Lareyna adalah istri yang semena-mena pada suaminya karena selama ini dia mengira suaminya menikahinya hanya karena bisnis.
Sebuah kesalahpahaman terjadi antara mereka hingga hubungan mereka semakin jauh padahal sudah berlangsung selama tiga tahun.
Hingga sebuah insiden terjadi, Ayden menyelamatkannya dan menukar nyawanya demi keselamatan Lareyna. Di ujung kebersamaan mereka Lareyna baru tahu kalau Ayden selama ini mencintainya.
Dia menyesal karena sudah mengabaikan Ayden, andai ada kesempatan kedua dia ingin memperbaiki semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vicka Villya Ramadhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dingin
Lareyna menggigit bibirnya saat pengacara Kaito mulai mengeluarkan beberapa berkas dari dalam tas kerjanya. Dia ingat betul apa yang terjadi hari ini, pengacara Kaito datang untuk membawakan ….
“Surat perjanjian cerai? Apa maksudnya ini?” tanya Ayden begitu dia membaca berkas yang dibuka oleh pengacara Kaito.
Pengacara Kaito tersenyum tipis lalu dia mengangguk. “Benar Tuan Ayden. Ini adalah berkas yang diminta oleh Nona–ah maksud saya Nyonya Lareyna kemarin. Anda bisa membacanya lebih dulu Nyonya,” ucap pengacara Kaito.
Tidak perlu, itu sangat tidak perlu karena walau sudah tiga tahun berlalu tetapi dia masih ingat seperti apa isi dari perjanjian itu.
Tetapi tunggu dulu … bukankah tiga tahun yang lalu kejadian ini sudah pernah terjadi sebelumnya? Lareyna masih ingat saat itu Ayden memang sekaget ini, apalagi dia tahu isi perjanjian itu adalah mereka akan bercerai jika dalam satu tahun Lareyna tidak kunjung hamil. Dia memang tidak hamil karena Ayden tidak menyentuhnya sama sekali. Yang membuat mereka bertahan sampai di tahun ketiga semua karena Jonathan yang tidak mengizinkan mereka bercerai.
Lareyna juga ingat, Ayden tidak mau menandatangani surat perjanjian itu sampai di tahun ketiga. Dia diam-diam tersenyum tipis karena tahu kalau Ayden akan menolak perjanjian ini. Lareyna sudah menyusun rencana untuk menyobek kertas perjanjian sialan itu hingga menjadi potongan-potongan kecil setelah pengacara pulang.
Sambil melamun mengingat semua itu dan pura-pura membaca surat perjanjiannya, Lareyna tidak sadar wajah Ayden sudah berubah menjadi begitu suram. Lelaki baik yang membuat Lreyna mendapatkan kesempatan untuk mengulang hidupnya ini sudah membaca sampai habis isi surat perjanjian itu.
“Di mana aku harus menandatanganinya?”
Pertanyaan Ayden langsung menarik Lareyna ke alam sadarnya. Dia menatap Ayden dengan penuh tanya. Dia cukup kaget saat mendapati tatapan dingin dari suaminya ini. Bukankah belum ada lima menit berlalu Ayden masih menatapnya penuh cinta?
“Ma–maksud kamu apa, Ayden?”
“Bukankah sudah jelas kamu membuat surat penjanjian ini dengan pengacara? Aku akan menandatanganinya, Lareyna. Pengacara Kaito, berikan aku bolpoinnya,” jawab Ayden.
Pengacara Kaito langsung memberikan benda itu pada Ayden dan dengan sedikit kasar Ayden merebut kertas itu dari tangan Lareyna yang tak sempat dipertahankan oleh gadis itu. Dengan cepat Ayden membubuhkan tanda tangannya kemudian dia berdiri dan berkata, “Kalau nggak ada urusan lagi aku akan pamit. Aku harus ke kantor, permisi.”
Lareyna terpaku di tempatnya duduk sambil menatap punggung Ayden yang makin menjauh. Pengacara Kaito juga langsung berpamitan tanpa sempat Lareyna mencegahnya.
Lareyna terlalu terkejut dengan apa yang terjadi barusan. Dalam kejadian tiga tahun lalu Ayden bahkan keberatan menandatangani perjanjian sialan itu. Tetapi mengapa di kehidupan ini dia langsung menandainya?
Atau … jangan-jangan ada bagian yang berubah? Apakah alurnya menjadi berubah sejak dia kembali pada masa ini? Membayangkannya saja sudah membuat Lareyna gemetar. Dia tidak siap menerima kebencian dari Ayden. Dia tidak mau tidak disukai lagi oleh lelaki yang mencintainya sampai napas terakhirnya itu.
Buru-buru Lareyna mengejar Ayden, dia harus meluruskan kesalahpahaman ini. Dia tidak mau kehidupan manis setelah patah hati yang panjang itu kembali terulang. Dia terlahir kembali untuk memperbaiki kesalahannya.
“Ayden, apa kamu marah padaku?”
