Suaminya berkhianat dan selalu mengabaikan nya, Calista malah tak sengaja bermalam dengan seorang Office Boy hotel tempat dia dijebak.
"Kamu masih perjaka?" tanya Calista pada lelaki tampan yang tidur dengan nya.
"Ya, Nona."
"Baiklah, aku akan bertanggung jawab! Kita akan jadi kekasih!" tutur Calista dengan serius, dia adalah orang yang selalu bertanggung jawab pada hal yang telah ia lakukan.
"Tapi saya hanya seorang Office Boy miskin."
"Aku nggak perduli latar belakang mu, aku hanya harus bertanggung jawab telah mengambil keperjakaan mu! Aku orang yang berpikiran sangat kuno, dimana keperawanaan atau keperjakaan sangat penting!"
Siapa sangka, ternyata lelaki itu bukan lah seorang OB biasa... akan tetapi seorang Bos besar misterius yang menyembunyikan identitas aslinya dari Calista dan pria itu mencintai Calista dengan ugal-ugalan!
Bagaimana rasanya dikhianati dan diabaikan suami lalu diceraikan, namun malah dicintai secara ugal-ugalan oleh kekasih misterius?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter - 11.
Di apartemen miliknya, Calista sedang duduk bersisian di sofa di depan layar tv bersama Ravindra saat Andrean menelepon.
Saat telepon berakhir, Calista menatap tak enak hati pada Ravindra. Dia merasa sedang berselingkuh dari pria itu, padahal nyatanya Andrean masih suaminya di mata hukum.
"Kamu marah aku terima telepon darinya?"
Bukannya menjawab, Ravindra malah mendekatkan bibirnya. "Kalau kamu cium aku, aku nggak akan marah."
Alaaahh bisa ae... modus kau Bang!
Tanpa berpikir lagi, Calista menyatukan bibirnya dengan Ravindra. Ciuman itu sangat lembut, Calista sedikit mendominasi. Namun detik berikutnya, Ravindra mengambil alih. Ciuman itu berlanjut, tidak tergesa-gesa dan terasa memabukkan.
Calista mulai kewalahan dengan ciuman Ravindra dan ingin melepaskan, namun pria itu mampu merasakan niat Calista dari gerak geriknya. Lengannya yang kokoh mencengkraam pinggang Calista dengan erat dan menariknya lebih dekat mencegah ke kemungkinan Calista mundur.
Ciuman panas itu terus berlanjut menjadi semakin sesak dalam intensitas nya, tepat saat Calista merasa akan kehabisan napas dia menyadari bibir Ravindra sedikit terbuka. Ia memanfaatkan momen tersebut untuk bergumam dengan terengah-engah.
"Indra, aku__"
Namun bibirnya kembali dibungkam, Calista melihat kehangatan penuh kasih sayang di mata Ravindra lalu kehangatan itu berubah cepat digantikan oleh hasrat membara yang mengancam akan membakar tubuh mereka berdua.
Ravindra mereengkuuh tubuh Calista ke dalam pelukannya, membuat ujung dress sebatas lutut wanita itu terangkat ke atas memperlihatkan kakinya yang begitu terlihat ramping dan halus.
Pria itu mengangkat tubuh Calista dari sofa, membuat wanita itu terkejut dan segera melingkaarkaan kedua kakinya di pinggaang Ravindra dan memeluk leher pria itu agar tidak terjatuh.
Ravindra berjalan ke dalam kamar sambil menggendong tubuh Calista seperti koala, lalu membaringkan tubuh wanita itu di atas ranjang dengan hati-hati. Tangan besarnya mengvsaaap beetis wanita itu sebelum bergerak naik, jari-jarinya menelusuri lekuk pa ha Calista yang elegan. Sentuhan lembut Ravindra terasa menggetarkan, membuat Calista mengeraang.
Tangan Ravindra bergerak perlahan menjelajahi le kuk tubuh Calista, kemudian bergerak untuk melepas dress wanita itu. Setelah dress berhasil dilepas, seketika terlihat kulit putih Calista di baliknya yang begitu terlihat sensualitas nya yang lembut.
Rambut coklat terangnya terurai dengan liar di da da wanita itu, menutupi sebagian bentuk tubuh yang terekspos. Di bawah tatapan Ravindra yang membakar, Calista merasakan gejolak pertama dari rasa malu. Tapi dengan cepat ia menekannya dengan pengalaman yang pernah ia lalui dengan Andrean.
Pertahanan Ravindra sudah runtuh seutuhnya, dia membuka ikat pinggangnya dengan satu gerakan cepat. Denting logam memecah kesunyian yang menegangkan saat dia melepas apa yang telah menghalangi tekadnya.
Saat Ravindra akhirnya memasvki Calista, bibirnya menelusuri bahu wanita itu. Perlahan turun ke leher dan setiap ciuman yang diberikan merupakan tanda kepemilikan. Napasnya yang hangat membeelaii kulit Calista, membuat denyut nadinya berpacu semakin cepat.
Percintaan keduanya terus berlanjut, intensitas kenikmatan semakin terasa membuat Calista terus mengeraang di bawah pergerakan tubuh Ravindra.
Saat semuanya selesai, Ravindra menarik tubuh lemas Calista ke dalam pelukannya.
"Beb, boleh aku bertanya sesuatu?"
