Kesempatan kembali ke masa lalu membuat Reina ingin mengubah masa depannya yang menyedihkan.
Banyak hal baru yang berubah, hingga membuatnya merasakan hal tak terduga.
Mampukah Reina lari dari kematiannya lagi atau takdir menyedihkan itu tetap akan terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hal Baru
Reina menatap tak percaya pada cermin di depannya.
Benarkah itu dirinya?
"Kamu memang sudah sangat cantik. Ahh ... Aku bahkan ingin memajang fotomu sebagai hiasan agar orang semakin tahu bahwa riasanku memang bagus!"
Lelaki gemulai itu menatap penuh kagum pada hasil karyanya.
Reina menatap lelaki itu dengan senyum terkembang.
"Terima kasih sudah membuat penampilanku sangat baik. Aku puas."
Reina mengeluarkan uang yang tadi ia terima dari Astrid dan membayar jasa riasnya.
Lelaki di depannya menerima dengan perasaan sendu.
"Kamu akan ke sekolah dengan memakai sepeda?" lirih lelaki gemulai itu tampak sedih dengan keadaan Reina.
"Tidak apa-apa. Aku biasa seperti ini."
"Hei, itu jika kau menggunakan pakaian sekolah. Lihatlah, kau menggunakan gaun pasti akan sangat sulit menggunakan sepeda. Apa tak memanggil taksi online saja?"
Reina meremas tangannya sendiri. Uang dari mana lagi. Uang yang Astrid berikan hanya cukup untuk membayar jasa riasnya saja.
"Sudah ... Sudah. Tak perlu kamu mengeluarkan wajah memelas seperti itu. Aku tahu hidupmu sulit. Maka di masa depan, bekerjalah dengan keras, karena dunia ini sangat kejam, kau tahu?"
Tak lama lelaki gemulai itu menghubungi seseorang. Setelahnya dia lalu menatap Reina lagi. Dia menelisik karena menurutnya penampilan gadis itu serasa ada yang kurang.
Dengan tangan bertumpu satu sama lain sambil memegang dagu, dia kembali menatap Reina sambil berputar.
Reina juga ikut bingung sebab seingatnya kejadian ini juga tak ada di masa depannya.
Ternyata sejak memutuskan untuk memperbaiki masa depannya, masa lalunya banyak terjadi hal baru yang membuatnya cukup cemas juga.
"Ah iya. Apa kau akan menggunakan sepatu bututmu itu? Pantas aku merasa sejak tadi penampilanmu ada yang kurang!"
Reina kembali menatap bagian bawah gaunnya. Gaun yang tingginya di atas mata kaki jelas tak akan serasi dengan sepatu sekolahnya yang telah butut itu.
"Sepertinya aku punya yang cocok dengan gaunmu itu."
Tak lama lelaki itu pergi ke dalam ruangan dan membawa sebuah kotak yang sangat cantik menurut Reina.
"Benarkan ini sangat cocok. Ah sepertinya mereka memang di takdirkan untuk bersama!"
Kebahagian berlebihan itu membuat Reina tersenyum bahagia. Ternyata banyak orang di dunia ini yang masih perduli padanya.
Entah ke mana saja dia dahulu hingga bisa mengabaikan orang-orang yang tak hadir seperti saat ini.
Sebuah sepatu dengan hak yang hanya 7 centi membuat penampilan Reina sangat sempurna.
Lelaki itu semakin puas dnegan penampilan Reina dan meminta gadis itu untuk mengiklankan salonnya pada teman-temannya nanti.
Reina hanya mengangguk, dalam hati dia berdoa semoga Tuhan membalas perbuatan baiknya.
Tak lama sebuah mobil hitam datang. Lalu keluar seorang pemuda kurus dari arah kemudi.
"Yash! Kau baru bangun? Kau memang menjengkelkan!" gerutu lelaki gemulai itu lagi pada sopir.
"Hei aku ini seseorang yang memang hidup di dunia malam, kenapa kau bawel sekali." Lelaki itu lantas menatap Reina.
"Iya, aku meminta kamu mengantarkan dia! Ingat jangan kau goda, dia masih anak di bawah umur," ancamnya tegas.
Lelaki itu terkekeh tapi tetap memberi hormat layaknya seorang prajurit.
Reina merasa canggung saat lelaki itu membuka pintu mobil untuknya.
"Kenapa? Kamu mau duduk di belakang?" tanya lelaki itu heran.
"Ah tidak, maaf aku hanya gugup."
Reina bergegas masuk. Setidaknya dia akan terlambat jika masih memikirkan hal baru ini.
