Di dermaga Pantai Marina, cinta abadi Aira dan Raka menjadi warisan keluarga yang tak ternilai. Namun, ketika Ocean Lux Resorts mengancam mengubah dermaga itu menjadi resort mewah, Laut dan generasi baru, Ombak, Gelombang, Pasang, berjuang mati-matian. Kotak misterius Aira dan Raka mengungkap peta rahasia dan nama “Dian,” sosok dari masa lalu yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan. Di tengah badai, tembakan, dan pengkhianatan, mereka berlomba melawan waktu untuk menyelamatkan dermaga cinta leluhur mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Vicky Nihalani Bisri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CH - 19 : Hari yang Dinanti
Hari yang dinanti akhirnya tiba. Langit Semarang pagi itu terlihat cerah dengan sedikit awan tipis yang berarak lembut, memberikan suasana yang sempurna untuk pernikahan Aira dan Raka.
Taman kecil di daerah Gedong Songo yang mereka pilih sebagai lokasi acara tampak memukau, gazebo di tengahnya dihiasi dengan bunga melati dan kamboja, tenda transparan kecil melindungi area tempat duduk tamu, dan lampu-lampu gantung kecil sudah dipasang untuk memberikan suasana romantis saat malam tiba.
Aroma bunga bercampur dengan udara segar pegunungan, menciptakan suasana yang hangat dan intim, sesuai dengan impian mereka.Aira berdiri di sebuah ruangan kecil di dekat taman, yang disulap menjadi ruang persiapan untuk pengantin.
Dia mengenakan gaun putih gading sederhana dengan aksen renda di lengan dan pinggang, sesuai pesanannya dari Bu Sari.
Bordir bunga melati di bagian bawah gaun menambah kesan anggun tanpa terlihat berlebihan.
Rambutnya ditata setengah diikat dengan aksen bunga kecil, dan dia memandang dirinya di cermin, merasa jantungnya berdegup kencang. Nadia, yang menjadi pendamping Aira hari ini, berdiri di sampingnya, tersenyum lebar sambil memperbaiki veil tipis yang menutupi kepala Aira.
“Aira, kamu cantik banget,” kata Nadia, matanya berkaca-kaca.
“Aku tahu hari ini bakal jadi momen yang indah buat kamu sama Raka. Aku… aku bangga banget sama kamu.” Aira tersenyum, air mata haru menggenang di matanya.
“Makasih, Mbak Nadia. Aku… aku enggak nyangka bakal sampe di hari ini. Aku deg-degan banget, tapi aku juga bahagia,” katanya, suaranya gemetar.
Sementara itu, Raka bersiap di ruangan lain, mengenakan kemeja putih gading dengan vest biru laut yang matching dengan tema pernikahan mereka.
Dia tampak gagah tapi sederhana, sesuai dengan kepribadiannya. Kakaknya, Lisa, membantu memasangkan boutonniere kecil dari bunga melati di saku vest-nya, sambil tersenyum penuh kebanggaan.
“Raka, kamu ganteng banget hari ini. Aira pasti bakal terpesona liat kamu,” kata Lisa, nadanya penuh godaan.
Raka tersenyum malu, tangannya sedikit gemetar saat memperbaiki posisi vest-nya.
“Makasih, Kak. Aku… aku nervous banget, Kak. Aku takut aku salah ngomong pas bilang janji nikah nanti,” katanya, tertawa kecil untuk menyembunyikan rasa gugupnya.
Lisa tertawa, memeluk adiknya dengan hangat.
“Kamu enggak bakal salah, Raka. Aku tahu kamu sayang banget sama Aira, dan itu yang paling penting. Aku seneng banget liat kamu bahagia,” katanya, suaranya penuh kelembutan.
Acara dimulai tepat pukul 10 pagi. Tamu-tamu yang hadir, keluarga dekat, teman-teman dari komunitas penulis Aira, dan beberapa klien Raka, duduk di kursi-kursi kayu yang disusun rapi di bawah tenda transparan.
Band akustik kecil yang mereka sewa mulai memainkan lagu “Can’t Help Falling in Love” dengan lembut, menciptakan suasana yang penuh cinta.
Ibu Raka dan Bapak duduk di barisan depan, tersenyum penuh haru, sementara beberapa teman Aira dari masa kuliah, termasuk Mira, juga hadir dengan senyum lebar.
Raka berdiri di depan gazebo, tangannya sedikit berkeringat saat menunggu Aira. Begitu pintu ruangan persiapan terbuka, semua mata tertuju pada Aira yang melangkah perlahan, didampingi oleh Nadia.
Gaunnya berkibar lembut ditiup angin, dan wajahnya yang tersenyum penuh kebahagiaan membuat semua orang terpesona.
Raka menatap Aira dengan mata berkaca-kaca, jantungnya berdegup kencang saat melihat wanita yang akan menjadi istrinya itu berjalan mendekat.
Aira sampai di depan Raka, tangannya gemetar saat Nadia menyerahkan tangannya ke Raka.
“Kamu… kamu cantik banget, Aira,” bisik Raka, suaranya serak karena haru.
Aira tersenyum, air mata bahagia mengalir di pipinya.
“Kamu juga ganteng banget, Raka. Aku… aku seneng banget kita akhirnya sampe di sini,” balasnya, suaranya gemetar.
Pernikahan mereka berlangsung dengan sederhana tapi penuh makna. Seorang penghulu memimpin prosesi ijab kabul, dan Raka mengucapkan janji nikah dengan suara yang sedikit bergetar tapi penuh keyakinan.
