Entah sebuah kesialan atau keberuntungan karna Audrey mengandung anak dari seorang mafia besar dan pebisnis paling berpengaruh di Kanada. Sosok Lucas tidak tersentuh, bahkan tak seorangpun bisa mencampuri bisnis gelapnya. Dia pria yang memiliki wajah sempurna, namun tak sesempurna hatinya.
Kehidupan Audrey mungkin tak akan baik-baik saja jika berkaitan dengan Lucas. Lalu bagaimana Audrey akan menyembunyikan keturunan Lucas? Agar hidupnya tak bersinggungan dengan pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Berani menyinggung Lucas artinya siap menerima kematian dan kehancuran. Orang-orang itu mungkin tidak memikirkan resikonya ketika mengambil misi untuk menyerang Lucas. Mereka tergiur dengan bayaran tinggi karna terdesak ekonomi. Sekalipun harus berurusan dengan Lucas, mereka siap menjalankan misi dari bosnya. Tidak peduli meski nyawa dan keluarga taruhannya. Mereka begitu percaya diri bisa menghancurkan Lucas hanya dengan serangan-serangan kecil. Sementara Lucas dan semua anak buahnya sudah terlatih, orang-orang akan sulit menyentuhnya.
Suasana berubah menegangkan ketika Lucas masuk ke ruang penyekapan. Ruangan berukuran 4x4 meter tanpa ventilasi udara, kondisinya sangat pengap dengan sekitar 8 orang di dalamnya. 2 diantaranya adalah pelaku penyerangan, sisanya adalah anggota keluarga mereka.
Salah satu orang tua pelaku merangkak mendekati Lucas dengan kondisi tangan dan kaki dirantai.
"Tuan, saya mohon ampuni kami. Ampuni putraku, dia hanya disuruh karna membutuhkan uang untuk biaya pengobatanku." Pintanya. Wanita peruh baya itu seperti habis menangis, terlihat dari bekas air mata di wajahnya dan mata yang sembab.
Lucas menggeser kursi menggunakan kaki untuk diduduki. Dia terlihat tenang dengan mengangkat satu kaki di pahanya. Wanita paruh baya yang sedang berlutut didepannya tidak membuat Lucas tertarik untuk bernegosiasi. Dia hanya butuh nama pelaku utama.
"Benar Tuan, putra kami hanya berusaha mendapatkan uang untuk menghidupi kami. Tolong ampuni dia,," Orang tua pelaku lain ikut bersuara memberikan pembelaan.
Lucas mengabaikan dua orang itu. Dia malah mengambil rokok disaku kemeja dan menghidupkan benda nikotin itu untuk di hisap.
"Jhon!" Lucas memanggil anak buahnya yang bertugas menjaga ruang penyekapan.
Jhon maju beberapa langkah dan berhenti di sebelah Lucas dengan membawa senjata api. "Pelurunya sudah terisi penuh, Tuan." Kata Jhon sembari memberikan senjata api itu pada Lucas.
"Apakah cukup untuk 7 orang?" Tanya Lucas santai.
Orang-orang itu langsung berteriak memohon ampun, mereka ketakutan melihat senjata api dan obrolan Lucas yang mengarah ingin menembaki mereka semua.
"Saya memilih senjata dengan kapasitas 14 peluru." Jawab Jhon.
Lucas tersenyum puas dengan kinerja anak buahnya. "Bagus sekali, 2 tembakan akan membuat mereka cepat sampai ke neraka." Ujarnya penuh penekanan.
"Tidak, tolong jangan bunuh kami. Putra ku akan memberi tau siapa bosnya." Ujar Wanita paruh baya dengan tangisnya yang pecah. "Luis, cepat katakan siapa yang menyuruhmu!" Teriaknya pada sang putra. Pelaku penyerangan yang berhasil merobek lengan Lucas dengan pi sau.
Luis menggeleng. Dia lebih memilih tutup mulut untuk melindungi Tuannya alih-alih menyelamatkan keluarganya dari tangan Lucas. Padahal nyawa mereka terancam jika Luis bersikeras tutup mulut.
Rahang Lucas mengeras karna Luis masih bertahan pada prinsipnya. Meski amarahnya memuncak, Lucas berusaha tenang dan tidak menunjukkannya. Dia ingin menyaksikan perdebatan para pelaku dan keluarganya.
"Kita lebih baik mati bersama. Buka mulut pun tidak ada bedanya, keluarga kita akan tetap mati karna aku sudah melakukan perjanjian dengan orang itu." Terang Luis. Sekarang atau nanti, mereka akan sama-sama berakhir dengan kematian. Bedanya hanya di tangan Lucas dan ditangan bosnya.
"Tidak Luis, kita bisa meminta jaminan untuk dilindungi." Ujarnya Ibu Luis, dia kemudian menatap Lucas. "Tuan, apakah Anda bisa menjamin keselamatan kami jika Luis memberitahu pelaku utamanya?" Tatapannya pada Lucas penuh harap.
Lucas menyeringai. Apakah dia terlihat seperti orang baik-baik yang akan memberi kesempatan pada orang-orang seperti itu. Dia terlahir bukan untuk memaafkan musuh, melainkan melenyapkan musuh.
