NovelToon NovelToon
Mengasuh Cinta Duda Kaya

Mengasuh Cinta Duda Kaya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Kaya Raya / Pengasuh / Ibu Tiri
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Cherryblessem

Caca, seorang mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di London, terpaksa bekerja sebagai pengasuh anak CEO kaya, Logan Pattinson, untuk mencukupi biaya hidup yang mahal. Seiring waktu, kedekatannya dengan Logan dan anaknya, Ray, membawa Caca ke pusat perhatian publik lewat TikTok. Namun, kisah cinta mereka terancam oleh gosip, kecemburuan, dan manipulasi dari wanita yang ingin merebut Logan. Ketika dunia mereka dihancurkan oleh rumor, Caca dan Logan harus bertahan bersama, menavigasi cinta dan tantangan hidup yang tak terduga. Apakah cinta mereka cukup kuat untuk mengalahkan segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherryblessem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

tatapan

...Jangan lupa klik like dan komentar ya teman-teman! Mohon dukungannya untuk cerita ini! Terimakasih banyak semua! ❤️❤️...

...****************...

Seperti biasa, jika Logan Pattinson mengantar Caca pulang atau sekadar terlihat berbicara dengannya, Yeji akan langsung meluncurkan celotehannya tanpa henti. Sahabatnya itu seolah seorang shipper yang fanatik, berjuang keras mendukung pasangan favoritnya untuk menjadi kenyataan.

Caca sudah terbiasa dengan tingkah Yeji yang sering kali kelewat dramatis, namun akhir-akhir ini, ada sesuatu yang berubah. Perlahan, Caca mulai merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, ada sedikit kebenaran dalam ocehan sahabatnya itu. Pikiran itu merayap masuk tanpa izin, berdiam di benaknya seperti tamu yang tak diundang.

“Lagi-lagi kau diantar Tuan Pattinson,” ujar Yeji sambil memandang Caca dengan tatapan penuh arti, seperti detektif yang baru saja mengungkapkan rahasia besar.

Caca menghela napas berat, sudah menduga apa yang akan terjadi. “Itu sudah bukan sesuatu yang luar biasa buatku,” jawabnya datar, meski ada sesuatu dalam nada suaranya yang terdengar tidak sepenuhnya jujur.

“Oh, aku iri sekali padamu,” balas Yeji dengan nada dramatis, memegang dadanya seperti tokoh utama dalam opera. “Diantar seorang konglomerat muda, tampan, dan kaya raya! Kau tidak tertarik mendekatinya, kah? Kalau tidak, biar aku saja! Duda tampan Inggris—ah, membayangkannya saja aku sudah ingin pingsan.”

Caca menahan tawa, meski kata-kata Yeji terasa seperti anak panah yang tepat mengenai sasaran. Ia menggeleng cepat, mencoba mengusir bayangan yang mulai memenuhi pikirannya. Bayangan mata biru Logan yang tajam namun penuh kehangatan. Senyumnya yang jarang muncul tapi selalu menghangatkan hati. Tidak, ia tidak boleh memikirkan itu.

“Sudahlah, Yeji. Jangan meracuni pikiranku dengan ide-ide anehmu!” protes Caca, mencoba terdengar tegas, meski pipinya memerah.

Yeji menyeringai, tahu bahwa ia telah berhasil membuat sahabatnya gelisah. “Memangnya, ide aneh apa yang kau pikirkan, hmm?” tanyanya, menggoda, matanya menyipit penuh kemenangan.

Caca menatapnya tajam, namun wajahnya semakin memerah. “Hentikan! Jangan membuat pekerjaanku lebih sulit!” jawabnya dengan nada putus asa. Ia tahu sahabatnya hanya bercanda, tetapi ada kebenaran kecil yang menyakitkan dalam ucapan itu.

Yeji tertawa, menikmati reaksinya. “Aku hanya heran kenapa kalian berdua tidak menunjukkan tanda-tanda apa pun. Padahal, kemarin saat dia mengantarmu, aku melihat sesuatu.” Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan dengan suara pelan namun penuh makna, “Tatapannya... cukup menarik.”

Caca menatap Yeji, hatinya berdebar lebih kencang. Benarkah? Apa Yeji melihat sesuatu yang tidak ia sadari? Atau mungkin, ia hanya terlalu banyak berimajinasi? Namun, kata-kata itu menempel di pikirannya, tidak mau pergi. Ia mengingat kembali saat Logan menatapnya—tatapan itu memang terasa berbeda, tetapi mungkin ia hanya terlalu banyak berharap.

