ZUA CLAIRE, seorang gadis biasa yang terlahir dari keluarga sederhana.
Suatu hari mamanya meninggal dan dia harus menerima bahwa hidupnya sebatang kara. Siapa yang menyangka kalau gadis itu tiba-tiba menjadi istri seorang pewaris dari keluarga Barasta.
Zua tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam semalam. Tapi menjadi istri Ganra Barasta? Bukannya senang, Zua malah ketakutan. Apalagi pria itu jelas-jelas tidak menyukainya dan menganggapnya sebagai musuh. Belum lagi harus menghadapi anak kedua dari keluarga Barasta yang terkenal kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 1 nyonya muda keluarga Barasta?
"Maaf, apakah anda nona Zua?"
pertanyaan itu membuat Zua menyeka air matanya yang terus jatuh di depan makam sang ibu. Ia menatap ke perempuan tua berpakaian rapi yang berdiri didepannya. Ia tidak kenal perempuan itu, tapi ada dua orang berbaju hitam bersama perempuan tua tersebut. Seperti pengawalnya.
"Ibu siapa?" tanyanya masih sesenggukan. Mamanya baru saja dikubur, dan ia merasa sangat terpukul. Apalagi mengetahui dirinya sekarang hidup sebatang kara.
"Perkenalkan, saya Mirna. Asisten rumah tangga di rumah keluarga Barasta. Saya diperintahkan untuk mendampingi nona dan membawa nona pulang ke rumah keluarga Barasta." kata wanita tua bernama Mirna itu.
Zua mengernyitkan dahi. Bingung? Tentu saja. Pasalnya ia sama sekali tidak kenal dengan wanita itu. Dan apa? Keluarga Barasta? Siapa itu? Dia tidak kenal. Jangan-jangan wanita ini adalah orang jahat yang mau menculiknya. Zua mundur beberapa langkah.
"Jangan coba-coba menipu saya. Saya baru kehilangan mama saya, memang kalian tega menculik orang yang baru kehilangan orang tercintanya?" tukas Zua.
"Nona, sepertinya anda salah paham. Kami tidak bermaksud jahat. Kalau nona tidak percaya silahkan nona lihat ini." perempuan tua tersebut mengeluarkan tablet dari tasnya, membuka sebuah video dan menunjukkannya ke Zua.
Zua melihat mamanya muncul di layar tablet tersebut dan bicara padanya. Lalu Zua menangis lagi teringat mamanya. Ia sedih karena orangtuanya meninggalkannya secepat ini.
"Zua, setelah mama pergi, keluarga Barasta akan menjadi keluarga kamu. Mama akan pergi dengan tenang kalau kamu tinggal bersama mereka."
itulah pesan terakhir yang mamanya sampaikan. Zua tak bisa berkata-kata lagi, hanya bisa menangis tersedu-sedu.
Lebih dari sepuluh menit gadis itu menangis terus. Setelah dia mulai tenang, barulah wanita tua bernama Mirna itu kembali bicara.
"Bagaimana, nona percayakan sekarang? Setelah ini nona akan ikut saya ke rumah keluarga Barasta." kata wanita tua itu. Zua tampak berpikir keras dan cukup lama. Lalu akhirnya dia mengangguk juga. Setelah benar-benar merasa lebih baik, Zua memutuskan meninggalkan makam.
Wanita tua itu tidak bicara lagi sepanjang perjalanan. Karena Zua sendiri tidak ada niat bicara sama sekali. Ia masih terlalu sedih. Kepergian mamanya yang mendadak membuat perasaannya hancur. Ia sangat merasa kehilangan. Bagaimana dirinya akan melanjutkan hidup nanti? Selama ia sangat bergantung pada mamanya. Kini wanita yang selalu menjadi panutannya itu sudah pergi menghadap sang pencipta. Ia sungguh tak tahu harus bagaimana lagi. Ia merasa tidak punya semangat hidup.
"Sudah sampai nona," ucap Mirna. Pertama bersuara Zua sama sekali tidak bergeming. Nanti setelah Mirna menyebut namanya untuk yang kedua kalinya, barulah gadis itu sadar.
Mata Zua memandangi pemandangan dari dalam mobil. Gadis itu heran, karena menyadari dirinya kini berada di depan sebuah rumah mewah yang amat besar dan kokoh. Seperti rumah-rumah orang kaya yang pernah dilihatnya di dalam TV. Kenapa wanita itu membawanya ke rumah sebesar ini?
