Alena adalah seorang gadis ceria yang selalu berbicara keras dan mencari cinta di setiap sudut kehidupan. Dia tidak memiliki teman di sekolah karena semua orang menganggapnya berisik. Alena bertekad untuk menemukan cinta sejati, meski sering kali menjadi sasaran cemoohan karena sering terlibat dalam hubungan singkat dengan pacar orang lain.
Kael adalah ketua geng yang dikenal badboy. Tapi siapa sangka pentolan sekolah ini termasuk dari jajaran orang terpintar disekolah. Kael adalah tipe orang yang jarang menunjukkan perasaan, bahkan kepada mereka yang dekat dengannya. Dia selalu berpura-pura tidak peduli dan terlihat tidak tertarik pada masalah orang lain. Namun, dalam hati, Kael sebenarnya sangat melindungi orang yang dia pedulikan, termasuk gadis itu.
Pertemuan tak terduga itu membuatnya penasaran dengan gadis berisik yang hampir dia tabrak itu.
"cewek imut kayak lo, ga cocok marah-marah."
"minggir lo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addinia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jadi nakal
Alena berdiri dengan wajah kesal, memandangi gerbang sekolah yang tertutup rapat. Di sampingnya, ada Bintang yang juga terlambat.
"Kok bisa lo telat?"
"Alarm gue mati. Lo harus tau, kalo ini pertama kalinya gue telat."
"Nggak kaget sih."
Bintang menoleh. "Kenapa?''
"Karena lo anak rajin."
Sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan gerbang. Alena dan Bintang otomatis menoleh ke arah mobil tersebut. Pintu mobil terbuka, dan dari sana muncul Nadine dengan wajah sedikit panik.
Alena mengangkat alisnya. "Kok bisa lo telat?''
Nadine tersenyum kaku sambil menutup pintu mobil. "Tadinya aku udah sampai disini, tapi buku aku ada yang ketinggalan, jadi aku balik lagi kerumah."
Nadine mendekat, berdiri di samping Alena dan Bintang. Ketiganya menatap gerbang yang terkunci rapat. Mereka tahu aturan sekolah ini sangat ketat—murid yang terlambat hanya bisa masuk jika guru BK datang.
Bintang melirik jam tangannya. "Kayaknya Guru BK bakal dateng setengah jam lagi."
Mereka bertiga kini duduk di trotoar dekat gerbang. Alena masih memasang wajah kesal, sementara Nadine terlihat lebih santai, dan Bintang sibuk mengecek jadwal pelajaran di ponselnya.
Tak lama dari situ. Suara motor mendekat, memecah keheningan di antara Alena, Nadine, dan Bintang. Alena langsung menoleh, mengenali suara motor itu. Nadine dan Bintang ikut menoleh, penasaran siapa yang datang. Mata Alena melebar saat melihat siapa yang turun dari motor tersebut
"Kael?"
Kael memarkirkan motornya tepat di depan gerbang, kemudian berjalan santai ke arah mereka bertiga.
Pria itu langsung menoleh ke Alena, mengangkat alisnya. "Telat lagi lo, KittyCat?"
"Iya!"
"Kenapa? Kesiangan? Baju lo nggak kotor lagi tuh kayak waktu itu."
Alena mendengus kesal. "Berisik! Lo jauh lebih telat dari gue!"
Kael tertawa kecil. "Yaudah. Jawab dulu. Kenapa lo bisa telat?"
"Kesiangan!" Jawab Alena dengan ketus.
Pria itu tertawa lagi. "Lo emang mudah banget di tebak."
Alena membalikkan pertanyaan dengan ketus. "Kenapa lo telat?''
Kael tersenyum kesenangan karena Alena balik menanyainya.
"Ada deh, lo nggak boleh kepo, KittyCat."
Alena melempar batu kecil ke arah Kael. Gadis itu menyesal menanyai pria itu. Sementara itu, Nadine memperhatikan interaksi mereka dengan senyuman kecil. Bintang tetap diam mengamati mereka bedua.
"Daripada nungguin Pak Mamat yang nggak tau kapan dateng, gimana kalau kita lewat belakang? ada pager yang nggak terlalu tinggi disitu, gampang buat di panjat." Saran Kael.
Alena langsung memprotes dengan keras. "Enggak! Gue nggak setuju! Lo kira kita kriminal?"
Nadine melirik ke Alena.
"Tenang aja, KittyCat. Nggak bakal ada yang ngeliat kita. Gue sering lewat situ kalo telat. Percaya sama gue."
"Percaya sama lo? Enggak! Gue nggak akan percaya!" Pekik Alena.
Bintang, yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Ide lo mungkin buruk. Tapi daripada kita terus nunggu disini—"
"Mending kita ikuti saran Kael." Lanjut Bintang.
Kael tersenyum puas, merasa didukung. Dia menatap Alena dan mengulurkan tangan, berniat menariknya.
