Setelah dikhianati sang kekasih, Embun pergi ke kota untuk membalas dendam. Dia berusaha merusak pernikahan mantan kekasihnya, dengan menjadi orang ketiga. Tapi rencanya gagal total saat Nathan, sang bos ditempatnya kerja tiba tiba menikahinya.
"Kenapa anda tiba-tiba memaksa menikahi saya?" Embun masih bingung saat dirinya dipaksa masuk ke dalam KUA.
"Agar kau tak lagi menjadi duri dalam pernikahan adikku," jawab Nathan datar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERTAMA
Embun memukul punggung Nathan dengan kuat saat pria itu menggigit bibirnya. Sumpah, rasanya perih sekali. Dan benar saja, saat pagutan bibir mereka terlepas, Embun mendapati ada darah dijarinya yang baru saja dia gunakan untuk menyentuh bibir.
Nathan melongo, dia tak menyangka jika gigitannya sampai membuat bibir Embun berdarah. Ini ciuman pertama bagi Nathan. Dia memang masih belum berpengalaman.
Dari yang dia dengar, salah satu cara agar pasangan mau membuka mulut, adalah dengan cara menggigitnya. Tapi dia tak mengira jika gigitannya sedikit keterlaluan.
Nathan berjalan menuju mejanya untuk mengambil tisu, tapi Embun sudah lebih dulu pergi, keluar dari ruangannya.
"Astaga, apa dia marah?" Nathan menatap punggung Embun yang menghilang dibalik pintu. Dia kemudian menyentuh bibirnya sambil tersenyum. Masih terbayang lembut dan manisnya bibir Embun. Tapi saat ingat luka yang dia timbulkan, dia seketika menyesal. Hanya karena terasa sangat nikmat dan ingin lebih, dia memaksa Embun membuka mulut dengan menggigit bibirnya.
Keterlaluan banget dia. Bahkan dia tak minta maaf setelah membuat bibirku berdarah.
Embun menggerutu sambil berjalan menuju toilet. Tapi tiba-tiba, seseorang menarik lengannya.
"Rama," Embun terkejut saat tahu Rama yang melakukannya. "Lepasin, Ram."
Bukannya melepaskan, Rama malah menarik Embun ketempat yang sepi dan jarang dilewati.
"Ram, kamu gila ya, gimana kalau ada yang lihat?" Embun panik memikirkan jika sampai ada yang memergoki mereka.
"Kenapa bibir kamu?" Rama memperhatikan bibir Embun yang terluka dan sedikit bengkak.
"Bukan urusan kamu."
"Apa Nathan mengasarimu?"
"Bukan urusan kamu juga," sinis Embun. Dia masih berusaha melepaskan tangannya dari cekalan Rama.
"Kamu itu kenapa sih Mbun, marah-marah sama aku? Dan kenapa nomor aku kamu blokir?"
"Kita sudah punya pasangan masing-masing. Jadi lebih baik, kita fokus sama pasangan kita."
Rama berdecih. "Jangan bilang kalau kamu mulai suka sama Nathan?"
"Nathan itu suamiku, wajar jika aku menyukainya. Ram, please lepasin aku. Jangan sampai ada yang lihat dan salah paham," Embun terus berontak.
"Nathan tak mencintaimu Mbun. Dia menikahimu hanya untuk memisahkan kita. Jadi jangan terlalu berharap padanya. Dan aku juga yakin, kamu masih mencintaikukan?"
"Rama," Embun mendelik tajam. "Lepas," Dia menarik tangannya kuat tapi masih saja kalah tenaga dari Rama.
"Aku akan melepaskanmu asal setelah ini, datang keruanganku."
Embun syok saat melihat 2 orang staf perempuan melihat kearahnya dan Rama.
Rama yang menyadari itu, segera melepaskan tangan Embun lalu pergi begitu saja. Sementara 2 orang yang memergoki mereka, masih mematung ditempat. Mau tidak mau, Embun yang hendak ke toilet berjalan melewati mereka.
"Lihat tuh bibirnya, jangan-jangan mereka tadi habis ciuman," ujar salah seorang yang memergoki Embun.
"Jijik banget sama tuh pelakor."
Sayup-sayup, Embun bisa mendengar obrolan mereka.
Tak mau dengar lagi, Embun mempercepat langkahnya menuju toilet. Semoga saja besok tak muncul gosip baru yang lebih hot. Yakni gosip dia dan Rama kepergok ciuman. Bisa habis dia dibuli satu kantor jika hal itu sampai beneran terjadi.
Didalam toilet, Embun memperhatikan bibirnya. Dia meringis saat membasuh bibirnya dengan air, rasanya perih sekali.
Jahat banget sih Kak Nathan.
Setelah cukup lama di toilet, Embun kembali keruangannya. Beberapa temannya tampak memperhatikan bibirnya.
"Bibir kamu kenapa?" tanya Cindy yang langsung mendekati Embun dimejanya.
"Kejedot pintu," jawab Embun asal.
Cindy mengerutkan kening sambil terus memelototi bibir Embun. "Kayak habis digigit."
Embun menghela nafas berat. Nathan sungguh membuat dirinya dalam masalah besar.
Cindy tiba-tiba melotot dengan mulut menganga lebar, membuat Embun jadi takut kalau temannya itu berfikir yang tidak-tidak.
"Kamu gak habis ciuman dengan Pak Rama kan?"
