Enzio Alexander Pratama, pria 28 tahun dengan kekayaan dan status yang membuat iri banyak orang, ternyata menyimpan rahasia kelam—ia impoten.
Sebuah kecelakaan tragis di masa lalu merampas kehidupan normalnya, dan kini, tuntutan kedua orangtuanya untuk segera menikah membuat lelaki itu semakin tertekan.
Di tengah kebencian Enzio terhadap gadis-gadis miskin yang dianggapnya kampungan, muncul lah sosok Anna seorang anak pelayan yang berpenampilan dekil, ceroboh, dan jauh dari kata elegan.
Namun, kehadirannya yang tak terduga berhasil menggoyahkan tembok dingin yang dibangun Enzio apalagi setelah tahu kalau Anna adalah bagian dari masa lalunya dulu.
Bahkan, Anna adalah satu-satunya yang mampu membangkitkan gairah yang lama hilang dalam dirinya.
Apakah ini hanya kebetulan, atau takdir tengah memainkan perannya? Ketika ego, harga diri, dan cinta bertabrakan, mampukah Enzio menerima kenyataan bahwa cinta sejati sering kali datang dari tempat yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. DuaPuluhTiga
Laras tidak membalas pelukan Anna. Wanita itu diam membeku. Tatapannya kosong. Tangannya terangkat, tetapi ia tidak tahu harus berbuat apa.
“Perasaan apa ini?” batinnya. Tiba-tiba rasa hangat menjalar di hatinya. Sesuatu yang membuat Laras nyaman berada dipelukan Anna.
Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Laras akhirnya meronta.
“Lepaskan aku, gadis kampung!” bentaknya.
Anna terhenyak, tetapi tetap tidak melepaskan pelukannya. Ia memejamkan mata, menghirup aroma tubuh wanita itu. Meski hatinya sakit, ia tetap ingin menikmati momen ini.
Sejak kecil, ia selalu membayangkan bagaimana rasanya dipeluk oleh ibunya. Bagaimana rasanya memiliki ibu yang menyayanginya.
Namun kenyataanya, takdir terlalu kejam pada Anna.
“Sebentar saja, Anna mohon,” pinta Anna.
“Lepaskan aku, atau aku akan memanggil pihak keamanan!” bentak Laras lagi.
Anna perlahan melepas pelukannya. Matanya merah, air matanya terus mengalir tanpa bisa Anna tahan.
Laras menatapnya dingin, seolah-olah Anna bukan siapa-siapa baginya.
“Aku ingatkan sekali lagi, aku bukan ibumu dan putriku hanya ada satu!” kata Laras dengan suara tajam.
Anna menggigit bibirnya kuat, agar tidak menangis lebih keras.
“Aku tidak percaya bahwa seorang ibu bisa sekejam ini pada putrinya. Apa ibu tidak pernah mengingatku sama sekali selama ini? Atau karena aku cacat, jadi ibu malu mengakuinya?” ucapnya dengan suara bergetar.
“Omong kosong macam apalagi ini. Apa kamu sedang ngelindur?” Laras hanya mendengus. “Aku tidak peduli apa pun yang kamu pikirkan. Intinya aku bukan ibumu!”
Setelah mengatakan itu, Laras melangkah pergi, meninggalkan Anna yang masih berdiri terpaku.
“Ibu, tunggu!” teriak Anna namun Laras, tidak peduli.
Gadis itu berusaha tetap berdiri tegak, meskipun hatinya remuk berkeping-keping. Ia akhirnya menghapus air matanya dengan kasar. Meski begitu, rasa sakit itu masih ada.
__________
Anna berjalan cepat menuju kamar di mana Enzio dirawat. Saat memasuki ruangan, ia langsung membeku. Di depannya, Enzio terbaring lemah dengan perban melilit di kepalanya. Pria itu masih belum sadar.
Anna menelan ludah, hatinya terasa nyeri melihat kondisinya seperti itu.
Di sisi ranjang, Theo duduk menunggu. Saat melihat Anna datang, ia berdiri.
“Bagaimana keadaannya?” tanya Anna dengan suara pelan.
Theo melirik Enzio yang masih terpejam, lalu mengangkat bahu. “Seperti yang kamu lihat.”
Anna berjalan mendekat dan duduk di samping ranjang Enzio. Matanya menelusuri luka-luka di wajah pria itu.
“Kenapa ini bisa terjadi? Bukankah tadi dia berangkat bersama supir?” tanyanya.
Theo terdiam. Bagaimana ia harus mengatakan kebenaran sebenarnya?
Semua ini adalah rencana Enzio agar Anna tetap tinggal dan tidak jadi pulang kampung. Bahkan, Enzio rela melukai dirinya sendiri demi menghentikan kepergian Anna.
Tapi… haruskah ia memberitahunya?
Anna menatap Theo curiga. “Theo, kenapa diam saja?”
