9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Zonya sudah kembali ke kamar, bahkan sudah membersihkan dirinya. Begitu ia selesai berganti pakaian, ia melihat pergerakan Naina yang sepertinya akan bangun. Tidak lama, bocah gembul itu benar-benar mendudukkan dirinya di ranjang sembari mengucek matanya
"Hai gembul, sudah bangun ya" Zonya mendekat dan mengusap wajah gadis gembulnya itu
"Wuhu... Papa... Papa..."
"Papa terus yang dicari, yang di sini Aunty, Nai"
"Papa... Papa..."
"Nai ingin bertemu Papa?" tebak Zonya. Sebab, gadis gembul itu sedari tadi terus menerus menyebut kata Papa
"Papa... Papa..."
"Hais... Cepat besar supaya tidak membuat Aunty jadi cenayang dadakan"
Zonya langsung menggendong Naina meski setengah menggerutu. Begitu keluar dari kamar, ia melirik pintu kamar Sean yang masih tertutup rapat
"Mengganggu tidak ya kalau aku ketuk pintunya" batin Zonya
"Papa... Papa... Huhu wleee"
Zonya benar-benar gemas karena Naina terus saja berceloteh dan mengatakan Papa. Mungkin gadis gembul itu rindu dengan Papanya, sebab sepulang dari rumah sakit, ia sama sekali belum bertemu Sean
"Mbok..." panggil Zonya saat melihat Mbok Ijah melintas
"Ya Nya?"
"Mas Sean belum keluar kamar?"
"Belum Nya, biasanya keluar pas jam makan malam nanti"
Zonya melirik jam di pergelangan tangannya. Masih cukup lama jika harus menunggu Sean keluar. Akhirnya, ia mengajak Naina mendekati pintu kamar Sean dan meminta anak itu memanggil Papanya sendiri
"Papa... Papa..."
"Iya sebentar" sahut Sean dari dalam
Ceklek
"Maaf mengganggu, Nai ingin bertemu dengan Mas" ucap Zonya
Sean mengangguk dan langsung meraih Naina kedalam gendongannya. Ia kecup wajah putrinya dengan sayang dan bertubi-tubi, membuat gadis gembul itu tertawa tak tertahan. Mungkin tumpukan rasa bahagia Naina karena bertemu dengan Papanya, ditambah serangan bulu-bulu halus di rahang sang Papa, membuat Naina benar-benar tertawa tiada henti
"Maafkan Papa, Nai" bisik Sean
Zonya yang melihat itu menjadi terharu. Sungguh, berada di posisinya bukanlah hal yang mudah, itulah sebabnya ia memberanikan diri untuk melawan mertuanya, agar Sean tahu keadaan yang sebenarnya. Hingga kasih sayang yang laki-laki itu curahkan bukan lagi hanya sekedar demi menjalankan wasiat istrinya, tapi benar-benar murni karena ia menyayangi Naina. Zonya menghapus setitik air mata diujung matanya, ia lantas berbalik untuk memberikan waktu bagi Ayah dan anak itu
"Zoe..." panggil Sean, membuat langkah Zonya terhenti "Terima kasih"
Zonya mengangguk "Sama-sama, Mas"
*
Makan malam kali ini cukup berbeda. Jika biasanya Naina akan duduk bersama Zonya, maka kali ini gadis kecil itu bergelayut manja dipangkuan sang Papa sembari menyedot dot susu miliknya
"Papa aaak" Naina menganga seakan meminta sang Papa untuk menyuapinya
"Nai mau makanan punya Papa?" tanya Sean
"Hm"
"Nanti Nai kepedasan. Nai minum susu saja ya" bujuk Sean
"No no no..."
"Hais... gadis kecil, jangan bertingkah" ucap Zonya sembari memelototkan matanya
"Hahaha... Mama... Mama..."
"Kenapa malah tertawa, ada yang lucu dari Aunty?" tanya Zonya, sebab kini bukan hanya Naina yang menertawakannya, tapi Sean juga
"Mungkin dimatanya kau seperti boneka mampang" ucap Sean
"Hei" Zonya benar-benar tak habis pikir kalau dirinya dikira boneka mampang "Mentang-mentang Mama Sila cantik, terus Aunty yang pas-pasan dikira boneka mampang, begitu?"