“Saya terima nikahnya Aira Putri dengan mas kawin tersebut, tunai,” ucapnya, diiringi sorak kecil dari tamu-tamu yang hadir.
Aira tersenyum lebar, merasa ada kebahagiaan yang meluap di hatinya saat Raka resmi menjadi suaminya.
Setelah ijab kabul, mereka mengucapkan janji pernikahan yang mereka tulis sendiri. Raka memulai lebih dulu, memandang Aira dengan mata penuh cinta.
“Aira, kamu adalah hujan yang dateng di hidupku pas aku lagi kering. Kamu bikin aku hidup lagi, bikin aku percaya sama cinta, sama mimpi. Aku janji bakal sayang sama kamu, lindungin kamu, dan dukung semua impianmu, enggak peduli apa pun yang terjadi. Aku… aku bakal jadi suami yang bikin kamu bahagia setiap hari,” katanya, suaranya penuh emosi.
Aira menangis mendengar janji Raka, tangannya gemetar saat dia mulai berbicara.
“Raka, kamu adalah dermaga yang selalu jadi tempat aku pulang. Kamu bikin aku percaya sama diri aku sendiri, bikin aku berani ngejar mimpi aku. Aku janji bakal sayang sama kamu, nemenin kamu di setiap langkah, dan jadi istri yang bikin kamu merasa dicintai setiap hari. Aku… aku sayang kamu, Raka,” katanya, suaranya penuh haru.
Tamu-tamu yang hadir bertepuk tangan, banyak yang menyeka air mata haru setelah mendengar janji mereka.
Ibu Raka memeluk Bapak, tersenyum penuh kebahagiaan, sementara Nadia dan Mira saling melirik, tersenyum penuh kebanggaan melihat Aira menemukan kebahagiaannya.
Acara dilanjutkan dengan makan siang bersama. Meja-meja kayu dihiasi dengan taplak putih sederhana, dan makanan tradisional yang mereka pilih, nasi liwet, sate ayam, tempe mendoan, dan sayur asem, disajikan dengan hangat.
Tamu-tamu menikmati makanan sambil mengobrol santai, suasana terasa seperti reuni keluarga besar yang penuh kehangatan.
Band akustik memainkan lagu-lagu lembut, termasuk “Perfect” dari Ed Sheeran, yang menjadi salah satu lagu favorit Aira dan Raka.
Setelah makan, Aira dan Raka memotong kue pernikahan mereka, kue tradisional dengan lapisan klepon yang mereka pilih, dihiasi dengan bunga-bunga kecil yang bisa dimakan.
Mereka saling menyuapi dengan tawa kecil, dan para tamu bertepuk tangan, beberapa bahkan menggoda mereka untuk berciuman. Raka tersenyum malu, lalu mencium pipi Aira dengan lembut, membuat wajah Aira memerah dan para tamu bersorak kecil.
Sore menjelang malam, suasana menjadi lebih romantis dengan lampu-lampu gantung yang mulai menyala.
Aira dan Raka membuka sesi dansa pertama mereka sebagai pasangan suami istri, menari perlahan di bawah gazebo dengan lagu “Lover” dari Taylor Swift yang dimainkan oleh band. Aira bersandar di dada Raka, merasa ada kedamaian yang melingkupi mereka.
“Raka… aku bahagia banget hari ini. Aku… aku ngerasa ini momen paling indah dalam hidupku,” bisik Aira, suaranya lembut.Raka tersenyum, mencium kening Aira dengan penuh kasih.
“Aku juga, Aira. Aku… aku janji bakal bikin momen-momen indah kayak gini terus buat kamu. Aku sayang kamu, istriku,” katanya, suaranya penuh cinta.
Mereka menari dalam diam yang nyaman, dikelilingi oleh cinta dari keluarga dan teman-teman mereka.
Malam itu, setelah acara selesai, Aira dan Raka duduk di gazebo, tangan mereka bergandengan erat, menatap langit Semarang yang dipenuhi bintang.
Aira memandang gelang di pergelangannya, gelang yang Raka berikan dulu, dan tersenyum kecil.
“Raka… semua dimulai dari hujan, dari dermaga, dan sekarang kita di sini. Aku… aku bersyukur banget bisa bareng kamu,” katanya, suaranya penuh rasa syukur.
Raka tersenyum, memeluk Aira erat.
“Aku juga, Aira. Aku… aku bersyukur hujan bawa kamu ke hidupku. Sekarang, kita mulai bab baru bareng, bab yang bakal kita isi dengan cinta, tawa, dan semua impian kita. Aku sayang kamu, selamanya,” katanya, nadanya penuh janji.
Di bawah langit malam yang indah, Aira dan Raka saling berpelukan, merasa bahwa hari yang mereka nanti ini bukan akhir dari cerita mereka, melainkan awal dari petualangan baru, petualangan sebagai suami istri, dengan cinta sebagai kompas yang akan membimbing mereka.
padahal niatnya ya itu author bikin cerita yang bisa nyentuh, memaknai setiap paragraf, enggak sekedar cerita dan bikin plot... kamu tahu, aku bikin jalan cerita 3 hari itu menghabiskan 15 bab 🤣🤣
mampir bentar dulu yaa... lanjut nanti sekalian nunggu up 👍
jgn lupa mampir juga di 'aku akan mencintaimu suamiku' 😉