No action
No romansa
Masuk ke dalam novel❎
Melompati waktu karena penyesalan dan balas dendam ❎
Orang stress baru bangun✅
*****
Ini bukan kisah tentang seorang remaja di dunia modern, ini kisah pangeran tidur di dunia fantasi yang terlahir kembali saat ia tertidur, ia terlahir di dunia lain, lalu kembali bangun di dunianya.
-----------------
"Aku tidak ingin di juluki pangeran tidur! Aku tidak tidur! Kau tau itu?! Aku tidak bisa bangun karena aku berada di dunia lain!" -Lucas Ermintrude
******
Lucas tidak terima dengan julukan yang di berikan oleh penulis novel tanpa judul yang sering ia baca di dunia modern, ia juga tidak ingin mati di castil tua sendirian, dan ia juga tidak mau Bunda nya meninggal.
-------------------
"Ayah aku ingin melepaskan gelar bangsawan ku, aku ingin bebas."-Lucas Ermintrude
"Tentu saja, tidak."-Erick Hans Ermintrude
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lucapen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27
Liam mengerjap, napasnya masih berat setelah ledakan kegelapan itu. Suara demon yang bergema di kepalanya mulai mereda, tapi hawa dingin yang ditinggalkan masih menusuk tulangnya. Di tengah kekacauan itu, pandangannya langsung tertuju pada Lucas.
Tubuh pangeran itu terkulai lemas dalam dekapan Kaisar. Napasnya pendek, wajahnya lebih pucat dari sebelumnya. Namun, yang paling mengganggu adalah bagaimana Lucas tidak bereaksi sedikit pun saat Kaisar mengangkatnya.
Seolah-olah... ia bukan hanya pingsan.
Liam mencoba melangkah mendekat, tapi tatapan tajam Kaisar menghentikannya di tempat.
“Jangan ikut campur.”
Suara Kaisar datar, tapi penuh otoritas. Dalam sekejap, beberapa prajurit muncul, berdiri di antara Liam dan Kaisar, seakan memastikan ia tidak bisa mendekat lebih jauh.
Liam mengepalkan tangannya. “Yang Mulia, saya harus memastikan keadaannya—”
“Dia adalah putraku.” Kaisar memotongnya. “Aku yang akan mengurusnya.”
Kata-kata itu seharusnya cukup untuk menghentikan siapa pun, tapi ada sesuatu dalam nada suara Kaisar yang membuat perut Liam terasa tidak nyaman. Ia ingin membantah, tapi sebelum bisa mengatakan apa pun, Kaisar sudah berbalik, membawa Lucas pergi.
Liam hanya bisa menatap punggung Kaisar yang semakin menjauh, dengan pangeran yang kini tak sadarkan diri dalam pelukannya.
****
Kembali ke istana, Liam tidak bisa duduk diam.
Lucas telah dibawa langsung ke ruang pribadi Kaisar, dan tidak ada satu pun tabib istana yang diperbolehkan masuk. Itu sudah cukup untuk membuat Liam gelisah.
Sesuatu sedang terjadi.
Tapi tidak ada yang mau memberitahunya apa.
Liam menghabiskan waktu di luar ruang kerja Kaisar, menunggu dengan cemas, tapi tidak ada tanda-tanda siapa pun keluar atau masuk. Para prajurit yang berjaga juga hanya diam, seakan sudah diberi perintah untuk tidak membuka mulut.
Hingga akhirnya, suara langkah kaki terdengar.
Ethan.
Profesor itu berjalan dengan tenang, matanya menyapu sekeliling sebelum akhirnya berhenti di depan Liam. Senyumnya tipis, tapi ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Liam ingin menghunus pedang.
“Kau sepertinya gelisah,” kata Ethan, suaranya tenang. “Khawatir soal Lucas?”
Liam tidak menjawab.
Ethan mendekat, tangannya bersedekap. “Kau tahu, ini bukan pertama kalinya dia mengalami hal seperti ini.”
Liam menegang. “Apa maksudmu?”
Ethan tersenyum tipis. “Lucas... tidak seperti yang kau kira.”