"Tidak, Aunty juga cantik"
Zonya diam, ia salah tingkah. Ia cukup merasa malu karena Sean memujinya. Walaupun ia tidak tahu suaminya itu benar-benar ingin memujinya, atau hanya sekedar menghibur karena tadi dirinya ditertawakan Naina
"Sudah habiskan makananmu, malah salah tingkah begitu"
Blush
Zonya yakin bahwa wajahnya benar-benar merah sekarang. Nyatanya, pujian Sean membuatnya benar-benar merasa salah tingkah dan ingin melompat sekarang juga. Astaga, ia seperti gadis ABG yang baru merasakan jatuh cinta sekarang. Ehh... jatuh cinta? Seorang Zonya jatuh cinta? Tidak, ini tidak mungkin
"Zoe... Zoe..."
"I-iya?"
"Kenapa diam?" tanya Sean, sebab Zonya terlihat diam sedari tadi
"Tidak, tidak apa-apa. Sampai dimana tadi?"
"Apanya?"
Zonya gelabakan. Ahh sungguh ia merasa bodoh sekarang. Kenapa ucapan dan pikirannya bisa berbeda. Ia memukul dahinya pelan karena menyadari kebodohannya. Namun itu tidak berangsur lama, karena didetik berikutnya ia tampak berdehem pelan
"Ehmm... Aku sudah selesai, aku akan menidurkan Nai dulu" Baru saja Zonya akan mengambil alih Naina dari pangkuan Sean, Sean justru menghalanginya
"Biar aku saja yang membawanya ke kamar kita" ucap Sean
"Ka-kamar kita?"
"Hm, bukankah kita suami istri. Jadi kita akan tidur bersama mulai malam ini. Hanya ada kau, aku dan Naina"
"Memang harus begitu?" tanya Zonya
"Itu harus dan wajib. Bahkan seharusnya aku mengajak kalian tidur bersama sejak awal. Tapi kau 'pun tahu bahwa kita menikah tidak dengan jalur yang benar" ucap Sean disertai kekehan kecil diakhir kalimatnya
*
Zonya melangkah perlahan mengikuti langkah Sean yang menuntun Naina berjalan menuju kamar. Begitu tiba di pintu kamar, Sean langsung membuka pintu dan mengajak Zonya dan Naina masuk
"Woah..."
Tatapan berbinar dari gadis gembul menggemaskan itu membuat Sean terkekeh. Ia membopong tubuh gembul putrinya dan menaikkannya di ranjang. Setelah itu, ia langsung berbalik, menatap Zonya yang masih berada diambang pintu kamar
"Di sana masih kosong, nanti kita ambil foto bersama ya buat mengisi kekosongan di sana" tunjuk Sean pada bagian kepala ranjang
Dimana sebelumnya terdapat foto dirinya dan Nasila. Namun beberapa hari yang lalu, ia memutuskan untuk melepas pajangan foto itu dan membiarkan bagian itu kosong. Setelah kejadian tadi, Sean jadi berinisiatif lain, kini ia berpikir untuk mengajak Zonya dan Naina foto bersama nantinya dan akan memajangnya di sana
Sean semakin maju ke hadapan Zonya dan menggenggam kedua tangan wanita itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Bahkan tatapan itu membuat kerja jantung Zonya bekerja lebih ekstra. Terbukti dengan debaran dadanya yang terasa begitu berdebar seperti genderang perang
"Zoe... Jika kemarin aku memintamu menjalani pernikahan ini demi Naina karena rasa bersalahku pada gadis kecilku. Maka saat ini, aku benar-benar memintamu untuk bersamaku demi kita. Kau adalah tanggung jawabku, kau adalah istriku, dan sampai kapanpun aku tidak akan melepaskanmu" Sean meraih jemari Zonya dan menyematkan sebuah cincin di jari manis wanita itu "Aku benar-benar serius dengan ucapanku, Zoe"
Zonya menggeleng sembari melepas genggaman tangannya dari Sean secara perlahan "Bisakah sekali saja Mas tidak berbuat egois? Aku lelah" tanpa bisa dicegah, air mata Zonya turun begitu saja "Tidakkah Mas ingin bertanya padaku apakah aku memiliki kekasih atau tidak sebelum menikah denganmu? Kalau ada, tidakkah Mas ingin bertanya tentang perasaanku dan kekasihku karena hubungan kami berakhir hanya karena pernikahan kita. Tidakkah Mas berpikir sekali saja untuk sedikit memikirkan posisiku. Aku sama sekali tidak merasa dibutuhkan dimanapun, termasuk dalam pernikahan kita. Lalu sekarang kau tiba-tiba datang dan mengajakku menjalani pernikahan sebagaimana mestinya, bahkan kau memasangkan cincin ini sebagai pengikat untukku tanpa bertanya apakah aku bersedia atau tidak. Apakah se-tidak berarti itu perasaanku bagi kalian?"