Ia menggeleng cepat, mencoba menyangkal pikirannya sendiri. Mengapa ia harus memikirkannya? Mengapa seorang pria seperti Logan Pattinson akan tertarik padanya, seorang pengasuh sederhana? Namun, semakin ia mencoba mengabaikan pikirannya, semakin kuat bayangan itu muncul.

Yeji memandang Caca dengan senyum puas. “Kau tahu, Caca,” katanya, melipat tangan di dadanya, “kadang cinta itu tidak perlu masuk akal. Dan kadang, tatapan bisa bicara lebih banyak daripada kata-kata.”

Caca memalingkan wajahnya, mencoba menyembunyikan pipinya yang semakin memerah. Namun, di dalam hatinya, ia tidak bisa menyangkal satu hal. Mungkin, hanya mungkin, apa yang dikatakan Yeji bukan sekadar khayalan.

-

Caca baru saja melangkahkan kakinya keluar dari ruang kelas ketika suara akrab itu menyambutnya.

“Wah, apakah sekarang kau seorang artis?” Kenta berdiri bersandar di dinding dekat pintu, ekspresinya setengah menggoda, setengah serius.

Caca terlonjak kaget. “Astaga! Bagaimana bisa kau berdiri di sana seperti itu?” tanyanya sambil memegang dadanya, mencoba menenangkan degup jantungnya.

Kenta mengangkat bahu santai. “Aku hanya menunggu kalian. Tapi sekarang, kau sulit sekali ditemui, ya. Rasanya seperti mengejar selebriti.”

Dari balik punggung Caca, Yeji menyembulkan kepalanya sambil melambaikan tangan. “Hai, Kenta!”

Kenta tersenyum. “Oh, Yeji! Syukurlah kau tak terlalu sibuk seperti Caca.”

Yeji terkekeh, menatap Caca dengan tatapan jahil. “Astaga, Kenta. Kau serius ingin membuat Caca berpikir dia benar-benar selebriti?”

“Hei, hei! Apakah kalian tidak punya hal lain untuk dilakukan selain menggodaku?” protes Caca, wajahnya memerah karena candaan itu.

Kenta berkacak pinggang dengan ekspresi pura-pura serius. “Yah, kalau begitu, jelaskan kenapa kau sulit sekali ditemui akhir-akhir ini.”

Caca memutar bola matanya sambil mendesah panjang. “Kenta, aku kan sudah bilang. Aku sibuk sekarang, aku punya pekerjaan!” suaranya terdengar memelas, tapi ekspresinya tetap mencoba terlihat santai.

Yeji menyambung sambil mengangkat bahu. “Benar, Kenta. Sudah berapa kali kami jelaskan ini padamu?”

Kenta mengangguk-angguk seolah baru mengingat sesuatu, meskipun ekspresi gelinya mengisyaratkan bahwa dia hanya bercanda. “Ah! Iya ya. Aku lupa,” katanya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Caca menggelengkan kepala, menatap Yeji dengan tatapan penuh arti. “Astaga, bagaimana bisa orang dengan ingatan seperti itu jadi asisten dosen?”

Yeji tertawa kecil sementara Caca berjalan mendahului mereka. “Aku juga heran,” gumam Yeji, mengikuti di belakang Caca.

“Ayolah! Banyak hal yang harus kupikirkan,” protes Kenta, mengekor sambil mencoba membela diri.

Tiba-tiba, Yeji tersenyum penuh arti. “Tapi ngomong-ngomong soal selebriti, aku rasa kau tidak sepenuhnya salah, Kenta.”

Kenta mengerutkan dahi, bingung. “Apa maksudmu?”

Yeji merangkul lengan Caca, senyumannya semakin lebar. “Caca sekarang sudah punya nama besar di TikTok! Dia cukup terkenal, loh.”

Mata Kenta membelalak. “Apa? Video viralmu membuatmu sepopuler itu?”

Caca tersenyum kecil, menutupi rasa bangganya. “Yah, bisa dibilang begitu,” jawabnya, mencoba terdengar santai.

“Sombong sekali,” ledek Kenta dengan nada pura-pura jengkel, membuat Caca dan Yeji tertawa keras.

Yeji mengangguk serius, menambahkan bahan ledekan. “Nah, sekarang jangan heran kalau Caca sulit dihubungi. Dia sibuk bikin konten viral.”

Kenta menghela napas panjang sambil meletakkan tangan di pinggang. “Oh, begitu, ya? Baiklah, kalau kau terus sibuk, aku tak peduli lagi dengan nilai tugasmu!” ancamnya dengan nada yang terlalu dramatis untuk dianggap serius.