"Kamu ngga lupa bawa undangannya kan?" ucap lelaki itu memecah kesunyian selama perjalanan.
"Tidak, terima kasih sudah mengingatkan," balas Reina canggung.
"Ini adalah pesta kelulusan, tapi jangan menggila juga, ingat masa depanmu ya. Euforia terkadang membuat kau kehilangan tujuan hingga melepaskan sesuatu yang berharga," saran lelaki yang penampilannya menurut Reina sangat urakan.
Entah kenapa perasaan Reina menghangat, sesuatu yang harusnya keluar dari mulut kedua kakak lelakinya, justru keluar dari orang lain.
Reina merasa dia seperti mendapatkan kasih sayang dari lelaki lain karena hilangnya kasih sayang sang kakak.
"Hei kenapa kamu menangis? Aku hanya mengingatkan, jangan sampai kamu menyesal. Jangan anggap serius ucapanku, nanti riasanmu rusak," ucap lelaki itu panik.
"Terima kasih Ka, terima kasih karena telah memberiku nasihat."
"Astaga, itu hanya sebuah ucapan sederhana."
Tak terasa mereka sudah sampai di sekolah Reina. Gadis itu terkejut karena lelaki itu seolah tahu di mana dia bersekolah.
Reina menatap lelaki itu. Sorot matanya menuntut penjelasan.
Lelaki itu bahkan hanya terkekeh tanpa merasa terintimidasi sedikit pun.
"Sekolah yang sedang merayakan pesta kelulusan hanya sekolah ini, jadi ngga usah heran."
Reina keluar dan tak lupa mengucapkan terima kasih. Saking tidak pernah diperhatikan oleh lelaki di rumahnya, sebuah nasihat membuat hatinya menghangat.
Tentu itu harusnya tak bisa di biarkan, andai dia masihlah gadis dengan pemikiran di usia 19 tahun tentu sangat berbahaya. Peran keluarga sangatlah penting di masa tumbuh kembang anak-anaknya.
Namun karena Reina terlahir kembali dengan pemikiran dewasa, dia tetap bisa memilah perkataan yang menjadi nasihat untuknya.
Dia menatap ke arah pintu sekolah yang terbuka lebar. Berbagai mobil mewah telah terpakir di sana.
Para siswa pun berpakaian sangat bagus hari ini. Lagi, Reina bersyukur kehadirannya tak menjadi bahan tontonan siswa lain seperti dulu.
Dia berjalan menuju ruang auditorium. Untungnya ia masih ingat tata letak bangunan sekolahnya.
"Rei!" panggil seseorang hingga membuat Reina menghentikan langkahnya.
Dua orang gadis berjalan dengan cepat ke arahnya. Bukannya senang seperti kehidupan masa lalunya, Reina justru menatap ke dua gadis itu dengan dingin.
Grace dan Vika sampai di tempatnya, Grace yang peka menatap keanehan dari sikap Reina yang tenang dan terkesan acuh.
Biasanya gadis itu akan tersenyum cerah dan menyambutnya dengan riang. Kali ini Reina bahkan hanya terdiam tanpa emosi di wajahnya membuat Grace tidak nyaman.
"Astaga kamu cantik banget Rei!" pekik Vika yang hanya dibalas seringai tipis.
Di masa lalu, Reina akan berbinar mendengar pujian sahabat-sahabatnya ini. Namun mengingat kepedihan karena kedua sahabatnya juga akan mengkhianatinya di masa depan, membuat Reina tak bisa memancarkan kebahagaian bertemu dengan mereka.
"Edwin pasti terpukau sama penampilan kamu ini—" sambungnya lagi yang tak memperhatikan keengganan Reina.
Grace masih membaca situasi akan perasaan gadis itu yang tiba-tiba berubah asing.
"Kamu ngga papa?" mereka berdua tahu siapa Reina dan bagaimana kehidupan gadis itu.
Bagaimana gadis itu disakiti secara mental dan fisik oleh keluarganya.
Reina melirik Grace yang pandangannya terlihat sendu. Di banding dengan Vika, Grace memang sedikit bisa mengerti Reina.
Namun jangan salah, di masa depan, justru gadis itu yang mampu menghancurkan hatinya lebih dalam karena ikut membantu perselingkuhan Edwin dan Elyana hanya karena ia tergila-gila dengan kakaknya, Vano.
"Memang Reina kenapa?" pertanyaan itu meluncur dari mulut seorang pemuda yang baru saja bergabung dengan mereka.
.
.
.
Lanjut