Ayden yang baru saja mengancing kemejanya itu menatap Lareyna dari pantulan cermin. Gadis itu berdiri di belakangnya dan hampir tidak terlihat karena tubuhnya yang cukup besar menutupi tubuh mungil istrinya.
“Nggak, aku nggak marah sama kamu. Aku sangat mencintai kamu sehingga aku mengabulkan permintaanmu itu. Bukankah aku selalu ingin kamu bahagia, kamu akan bahagia jika berpisah denganku maka aku akan mengabulkannya. Nggak masalah, aku akan senang kalau kamu senang.”
Mata hazel dengan bulu lentik itu mengerjap. “Tapi aku nggak bahagia dengan itu. Aku nggak bermaksud membuatnya.”
Dari pantulan cermin Ayden menatap Lareyna dengan begitu suram. “Nggak masalah, Lareyna. Aku nggak akan marah untuk keputusanmu. Aku tahu kamu nggak mungkin bersungguh-sungguh dengan pernikahan ini jadi aku mengabulkan permintaanmu itu.”
Ayden melirik jam di pergelangan tangannya lalu dia berbalik. “Aku harus ke kantor. Jika kamu ingin pergi ke kampus aku nggak bisa mengantar karena hari ini ada rapat penting di kantor. Ah ya, kamu bisa meminta dia menjemputmu.”
“Dia?” Lareyna membeo.
Ayden mengangguk. “Morgan Frederick.”
Tubuh Lareyna bagai membeku di tempatnya berdiri. Ayden bahkan melewatinya begitu saja dan meninggalkan hawa dingin yang sangat menusuk di hati Lareyna.
Hingga suara mesin mobil itu berbunyi dan menjauh pergi dari halaman rumah, Lareyna baru mendapati kesadarannya.
“Nggak, aku nggak mau Ayden berubah. Aku harus meluruskannya. Aku akan mengejar Ayden sampai ke kantor.”
Lareyna segera bersiap. Dia juga akan pergi dengan menggunakan taksi. Setelah itu dia akan ke kampus lalu memutuskan hubungannya dengan Morgan.
Sesampainya di perusahaan, Lareyna langsung menanyakan pada resepsionis di mana rapat dilaksanakan. Namun sayang dia tidak mendapatkan informasi tersebut karena resepsionis baru ini tidak mengenali sosok Lareyna sebagai anak dari Jonathan Thompson.
“Aku akan memecatmu setelah ini,” ucap Lareyna dengan penuh permusuhan.
“Aku sama sekali nggak takut. Sudah begitu banyak yang datang dan mengaku memiliki kepentingan dengan Tuan Ayden, aku nggak akan tertipu dengan wajah cantikmu itu. Hari ini Tuan Ayden ada urusan penting, kamu jangan mengganggunya,” ucap resepsionis itu.
Lareyna ingin berlari masuk tetapi langsung ditahan oleh wanita itu. Dalam hati dia mengumpat karena petugas keamanan tidak berada di tempatnya untuk membantunya. Sialnya lagi dia begitu jarang ke kantor ini sehingga tak banyak yang mengenalinya sebagai anak pemilik dari perusahaan.
Sungguh lucu, dia dicegat di kantor miliknya sendiri. Saat dalam situasi tegang, mata Lareyna tak sengaja menangkap sosok Ayden yang sedang berjalan bersama beberapa orang pria sambil mengobrol serius.
“Ayden …! Hallo, Ayden … di sini. Aku di sini. Aku nggak diizinin masuk untuk bertemu kamu. Tolong aku dan segera pecat resepsionis ini!” teriak Lareyna.
Ayden menoleh tetapi dia sama sekali tidak menanggapi. Dia kembali sibuk dengan kliennya tersebut dan mereka langsung pergi hingga membuat Lareyna ditertawakan oleh resepsionis tersebut.
“Pergilah. Tuan Ayden nggak kenal kamu gadis kecil.”
Lareyna ingin mengumpat tetapi dia memilih pergi. Nanti dia akan datang lagi untuk balas dendam. Saat dia memutuskan pergi, ternyata Ayden datang dan langsung memanggilnya.
Lareyna menoleh dengan senang dan berbalik ke arah Ayden dan resepsionis itu.
“Dia istriku,” ucap Ayden yang mengejutkan resepsionis tersebut. “Dia adalah putri tuan Jonathan Thompson. Pewaris perusahaan Thompson. Kamu dipecat!” ucap Ayden lagi.
Lareyna menatap remeh pada resepsionis yang hampir menangis itu. Dia memohon maaf pada Lareyna tetapi Lareyna tidak peduli. Dia menggandeng tangan Ayden dan mengajaknya pergi ke ruangan suaminya itu.
Baru beberapa langkah menjauh, Ayden melepaskan genggaman tangan Lareyna hingga gadis itu merasa kehilangan.
“Lain kali hadapi masalahmu sendiri. Aku nggak ingin memecat banyak karyawan hanya karena tinggkah konyolmu itu,” ucap Ayden begitu dingin lalu dia meninggalkan Lareyna yang mematung di tempatnya berdiri.