"Ayo, ke belakang. Jangan terlalu serius. Hidup lo harus di buat seru sekali-kali."
Alena mundur setengah langkah, menepis uluran tangan Kael dengan kesal.
"Enggak! Gue nggak mau!"
Bintang tiba-tiba menggenggam tangan Alena dengan cepat. Dengan lembut tapi tegas, dia menarik Alena menuju jalan kecil di samping sekolah.
"Ayo, Al. Kita bakal tambah telat kalo terus ngulur waktu."
Alena terkejut, tapi tidak sempat melawan. Dengan reflek, dia ikut menarik tangan Nadine agar tidak tertinggal. Nadine yang kaget hampir tersandung, tapi akhirnya ikut berlari kecil mengikuti mereka.
"Al, pelan-pelan! Aku nggak siap buat maraton pagi-pagi!"
Kael, di sisi lain, hanya tertawa kecil melihat mereka semua. Dia berjalan santai dari belakang, tangan masih dimasukkan ke saku celananya.
"Tenang, KittyCat. Ada gue dibelakang, lo pasti aman."
Alena menoleh sekilas dengan pandangan kesal, tapi tidak berkata apa-apa. Mereka akhirnya menuju pagar belakang sekolah.
Mereka sudah dibelakang. Nadine menutupi mulut Alena dengan tangannya, karena gadis itu terus mengoceh.
"Tahan, Al. Nanti kalo kamu ribut, kita bakal ketauan."
Kael berjalan ke penjual somay yang sudah ia kenal untuk meminjam bangku.
"Bang, pinjem bangkunya sebentar."
"Pake aja, El."
Kael menaruh bangku itu di dekat pagar, lalu menoleh ke Alena dan Nadine.
"Ladies first. Naik duluan."
Alena melepas paksa tangan Nadine dari mulutnya. "Lo gila ya?! kalo gue sama Nadine jatoh, mau tanggung jawab lo?!"
"Kan udah ada bangku. Nggak bakal jatuh, tenang aja." Jawab Kael. "Kalau pun jatuh, gue yang tangkep."
Nadine menoleh ke Alena dengan raut khawatir, tapi Bintang segera membantu. Dia menopang tangan Alena dan Nadine agar lebih mudah naik.
"Pelan-pelan aja. Gue jagain." Ucap Bintang dengan lembut.
Alena akhirnya naik duluan, disusul oleh Nadine yang masih gemetaran. Untungnya kelas mereka hari ini mengenakan seragam olahraga. Setelah keduanya berhasil melewati pagar, Bintang pun naik dengan mudah. Kael menjadi yang terakhir, melompat dengan santai tanpa menggunakan bangku.
"Liat? Gampang kan? Sekarang kita masuk kelas kayak nggak ada apa-apa." Ucap Kael sambil merapikan baju olahraganya
Alena mendengus, masih kesal. Mereka mulai berjalan pelan-pelan menuju gedung sekolah. Tapi tiba-tiba, dari ujung lorong belakang, terdengar suara dehaman berat. Mereka semua berhenti.
"Ehem. Kalian pikir saya nggak lihat apa yang kalian lakukan tadi?"
Dengan tongkat di tangannya, pak Mamat berjalan mendekat ke arah mereka.
Alena, Nadine, Kael, dan Bintang langsung kaku di tempat. Alena memutar pelan ke arah Kael, menatapnya tajam. Nadine memegangi lengan Alena erat-erat, wajahnya pucat.
"Kita ketauan..."
"Tenang, Nadine. Pak Mamat biasanya cuma kasih ceramah doang. Nggak bakal lama." Sahut Kael.
Pak Mamat mengetukkan tongkatnya ke tanah.
"Jadi kalian pikir masuk sekolah dengan cara memanjat pagar itu benar? Hah?!"
Alena melotot ke arah Kael. "Liat kan?! Ini semua gara-gara ide bodoh lo!"
"Santai, KittyCat. Namanya juga petualangan."
Pak Mamat mengangkat alisnya, menatap mereka dengan tajam. "Tidak ada yang namanya petualangan di sini! Sebagai hukuman, kalian semua harus membersihkan aula sampai bersih. Dan jangan ada yang coba-coba kabur!"
Alena membelalak. "Aula? Pak, aula disekolah ini luas banget. Kita nggak mungkin selesaiin hukumannya! Ini nggak adil pak!"
Kael menggenggam tangan milik Alena meminta gadis itu untuk tenang.
"Tidak ada yang tidak adil di sini. Kalian melanggar aturan, maka kalian harus menerima konsekuensinya. Sekarang, pergi ke aula!" Tegas Pak Mamat.
Alena mendengus frustrasi, lalu menoleh tajam ke Kael yang terlihat tetap tenang. Alena menepis tangan Kael.
"Lo sumber masalah! Harusnya gue nggak dengerin lo..."