Enzio yang masih berpura-pura tidak sadar mencubit paha Theo di bawah selimut. Theo langsung melotot.
“Dasar abang sialan!” makinya dalam hati. Ia menahan rasa sakit di pahanya, lalu buru-buru berkata, “Aku harus pergi ke kamar mandi. Tolong jaga dia.”
Sebelum Anna protes, Theo langsung berlari keluar dan menutup pintu dengan cepat.
Anna menatap pintu yang kini tertutup rapat.
“Theo benar-benar mencurigakan.” gumamnya.
Anna menghela napas, lalu menatap wajah Enzio yang masih terpejam. Ia mengulurkan tangannya, mengusap kepala pria itu dengan lembut.
“Hei, bangunlah!”
Tidak ada reaksi.
Anna mengerucutkan bibirnya. “Kamu sengaja, kan? Supaya aku tetap tinggal?”
Tetap tidak ada jawaban.
Anna mendengus, tangannya masih mengusap rambut Enzio dengan lembut.
“Dasar menyebalkan! Seharusnya kamu tidak perlu melakukan ini. Cepat buka matamu!”
Enzio tetap tidak bergerak.
Anna akhirnya berdiri.
“Baiklah. Kalau kamu masih berpura-pura, aku akan pergi.” Ia berbalik menuju pintu.
“Jangan!” Tiba-tiba, sebuah tangan menarik pergelangan tangannya. Anna menoleh dan melihat Enzio sudah bangun.
Tatapan pria itu masih lemah, tetapi bibirnya melengkung tipis.
“Maaf, tapi ini benar-benar sakit,” ucapnya dengan nada manja.
Anna mendudukkan dirinya kembali di kursi. “Sekarang aku sudah di sini. Kamu mau aku melakukan apa?”
Enzio menatapnya dalam, lalu berbisik, “Peluk.”
Anna terdiam beberapa detik, lalu melipat tangannya di dada.
“Minta Viona melakukannya.”
Tatapan Enzio berubah kesal. Namun, ia tiba-tiba merintih kesakitan.
“Argh…”
Anna tersentak. Darah di perban Enzio mulai merembes keluar!
“Enzio! Kamu kenapa!” seru Anna panik.
Enzio mengerang pelan. “Kalau kamu tidak memelukku, mungkin aku akan mati…”
Anna menatapnya tidak percaya. Pria ini benar-benar keterlaluan. Tapi ketika melihat luka Enzio, hatinya menjadi lemah. Dengan ragu, ia akhirnya mendekat dan memeluk tubuh Enzio.
“Bodoh!” gumamnya. “Kenapa kamu selalu membuatku khawatir?”
Enzio tersenyum puas. Tangannya perlahan melingkar di pinggang Anna.
“Kamu tidak akan pergi lagi, kan?” tanyanya pelan, terdengar penuh harap.
“Entahlah.” Anna menghela nafas panjang. Pertemuannya dengan Laras membuat Anna memutuskan untuk tinggal setidaknya untuk beberapa hari ke depan.
Anna ingin membuat Laras mengingat kalau ia adalah putri kandungnya yang wanita itu campakkan sejak lahir.
“Tidurlah. Aku tidak akan ke mana-mana untuk saat ini.”
Enzio menutup matanya, tapi kali ini, ia tidak berpura-pura. Ia benar-benar ingin menikmati momen ini. Karena hanya di dalam pelukan Anna, ia merasa benar-benar tenang.
“Sial! Tahanlah sebentar! Karena tak lama lagi dia akan segera menjadi milikmu!” Enzio memaki dalam hati, karena miliknya dibalik celana terus meronta setiap ia berdekatan dengan Anna.
____________
Laras masuk ke dalam mobil dengan wajah kesal. Viona, yang sedang merapikan rambutnya, melirik ke arah ibunya dan mengernyit.
“Ada apa, Ma? Kenapa wajah Mama ditekuk seperti itu?” tanyanya santai, sambil melihat pantulan dirinya di kaca mobil.
Laras menghela napas panjang, tapi tidak menjawab dengan jelas. “Tidak ada apa-apa,” jawabnya ketus.
Viona mengangkat bahunya. Ia tidak peduli. Tugasnya hanya mengantar Laras ke rumah sakit, dan setelah itu mereka akan ke butik untuk mencoba gaun pertunangannya malam ini sekaligus ke salon.
“Ini tidak mungkin!” Laras memijat kepalanya yang terasa sakit. Nama Anna kembali terngiang di kepalanya. Ia masih mengingat dengan jelas bagaimana Pras dulu selalu menyebut namanya tanpa terlewat sedikitpun.
Jika memang Anna masih hidup, Anna adalah satu-satunya kandidat pewaris kekayaan kelurga Wijaya karena ayahnya–yang tak lain adalah kakek Anna sudah mengalihkan semua harta kekayaannya pada Anna Sadrina Wijaya.
kasih vote buat babang Zio biar dia semangat ngejar cinta Anna 😍🥰❤️