Embun seketika lemas. Ini yang paling dia takutkan, orang salah sangka dengan luka dibibirnya.
"Aku dari ruangan Pak Nathan, bukan dari ruangan Pak Rama, jadi jangan menduga yang tidak-tidak."
"Terus kamu mau bilang habis dicium Pak Nathan gitu?" Cindy tertawa cekikikan. "Ya gak mungkinlah aku mikir kesana. Itu gak mungkin banget," tekan Cindy.
"Kenapa gak mungkin?" Embun mengerutkan kening.
Cindy mendekatkan wajahnya ketelinga Embun sambil berbisik. "Dia kan gay."
Embun membuang nafas kasar. Entah kenapa rasanya dia tak terima Nathan dikatain gay. Dia yakin suaminya itu bukan gay.
"Padahal dia cakep banget, sayang belok," lanjut Cindy.
.
.
Sepulang kerja, Embun tak melihat mobil Nathan ada dihalaman. Mungkin pria itu masih lembur. Tapi bagus juga dia tak ada dirumah, Embun sedang malas melihatnya.
Setelah ganti baju, Embun segera kedapur untuk memasak. Karena tak tahu apa kesukaan Nathan, dia putuskan memasak ayam kecap dan tumis sawi. Sampai selesai masakpun, Nathan belum juga terlihat batang hidungnya.
Tok tok tok
Suara ketukan dipintu kamar membuat Embun yang baru selesai mandi segera membuka pintu.
Nathan berdiri didepan pintu sambil menatapnya, lebih tepatnya, menatap kearah bibir Embun.
"Ada apa?" tanya Embun ketus. Entahlah, rasanya masih kesal pada Nathan karena ulahnya tadi siang. Gara-gara ciuman brutalnya, dia malah dikira ciuman dengan Rama.
"Ayo makan."
"Makan saja dulu." Embun kembali menutup pintu.
"Sepertinya dia benar-benar marah, padahal aku tidak sengaja," gerutu Nathan sambil berjalan menuju meja makan.
Didalam kamar, Embun mematut wajahnya dicermin. Saat melihat bibir, dia kembali teringat ciuman Nathan tadi siang. Tak mau terus terbayang-bayang kejadian itu, dia segera menyisir rambut lalu keluar menuju meja makan.
Ternyata Nathan belum makan, dia masih menunggu Embun sambil bermain ponsel. Melihat Embun datang, dia segera meletakkan ponselnya.
Selama makan, Nathan terus memperhatikan Embun. Dia bisa melihat wanita itu kesulitan makan karena luka dibibirnya.
"Masih sakit?" tanya Nathan.
"Udah tahu nanyak," sahut Embun ketus.
Nathan mengambil sesuatu dari kantong celana lalu menyodorkan pada Embun. "Untuk mengobati bibirmu." Itu adalah obat yang dia beli sepulang kantor tadi.
Embun berdecih. "Gak usah sok peduli. Kakak sengajakan tadi?"
"Aku gak sengaja."
"Bohong."
"Aku benaran gak sengaja. Perasaan cuma gigit pelan, tapi gak tahu kalau sampai luka kayak gitu."
"Pelan?" Embun melotot. "Kalau pelan gak mungkin kayak gini," dia menunjuk bibirnya.
Nathan menghala nafas. "Ya aku gak tahu. Ini pertama kalinya a_" Nathan menghentikan kalimatnya. Hampir saja dia keceplosan bilang jika ini ciuman pertamanya.
"Pertama apa?" Embun mengerutkan kening. "Jangan bilang ini pertama kalinya Kakak ciuman?" mata Embun seketika membola.
Wajah Nathan seketika merah padam. Dia malu ketahuan jika sampai usia kepala 3, baru pertama kali ciuman. Dulu dia memang pernah pacaran, tapi hanya sebatas pegangan tangan dan cium kening saja.
"Jadi benar, itu tadi ciuman pertama Kakak?"
Nathan salah tingkah saat Embun terus mendesaknya. Segera dia meletakkan obat didekat piring Embun lalu beranjak pergi.
"Kak Nathan, kok malah pergi sih?" Embun mengejar Nathan. Dia belum puas sebelum Nathan menjawab pertanyaannya. "Jawab dulu dong. Tadi itu ciuman pertama?" Embun mengekor dibelakang Nathan yang sedang menaiki tangga. "Kak Nathan, jawab."
Nathan yang kesal mendengar rengekan Embun seketika berhenti. Dia menoleh kearah Embun yang berjarak 2 anak tangga darinya. "Iya, puas!" Dia kembali menaiki anak tangga setelah mengatakan itu.
Embun terbengong sambil menyentuh bibirnya. "Jadi tadi ciuman pertama?" Dia kemudian tersenyum. Tak tahu kenapa, rasanya senang sekali. Saat tersadar, dia langsung mengetok kepalanya. "Apaan sih Mbun, kok jadi baper gini. Hanya karena dia ngasih ciuman pertamanya ke kamu, terus kamu merasa istimewa? Ish, dia gak suka sama kamu, sadar."
Embun kembali kemeja makan, mengambil obat dari Nathan lalu mengoleskan dibibir. Bayangan ciuman tadi siang kembali terngiang dikepalanya, membuat dia tanpa sadar tersenyum sendiri.
suamiku jg gt, gaje mmg kdang kata2 nya