Kata-kata itu membuat darah Liam berdesir.
Namun sebelum ia bisa bertanya lebih jauh, pintu ruang kerja Kaisar terbuka.
Kaisar melangkah keluar, dan Lucas—yang kini sadar—berjalan di belakangnya.
Tapi ada sesuatu yang salah.
Lucas tidak terlihat seperti dirinya yang biasa. Ia berdiri tegak, tapi matanya kosong. Wajahnya pucat, ekspresinya tanpa emosi.
Seolah... ia bukan lagi Lucas yang Liam kenal.
Kaisar menatap Liam sejenak, sebelum berkata dengan nada datar, “Pulanglah. Lucas butuh istirahat.”
Liam ingin membantah, ingin bertanya apa yang sebenarnya terjadi, tapi tatapan Kaisar membuatnya terdiam.
Dan ketika matanya bertemu dengan mata Lucas...
Untuk pertama kalinya, Liam merasa seperti sedang menatap seseorang yang benar-benar asing.
Liam mengerutkan kening. Lucas menatapnya sebentar, tapi tatapannya kosong—tidak ada sedikit pun kilasan emosi yang biasa terlihat di sana.
Ada yang tidak beres.
Tapi sebelum Liam bisa mengatakan apa pun, Kaisar sudah berjalan pergi, dan Lucas mengikutinya tanpa sepatah kata pun, seperti boneka yang dikendalikan tali tak kasatmata.
Liam mengepalkan tangan. Ia ingin menghentikan mereka, ingin menarik Lucas dan bertanya apa yang terjadi, tapi ia tahu Kaisar tidak akan membiarkannya.
Dan lebih dari itu—Lucas sendiri bahkan tidak terlihat seperti ingin melawan.
****
Malam itu, Liam tidak bisa tidur.
Setiap kali ia menutup mata, yang terlintas hanyalah tatapan kosong Lucas.
Itu bukan pertama kalinya ia melihat Lucas dalam kondisi buruk—pangeran itu sering sakit dan lemah. Tapi kali ini berbeda. Bukan hanya tubuhnya yang terlihat lelah. Jiwanya ... seakan menghilang.
Liam tahu Kaisar menyembunyikan sesuatu.
Tapi apa?
Pikiran itu terus berputar-putar di kepalanya sampai akhirnya ia memutuskan untuk bertindak.
Dengan langkah hati-hati, Liam menyelinap keluar dari kamarnya dan berjalan menuju istana tempat Lucas seharusnya berada. Ia menghindari penjaga dengan mudah, berkat pengalaman bertahun-tahun dalam pelatihan.
Namun, saat ia sampai di depan pintu kamar Lucas, sesuatu menghentikannya.
Bukan suara langkah kaki penjaga.
Bukan pula ancaman dari luar.
Melainkan... suara Lucas sendiri.
Lirih.
Pelan.
Dan terdengar seperti seseorang yang berbicara pada dirinya sendiri.
Liam merapatkan tubuhnya ke dinding, mencoba mendengar lebih jelas.
“Aku ... siapa?”
Jantung Liam berdegup kencang.
“Apa yang aku lakukan di sini?”
Suara Lucas terdengar goyah.
“Aku ... Lucas ... bukan?”
Ada keheningan panjang.
Liam menahan napas.
Lalu, suara itu terdengar lagi— lembut, hampir seperti bisikan.
“Tapi kenapa aku merasa seperti ... aku seharusnya tidak ada di sini?”
Liam merasakan hawa dingin menjalar di punggungnya.
Lucas terdengar... bukan seperti dirinya sendiri.
Liam hampir saja mengetuk pintu, tapi tangannya terhenti di udara.
"Aku seharusnya tidak ada di sini..." Lucas mengulanginya, suaranya lebih pelan, hampir seperti gumaman. "Aku seharusnya tidak ada di sini..."
Liam mengerutkan kening.
Lucas pernah berbicara dengan nada dingin, sinis, atau sarkastik. Tapi suara yang ia dengar sekarang bukanlah salah satu dari itu. Itu suara seseorang yang tersesat—seseorang yang tidak tahu di mana ia berada.
