Anna tanpa sengaja menghabiskan malam panas dengan mantan suaminya, Liam. Akibat pil pe-rang-sang membuatnya menghabiskan malam bersama dengan Liam setelah satu tahun mereka bercerai. Anna menganggap jika semua hanya kecelakaan saja begitu pula Liam mencoba menganggap hal yang sama.
Tapi, semua itu hilang disaat mendapati fakta jika Anna hamil setelah satu bulan berlalu. Liam sangat yakin jika anak yang dikandung oleh Anna adalah darah dagingnya. Hingga memaksa untuk menanggung jawabi benih tersebut meskipun Anna sendiri enggan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
"1 Milliar?" Jumlah yang mungkin cukup fantastik bagi Anna tapi tidak bagi Liam, uang sebanyak itu sering ia dapatkan. Hanya saja Liam sedikit tidak menyangka jika Anna telah berubah menjadi manusia yang haus akan harta dan kekayaan.
Mendapatkan Liam menatap Anna seolah penuh tidak menyangka membuat Anna tertawa meremehkan saja. "Apa kau tidak mampu?"
"Kau yakin hanya meminta satu milliar, kenapa tidak meminta lebih banyak lagi?" Liam bertanya dengan sedikit angkuh, ia berjalan mendekati Anna yang masih duduk disofa.
Kedua kaki Anna turun menginjak lantai, bercak darah karna memang kaki Anna terluka tapi membuat fokus Liam menjadi teralihkan. Tapi, Liam terlalu gengsi untuk perduli, ia tidak mau di cap terlalu perhatian oleh Anna.
"Aku akan memberikan dua kali lipat dari yang kau minta," Ucap Liam, ia berbalik badan ingin membuatkan makanan untuk Anna.
Pandangan mata Anna langsung tertuju pada kepergian Liam, ia menatap dirinya juga dari pantulan televisi di hadapannya. "Semakin sulit saja rasanya.." Anna menghela napas jadinya, ia merasa yang ada setiap pemberontakan selalu menjadi senjata untuk Liam.
Anehnya berbagai ancaman yang Anna lantangkan sama sekali tidak membuat Liam goyah. Tetap kekeh mempertahankan bayi yang sangat tidak diharapkan ini, Anna tidak mengerti apa tujuan Liam yang sebenarnya. Kalau hanya seorang anak ia bisa mendapatkan banyak dari para wanita yang sangat bersedia hamil bersamanya.
"Tunggu, Liam.." Anna teringat akan sesuatu, ia bangkit dari duduknya berjalan dengan sedikit pincang karna memang telapak kakinya masih sakit.
Liam tengah melihat-lihat berbagai makanan di lemari pendingin, mendengar suara Anna tadi sempat Liam melirik sebentar kearah wanita yang selalu memporak-porandakan suasana hatinya. Hanya sebentar saja karena Liam kembali fokus mencari telur dan juga daun bawang untuk membuat makanan sederhana yang mungkin saja Anna sukai nanti.
"Kau boleh memaksaku untuk melahirkan anakmu ini, hanya saja.. izinkan aku untuk tetap bekerja." Anna berusaha untuk merayu, bagaimanapun Anna membutuhkan uang untuk biaya hidupnya.
Liam meletakkan telur dan daun bawang tersebut sedikit keras, sehingga Anna menjadi mundur perlahan karena takut. Dan tidak hanya itu tapi juga Liam menatapnya sangat tajam seolah tidak lagi dalam keadaan mau diajak bercanda.
"Aku sudah katakan bukan, katakan saja pendapatan yang kau dapatkan selama bekerja.. aku akan memberikan berkali-kali lipat nanti." Liam harap apa yang ia katakan dan jelaskan bisa membuat Anna mengerti.
"Anna, tidak usah pikirkan hal yang belum terjadi. Tugasmu hanya melahirkan anakku saja, cukup." Sambung Liam, ia kembali fokus pada daun bawang ditangannya.
Anna hanya cemberut saja, sangat sulit merayu Liam yang keras kepala. Tidak heran bagi Anna, dari pertama kali bertemu dengan pria itu yang namanya sulit berkomunikasi dan mendengarkan saran adalah Liam Alexander. Anna hanya tidak menyangka jika Liam tetaplah orang yang sama, tidak ada yang berubah sedikitpun dari pria itu.
"Duduk.." Liam menarik tangan Anna untuk duduk dibangku meja makan, tentu saja Anna terkejut karena masih setia dengan lamunannya tadi.
Anna pasrah saja ikut duduk sesuai arahan pria tegap didepannya. Lalu, Liam berjongkok tepat berhadapan dengan kedua kaki Anna. Pria itu memegang kaki Anna yang sedikit terluka, untungnya serpihan pecahan tersebut tidak terlalu memberikan luka yang besar untuk Anna.