"Umm..." Calista hanya bergumam, tenaganya benar-benar terkuras karena energi Ravindra begitu besar.
"Kapan terakhir kali kamu disentuh Andrean?"
Mata Calista yang tertutup, sontak terbuka. Dia menengadahkan kepalanya menatap Ravindra dengan kaget. "Sebelum menjawabnya, boleh tau alasan kamu menanyakan nya?"
Ravindra tersenyum, dia menjawil dagu Calista. "Saat kita pertama kali melakukan nya, aku nggak pakai pengaman. Begitupun saat ini..."
"Jadi kamu takut aku hamil dan ingin tahu itu anak siapa? Kamu takut anak ini anaknya Andrean, iya?"
Ravindra menggeleng, "Aku nggak perduli jika kamu hamil dan itu anak Andrean, dia akan tetap jadi anakku. Tapi jika anak ini perempuan, bukankah harus jelas siapa ayahnya... agar saat dia menikah jelas walinya."
Calista tercengang dengan pemikiran Ravindra yang sudah melihat jauh ke depan, dia lalu terkekeh dan balas menjawil ujung hidung mancung pria itu.
"Aku pastikan, seandainya aku hamil... Ini adalah anakmu. Aku dan Andrean sudah lama tak berhubungan, mungkin hampir setengah tahun ini."
Mendengar jawaban Calista, Ravindra tersenyum lebar membayangkan Calista mengandung anaknya betapa akan bahagia mereka berdua.
"Aku harus ke rumah sakit, bagaimana pun mantan ibu dan bapak mertuaku sangat baik padaku. Sejak aku pacaran dengan Andrean, kedua orang tuanya memperlakukan ku seperti anak kandung mereka."
"Kemana orang tuamu?"
"Meninggal saat aku kuliah semester 3, setelah itu aku berjuang untuk menyelesaikan kuliahku dengan uangku sendiri dari bekerja. Tapi, aku sempat cuti di semester 5 karena harus membiayai kuliah akting Andrean yang cukup mahal."
"Kau menyesal pernah menikah dengan Andrean."
"Tidak! Aku puas telah memberikan segalanya atas nama cintaku padanya, kini... aku berharap dia yang menyesal telah menyia-nyiakanku."
Ravindra semakin mendekap erat tubuh Calista. "Aku nggak akan pernah menyia-nyiakan mu, selalu mencintaimu."
Calista hanya tersenyum, tak menjawab ungkapan cinta Ravindra.
"Ah! Kau jangan pakai celana sobek itu lagi! Aku nggak suka!" Calista tiba-tiba saja ingat tentang celana itu yang membuatnya sangat cemburu.
"Jadi benar, kamu yang ambil celana itu?"
"Saat di warung bakso, semua mata para wanita disana melihat ke arah pa ha dan betis putih mu yang terekspos karena celana mu sobek. Aku ingin menc0ngkeel mata mereka saat itu juga, tapi aku menahannya. Lalu, aku malah berbuat dosa padamu..." Calista langsung menunduk saat mengatakan nya.
"Dosa apa?"
Calista melepaskan diri dari pelukan Ravindra dan menutup tubuhnya dengan selimut lalu bersiap kabur dari ranjang tapi pria itu menahan lengannya.
"Beb, jawab dulu. Dosa apa?"
"I-itu hanya sedikit kesalahan karena aku terbakar api cemburu. Aku cemburu itu artinya aku menyukai mu, kan? Jadi, jangan marah ya."
"Kesalahan apa yang membuatku bisa marah padamu? Kau tahu, meski suatu hari kau membunuhku karena aku menyakitimu... aku nggak akan pernah menyalahkan mu." Ravindra bicara dengan tulus, tak ada keraguan dalam suaranya.
Calista terdiam, sungguh ungkapan yang lebih berat dari ungkapan Ravindra saat menyatakan cinta padanya.
"Sebenarnya, karena aku cemburu... waktu itu aku tak sengaja memasukan banyak cuka pada mangkuk bakso mu. Saat aku tersadar, kau sudah memakan bakso itu. Aku lah pelaku yang sudah membuat mu sakit perut kemarin. Maaf..." terlihat jelas wajah bersalahnya.
Pria itu bukan nya marah, dia bangun dari baringannya lalu menangkup wajah Calista dan mengecup kening wanita itu. Setelahnya, dia tergelak dengan keras. Dia mengingat saat dia lemas setelah makan bakso dan merasa hampir mati namun ternyata itu ulah Calista. Wanita yang ia cintai, jadi mana mungkin dia marah bukan?
Mendengar tawa Ravindra dan bukannya marah seketika hati Calista menghangat.
"Aku siap-siap dulu, kamu mau ikut ke rumah sakit?"
"Tidak, ada mertua mu disana aku nggak ingin membuatmu kesulitan."
"Oke."
Keduanya pun saling melepaskan, Calista menuju kamar mandi dan segera membersihkan tubuhnya.
Tak lama Calista sudah mengemudikan mobilnya ke rumah sakit, dia keluar dari mobil menuju kamar rawat yang disebutkan Andrean di telepon. Dia harus menjelaskan pada mantan mertuanya, jika dirinya dan Andrean sudah bercerai dan hanya menunggu peresmian cerai secara hukum dari pengadilan agama.
Ah, paparazzi emang menyebalkan 🤔😅
Pasti dia pikir, Bara ada hubungan dengan Calista 😅