Liam meraih gagang pintu, tapi sebelum ia bisa membukanya, langkah kaki terdengar di lorong.
Dengan cepat, Liam menempel ke dinding, bersembunyi di balik bayangan.
Pintu kamar Lucas terbuka.
Seseorang masuk.
Liam menahan napas saat melihat siapa yang berdiri di ambang pintu.
Kaisar.
Pria itu berdiri di sana, menatap Lucas yang duduk di ranjangnya. Mata Lucas kosong, kulitnya pucat, dan ia bahkan tidak menoleh ketika Kaisar masuk.
"Lihat aku," perintah Kaisar.
Lucas tidak bergerak.
Kaisar mendekat, lalu mengangkat dagu Lucas dengan jarinya.
"Lihat aku, Lucas."
Perlahan, mata Lucas terangkat.
Liam tidak bisa melihat ekspresinya dengan jelas, tapi sesuatu di dalam dirinya mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah.
Lucas menatap Kaisar seolah-olah... ia tidak mengenalinya.
".... Siapa kau?"
Liam membelalakkan mata.
Kaisar terdiam. Rahangnya mengeras, dan matanya menyipit tajam.
Lalu, tanpa peringatan, ia menarik Lucas ke dalam pelukannya.
Lucas tidak bereaksi.
Ia hanya diam, duduk di sana, membiarkan dirinya dipeluk.
Liam merasakan sesuatu yang aneh di dadanya.
Kaisar terlihat seperti seseorang yang baru saja kehilangan sesuatu yang sangat berharga— dan sedang berusaha keras untuk tidak menunjukkannya.
Lucas tetap diam dalam pelukan Kaisar, tidak bergerak sedikit pun.
Di luar kamar, Liam menahan napas.
Lucas benar-benar tidak bereaksi. Bahkan untuk seseorang yang selalu dingin dan apatis seperti dia, ini terasa... aneh.
Setelah beberapa saat, Kaisar perlahan melepaskan pelukannya. Ia menatap wajah Lucas lekat-lekat, seakan mencari sesuatu di dalam mata anaknya.
“Kau tahu siapa aku?” Kaisar bertanya lagi, suaranya lebih lembut kali ini.
Lucas mengerjap. Bibirnya sedikit terbuka, seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada suara yang keluar.
Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, akhirnya Lucas menggeleng pelan.
Liam merasakan sesuatu mencengkeram dadanya.
Lucas benar-benar tidak mengenali ayahnya.
Kaisar tidak langsung bereaksi. Ekspresinya tetap tenang, tapi kepalan tangannya di sisi tubuhnya sedikit bergetar.
".... Aku ayahmu," katanya pelan.
Lucas tidak menjawab. Ia hanya menunduk, menatap tangannya sendiri.
"Lucas." Kaisar meraih dagu anaknya lagi, memaksanya menatap ke arahnya. "Apa kau tahu siapa dirimu sendiri?"
Lucas membuka mulut, tapi kali ini suaranya terdengar kosong.
".... Lucas?"
Liam mengepalkan tangannya.
Lucas tidak yakin dengan namanya sendiri.
Ada sesuatu yang salah.
Dan Kaisar tahu itu.
Namun, alih-alih menunjukkan kepanikan, Kaisar justru berdiri. Tanpa ragu, ia mengangkat tubuh Lucas ke dalam gendongannya.
Lucas tidak melawan. Tidak bertanya. Tidak menunjukkan reaksi apa pun.
Kaisar menoleh ke arah pintu.
"Liam."
Liam terkejut.
Jadi, sejak tadi Kaisar tahu dia ada di sana?
Kaisar melangkah mendekat, dan saat melewatinya, ia berkata dengan suara rendah, “Jangan beri tahu siapa pun.”
Liam menegang.
Kaisar tidak menjelaskan lebih lanjut. Ia hanya terus berjalan, membawa Lucas pergi bersamanya.
Liam tetap berdiri di tempatnya, membeku.
Ia tidak tahu apa yang baru saja terjadi.
Tapi satu hal yang pasti—Lucas bukan hanya pingsan biasa. Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi.
[TBC]