"Nona Zua, kapan anda akan turun?" Zua melirik wanita paruh baya itu lagi. Sepertinya wanita itu sedang menahan rasa kesalnya sejak tadi akibat ulah Zua.
Zua tersenyum canggung. Siapa suruh juga wanita itu yang bawa dia ke sini. Jadi jangan salahkan dia bersikap seperti ini. Meski begitu, akhirnya Zua memutuskan keluar dari dalam mobil.
Mirna membawanya masuk ke dalam.
Mereka melewati para pembantu yang langsung membungkuk hormat ke arah mereka. Zua tidak biasa mendapat perlakuan seperti itu sebelumnya. Jadi dia merasa kurang enak. Kenapa mereka memperlakukan dirinya begitu, memangnya dia siapa?
Lalu mereka berhenti di sebuah ruang tamu yang ruangannya sangat besar. Di sana ada cukup banyak orang yang duduk. Semuanya dengan pakaian resmi. Kebanyakan orangtua. Tapi ada empat anak muda. Mungkin lebih tua atau seumuran dia. Tapi Zua pikir keempat anak muda itu lebih tua beberapa tahun darinya. Tiga di antara mereka adalah laki-laki, satunya lagi perempuan. Gayanya seperti putri-putri dari keluarga kaya. Memang dia kaya bukan?
Ketika Zua menatap mereka. Ia bisa merasakan aura-aura tidak baik. Sepertinya dari banyaknya orang yang duduk di sana, hanya beberapa orang saja yang tidak melihatnya dengan tatapan sinis. Yang lain begitu sinis padanya. Termasuk laki-laki kemeja putih yang wajahnya tampan bak model papan atas itu. Zua sedikit merinding ditatap seperti itu oleh laki-laki tersebut. Rasanya seperti ia mau di makan hidup-hidup.
"Tuan besar, saya sudah membawa nona Zua." ucap Mirna yang kini berdiri didepan seorang kakek-kakek yang terlihat sangat berwibawa. Semua orang yang duduk seperti sangat menghormati dan tunduk padanya. Tentu saja Zua tidak kenal sama sekali.
Kakek tua itu menatap Zua. Tak ada senyum. Garis wajahnya sangat tegas, sampai-sampai Zua tidak tahu mau berkata apa-apa didepan sang kakek. Semua orang memanggilnya kakek Barasta. Penguasa dari rumah besar itu sekaligus isinya.
"Duduklah," ujar kakek Barasta melirik Zua yang terus berdiri kaku didepan semua orang. Siapa juga yang akan santai kalau berada di antara orang-orang besar itu. Ya, Dimata Zua semua yang ada diruangan tersebut adalah orang-orang penting. Kecuali dia yang bukan siapa-siapa.
Hanya ada satu kursi kosong, tepat disisi lelaki yang menatapnya dengan ekspresi mengintimidasi tadi. Zua tidak mau duduk di situ, tapi asisten rumah tangga tadi malah mempersilakannya untuk duduk di kursi itu. Jadi Zua harus mati-matian menahan diri agar tahan duduk disebelah pria yang sepertinya tak pernah tersenyum itu. Dia terlihat sangat dingin. Entah apa yang terjadi dalam hidupnya bertahun-tahun, sepanjang dia tumbuh dewasa. Padahal sudah kayak begini, tapi masih saja terlihat tidak bahagia.
"Kami turut berduka atas kepergian ibumu Zua," suara kakek Barasta mengalihkan perhatian Zua. Ia jadi sedih ketika mamanya kembali disebut. Gadis itu menundukkan kepala, menahan diri agar tidak menangis. Semua orang di sini adalah orang asing, bagaimana dia bisa menangis didepan mereka coba. Yang ada mereka malah akan berpikir kalau dia adalah gadis yang aneh.
"Perkenalkan, aku Barasta. Pemilik rumah ini sekaligus orangtua dari mereka semua." kata lelaki tua itu lagi memperkenalkan diri.
"Mungkin ini terlalu mendadak. Tapi kau harus tahu. Sebelum meninggal, mamamu menitipkanmu pada keluarga kami. Jadi mulai hari ini kau akan tinggal di rumah ini. Dengan status sebagai tunangan cucu tertuaku Ganra, pria yang duduk di sampingmu sekarang. Aku akan mengurus pernikahan kalian dalam waktu dekat. Dan kau harus mempersiapkan diri menjadi nyonya muda keluarga Barasta."
"HAH?" seru Zua refleks. Ia bahkan hampir pingsan mendengar berita mendadak ini.