"Apa tidak sakit?" Tanya Liam disaat membersihkan luka tersebut, Anna menjawab dengan menggelengkan kepala saja. "Katakan saja kalau sakit, jangan tutupi segala rasa yang menekan dirimu."
Ntah kenapa hati Anna sedikit terenyuh karna apa yang Liam katakan, sedari kecil Anna selalu menyembunyikan luka sendiri. Hidup sebatang kara dibesarkan di Panti Asuhan telah membuat Anna tanpa sadar menjadi sosok yang kuat dan tahan akan sesuatu rasa sakit. Hanya satu yang sangat tidak bisa Anna tahankan dulu, yaitu berpisah secara sepihak dari Liam yang sangat ia cintai.
Hati Anna menjadi sakit mengingat kejadian satu tahun yang lalu, ia kembali fokus pada Liam yang telah memberikan perban di kakinya.
"Kau harus berhati-hati, An. Aku tidak mau, karna kecerobohan mu malah membuat Anakku dalam berbahaya." Liam menasehati.
Anna memutar bola matanya malas, tentu saja sedikit ada rasa kesal karena keangkuhan seorang Liam yang diselimuti oleh kepedulian itu.
"Salah anakmu sendiri, kenapa dia nyangkut di rahim wanita ceroboh sepertiku?" Ucap Anna asal tanpa disaring di otak mungilnya dahulu.
Liam tidak marah, melainkan menatap Anna datar saja. Ia mendekatkan diri lagi pada Anna yang juga memberikan tatapan yang sama, seolah ada tembok besar di antara mereka. Liam semakin dekat hingga membuat Anna sedikit gugup, tidak tahu apa yang mau dilakukan pria itu padanya.
"Tuhan, tolong aku.." Anna sangat takut disaat Liam semakin dekat dengannya, apa lagi wajah pria itu yang mendekati area bibirnya.
Anna mengira jika mungkin Liam akan mengecup atau melakukan tindakan mesum lainnya. Ternyata.. "Wuhhhhhhh.." Ya, Liam meniup bibir Anna.
"Ap-ap-apa maksudnya?" Anna bingung, karena pria itu sudah berdiri tegak didepannya, menatap Anna dengan senyuman smirknya.
"Maka jaga anakku yang sudah ada itu dengan baik, kalau sempat kau mencelakainya... maka, aku akan membuatku hamil lagi dan lagi." Ancam Liam dengan ekspresi santai tapi sangat menyebalkan dimata Anna.
Anna ingin mengamuk tapi pria itu sudah pergi kembali fokus pada bahan masakannya. Memotong daun bawang dengan sangat mudah, suara potongan pisau besar itu membuat Anna susah payah menelan ludah. Tidak pernah Anna bayangkan jika seorang Liam akan sangat obsesi dengan rahimnya.
"Kenapa kau sangat obsesi pada rahimku, ha?!" Anna sebal sekali, tapi ia memudarkan ekspresi kemarahannya disaat Liam semakin cepat dan menakutkan memainkan pisau tajam tersebut.
Cepat-cepat Anna sekalipun masih pincang pergi meninggalkan area dapur, ia ngeri sendiri jadinya. Kepergian Anna mendapatkan senyuman tipis saja dari Liam, ia yakin pastinya wanita itu sudah berpikir yang macam-macam.
"Huh.. Dia seperti seorang psychopath!" Keluh Anna disaat sudah merasa aman dari Liam, ia terduduk disofa ruang tengah sembari terus mengelus dadanya yang terus saja berdetak kencang.
Perut Anna terus saja berbunyi, ia sangat kelaparan sekarang. Tapi, Liam masih membuatkan makan siang untuknya di dapur sana.
"Aduh.. lapar banget.." Anna tidak tahan lagi, ia ingin segera memakan sesuatu untuk menghancurkan napsu makannya ini.
Aroma telur dadar membuat Anna semakin kelaparan, ia sering memasak makanan sederhana seperti itu tapi tidak pernah menggugah selera seperti ini. Tapi, tiba-tiba Anna merasa ada perubahan yang cukup besar dari tubuhnya.
"Biasanya mencium aroma masakan seperti ini aku bakal mual, kok ini tidak?" Anna jadi merasa heran, apa karna ayah sang bayi yang memasak menjadi sesuatu perbedaan besar?
Anna merasa semua itu tidak penting, perutnya yang sudah sangat kelaparan inilah yang wajib dipikirkan dan segera diisi. Mengikuti kemauan hati dan perut yang lapar, Anna berjalan menuju dapur disanalah ia melihat Liam tengah sibuk berkutat dengan alat-alat masak.