“Eh, jangan begitu dong!” protes Caca, mencoba memasang wajah memelas.

“Terserah! Itu hukumanmu. Huuu!” Kenta menjulurkan lidahnya, tampak puas dengan reaksinya.

Ketiganya akhirnya berjalan bersama menuju perpustakaan, tawa kecil masih terdengar di antara mereka. Meski mereka sibuk bercanda, tujuan mereka tetap jelas: menyelesaikan tugas akhir yang menumpuk dan memastikan tidak ada nilai yang memalukan semester ini.

-

Logan duduk di ruang kerja yang luas dan rapi, namun bukannya menyelesaikan laporan yang menumpuk, ia justru sibuk dengan ponselnya. Jemarinya dengan cekatan menggulir layar, menonton video dan melihat foto-foto yang diunggah Caca di akun TikTok dan Instagram miliknya. Wajahnya yang biasanya serius kini tampak lebih santai, bahkan sesekali tersenyum kecil.

Semakin lama ia melihat video-video itu, semakin ia terhanyut. Bahkan meski tidak memahami banyak dari tulisan dan musik yang ada di sana, ada sesuatu yang membuatnya merasa hangat. Seperti sebuah dunia baru yang penuh warna, jauh dari rutinitas dan tekanan yang biasa ia hadapi.

“Logan, apa yang sebenarnya sedang kau lakukan?” Suara nyonya Pattinson yang tajam memecah konsentrasinya.

Logan tersentak, namun dengan cepat menguasai diri. “Tidak ada,” jawabnya singkat, berusaha terdengar acuh.

Nyonya Pattinson memicingkan mata, menatap putranya penuh curiga. “Kau tahu, kebohonganmu sangat kentara, Logan.”

Logan terkekeh pelan, mencoba meredakan situasi. “Aku hanya... menikmati hiburan kecil,” katanya sambil kembali menatap layar ponsel.

“Hiburan kecil? Kau terlihat seperti maniak gadget sekarang,” ibunya mengomel. “Kalau boleh saran, sebaiknya kau menyelesaikan laporanmu.”

Komentar itu membuat Logan mengangkat kepala, menatap ibunya dengan ekspresi setengah jengkel. “Oh, Bu. Aku hanya sedang melihat video Ray dan Calista. Tidak bisakah ibu memberiku sedikit ruang?”

Nyonya Pattinson mengerutkan kening, penasaran. “Video? Apa maksudmu?”

“Ini,” Logan mengarahkan layar ponselnya ke arah ibunya. “Calista membuat beberapa video dengan Ray dan mengunggahnya di TikTok. Menyenangkan untuk dilihat.”

Dengan rasa ingin tahu, nyonya Pattinson mendekat, mencoba melihat layar ponsel Logan. “Apa itu TikTok?”

Logan menghela napas, menyerahkan ponselnya. “Lihat saja sendiri.”

Ibunya mulai menggulir layar, menonton video demi video. Awalnya hanya senyuman kecil yang muncul di wajahnya, namun tak lama kemudian ia mulai tertawa ringan. “Siapa yang membuat ini?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari layar.

“Calista, tentu saja,” jawab Logan sambil tersenyum kecil.

“Astaga, ini lucu sekali meskipun aku tidak paham semua yang ada di sini.” Nyonya Pattinson terus menggulir layar, tampak semakin terpikat.

Logan menyandarkan tubuhnya di kursi, memperhatikan ibunya yang kini tampak asyik dengan ponsel di tangannya. “Sekarang ibu yang terlihat seperti maniak gadget,” komentarnya, nada suaranya penuh godaan.

Nyonya Pattinson menghentikan kegiatannya sejenak, menatap putranya dengan pandangan geli sekaligus malu. “Diam kau,” katanya dengan senyum kecil, lalu menyerahkan kembali ponsel itu.

Logan termenung sejenak, memikirkan sesuatu yang tiba-tiba terlintas di benaknya. Senyum kecil muncul di wajahnya, menarik perhatian nyonya Pattinson yang kini sedang duduk membaca di sofa.

"Ibu," panggil Logan pelan sambil tersenyum.

Nyonya Pattinson mengangkat wajahnya dari buku yang sedang dibacanya, menatap putranya. "Iya?"

"Bagaimana kalau tahun ini kita ajak Calista mendekorasi rumah dengan dekorasi Natal?"

1
seftiningseh@gmail.com
semngat berkarya
oh ya cerita ini menurut aku sangat menarik. apalagi judul nya jangan. lupa dukung aku di karya ku judul nya istri kecil tuan mafia
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!