"Semakin cepat putra mu buka mulut, aku tidak akan berfikir 2 kali untuk menjamin keselamatan kalian." Kata Lucas tegas.
Dua wanita paruh baya itu segera merangkak menghampiri putra mereka yang kedua kaki dan tangannya dirantai pada tiang besi. Luka lebam memenuhi tubuh dan wajah mereka setelah di hajar oleh anak buah Lucas. Terlebih mereka melawan ketika ditangkap.
"Luis,,"
"Anthony,,"
Dua wanita paruh baya itu menangis dihadapan putra sulung masing-masing. Mereka memohon agar putranya mau berkata jujur demi melindungi keluarga. Ada adik-adik Luis dan Anthony yang masa depannya masih panjang. Mereka juga tidak bersalah, tapi ikut terseret karna Luis dan Anthony memilih tutup mulut.
"Lihat adik-adik mu, apakah kamu tega mengorbankan nyawa dan masa depan mereka? Memohon lah pada Tuan Lucas agar sudi membebaskan kita."
"Bu, dia tidak mungkin melepaskan kita setelah susah payah mengumpulkan kita di tempat ini. Memohon tidak akan ada gunanya." Jawab Luis yakin. Dia seperti sudah bisa membaca pikiran Lucas. Apalagi setelah menatap mata tajam Lucas yang penuh dendam dan amarah. Rasanya tidak mungkin Lucas membebaskan mereka semudah itu hanya karna memberi tahu siapa pelaku di balik penyerangan-penyerangan Lucas selama ini.
Genggaman Lucas pada senjata api ditangannya semakin kuat. Amarahnya memuncak mendengar Luis tidak mau buka mulut meski Ibunya sudah memohon.
Tanpa aba-aba, Lucas mengarahkan senjatanya pada Luis dan suara tembakan membuat semua orang menjerit. Detik itu juga Luis tidak sadarkan diri dengan luka tem bak tepat di jantungnya.
"Luis!! Tidak!!"
Lucas beranjak dan melempar senjatanya pada Jhon. "Bereskan sisanya! Orang-orang itu tidak berguna!" Ujar Lucas jengkel.
"Baik Tuan."
Kericuhan terjadi di ruangan itu. Ada yang menangisi Luis, ada yang memohon pada Jhon untuk di ampuni. Tapi pada akhirnya Jhon menjalankan perintah dari Lucas.
...*****...
Para pelayan di Mansion milik Lucas dibuat panik dengan kedatangan Russel yang tiba-tiba. Mereka tidak diberi tau Lucas jika Ibunya akan berkunjung ke Mansion ini. Mereka kalang kabut karna Audrey ada di taman belakang menjenguk kelinci kesayangan dan bayi-bayinya.
"Nyonya Russel,, selamat datang." Sapa Emma. "Tuan Lucas tidak bilang jika Nyonya besar akan datang, kami jadi tidak mempersiapkan apa-apa untuk menyambut kedatangan Nyonya." Ujarnya tak enak hati.
Russel mengibaskan tangannya. "Aku tidak perlu sambutan dirumah putraku. jika butuh sesuatu aku hanya perlu bilang pada pelayanan atau mengambil sendiri." Jawabnya santai.
Emma mengangguk paham. Tapi yang sebenarnya dia khawatir bukan soal tidak menyiapkan sambutan pada Russel, melainkan belum sempat menyembunyikan Audrey. Lucas selalu memperingatkan semua pelayan agar tidak membocorkan pada siapapun soal keberadaan Audrey.
"Apakah Lucas belum pulang?"
"Tuan Lucas sudah 3 hari tidak pulang, Nyonya."
Russel berdecak mendengar jawaban Emma. Dia kesal pada putranya yang sibuk bekerja sampai jarang pulang. Tidak memikirkan diri sendiri dan masa depan untuk menikah lagi.
"Jika aku tidak segera mencarikan calon istri, Lucas akan hidup sendiri sampai tua." Gumam Russel sembari melangkahkan kaki menuju halaman belakang Mansion.
Emma berusaha mencegah, menawarkan pada Russel agar beristirahat di ruang keluarga yang lebih nyaman. Bahkan menawarkan makan siang, tapi semuanya ditolak.
Emma tidak bisa mencegah lagi ketika Russel memaksa ingin melihat kondisi halaman belakang.
"Apa Lucas masih memelihara harimau di dekat taman?" Tanya Russel.
Emma tidak fokus sama sekali, dia berharap Ana segera membawa Audrey masuk ke dalam Mansion setelah diberitahu jika Russel datang ke Mansion ini.
"Emma, aku bertanya padamu."
"Ah i-iya Nyonya? Kenapa?" Ujar Emma gugup.
"Aku bertanya soal harimau-harimau pelihara Lucas. Apakah,,,"
"Mom,, apa yang kamu lakukan disini?!" Suara berat Lucas menghentikan langkah Russel dan Emma. Keduanya kompak berbalik badan menatap Lucas. Tatapan pria itu sangat tajam dan hanya Emma yang bisa merasakan jika Lucas menahan amarah. Jika sampai keberadaan Audrey diketahui Russel, semua pekerja di Mansion ini akan tamat.
selalu semangat berkarya
ditunggu selalu
gara2 lucas ini,, si Audrey banyk tekanan..