yang begitu menenangkan.
Mama tak melepaskan genggaman tangannya. Ia begitu menikmati setiap detik waktu bersama putrinya.
"Ma aku boleh pinjam ponsel?"
"Mau apa?"
"Mau telfon Daddy."
"Mama nggak bawa sayang. Disini tidak ada sinyal makannya kita tidak ada yang bawa ponsel." Bohong Mama. Ia tak mau mereka menemukan keberadaan Aya. Ia tak mau lagi berpisah dengan putrinya. "Mama nanti tidur sama kamu ya."
"Iya." Mama memeluk Aya erat.
"Terimakasih."
"Ayo jalan Ma. Aku pengen kesana."Tunjuk Aya pada kebun jeruk yang berbuah lebat.
"Iya."
"Ini boleh di petik?"
"Lakukan apapun yang kamu suka sayang. Semuanya milik kamu." Kata Papa.
"Sini kakak pegangin keranjangnya."
"Iya."
Mereka duduk melingkar di bangku yang tersedia di kebun dengan meja di tengahnya.
"Sini Mama kupasin." Mama mengupas jeruk dan menyuapi Aya.
Aya meringis sambil memejamkan matanya.
"Asem banget."
"Iyakah. Maaf sayang. Mama kupasin yang lain."
"Kalo yang ini manis."
"Kok beda ya. padahal pohon sama warnanya juga sama."
"Yang Asem tadi yang petik kakak. Kalo yang manis ini yang petik aku."
"Bisa aja kamu." Adam mencubit hidung Aya gemas sampai memerah.
"Ih sakit tau."
"Dam." Tegur Papa.
"Maaf maaf." Adam mengusap hidung adiknya pelan.
'Biarkan dia terus bersamaku. Selamanya bersamaku. Dia putriku. Dia milikku. Tak akan kubiarkan siapapun mengambilnya dariku.'
Batin Mama menikmati kebersamaan mereka.