Me And Hot Mafia

Damian membuka matanya, lelaki itu langsung mengingat kejadian angsa sebelum dia pingsan.

"Damn it!" umpat Damian yang mulai keluar keringat dingin dan mual.

Saat ini dia berbaring di atas ranjang kamar Jeje, beruntung kamar itu bersih jadi Damian tidak merasakan phobianya lebih parah lagi.

Tapi dasarnya Damian terbiasa hidup mewah jadi tetap saja dia merasa jika tempat tinggal Jeje tidak layak untuknya.

Damian duduk di pinggir ranjang bersamaan dengan Jeje yang masuk ke kamarnya.

"Sudah bangun?" tanya Jeje dengan mendengus.

Setelah Damian pingsan sebelumnya, akhirnya dengan terpaksa Jeje mengikuti kebohongan lelaki itu supaya orangtuanya tidak bingung.

"Di sini bukan tempatmu, Damian. Pulanglah, aku tidak akan kembali ke Australia!" ucap Jeje mencoba memberi pengertian.

Damian memberi kode untuk duduk di pahanya tapi Jeje menolaknya pasti lelaki itu akan menggerayangi tubuhnya dan Jeje tidak mau itu terjadi.

"Lebih baik kita bicara dengan menjaga jarak saja!" tolak Jeje dengan nada dibuat selembut mungkin.

Damian mengeratkan gigi gerahamnya mencoba menahan emosi yang naik ke ubun-ubunnya. Matanya memicing menatap Jeje dengan tajam, merasa terancam akhirnya Jeje mendekat dan duduk di paha lelaki itu.

"Kita sudah bercinta ratusan kali dan kau masih berpikir aku tidak punya perasaan padamu?" Damian mencoba berbicara tentang hubungan mereka supaya hubungan mereka bisa membaik.

"Iya perasaan membutuhkan tubuhku!" ketus Jeje berwajah masam.

"Apa aku pernah kasar padamu saat bercinta?" tanya Damian menatap lekat manik Jeje membuat gadis itu merona.

"Kenapa perumpamaan mu selalu bercinta, Damian? Itu membuktikan kalau kau hanya butuh tubuhku!" sahut Jeje yang masih kekeh dengan pendapatnya.

Damian mencoba menjangkau bibir Jeje dan menggoda gadis itu untuk membuka mulutnya supaya dia bisa menjelajahi mulut Jeje dengan keahlian lidahnya.

"Hmmpp!" Jeje memukul dada Damian pelan supaya melepaskan ciumannya.

"Aku merindukan kita yang seperti ini!" Damian mendesis karena sesuatu yang di bawah sana terasa sesak. "Apa kau bisa jelaskan itu apa? Aku bahkan ingin membunuh lelaki lain yang bersamamu tadi!"

"Apa kau cemburu, Damian?" tanya Jeje memastikan.

"Entahlah, aku tidak suka wanitaku disentuh lelaki lain!" jawab Damian menyusuri leher Jeje dengan bibirnya. "Aku menginginkanmu!"

Damian membaringkan tubuh Jeje di atas ranjang dan dia mulai melucuti baju gadis itu tapi ditahan oleh Jeje dengan berusaha menjauhkan tubuhnya.

"Pastikan perasaan mu padaku dulu, Damian. Baru kita bisa bercinta!" ucap Jeje tegas.

"Bagaimana caranya?" tanya Damian yang tidak mengerti wanita. "Akan aku berikan 50% hartaku apa itu cukup?"

"Bukan dengan harta, Damian!"

Damian semakin frustasi dibuatnya, Jeje ternyata sangat keras kepala biasanya gadis itu akan pasrah setiap dia menyentuhnya.

Sampai pintu kamar Jeje dibuka oleh ibunya dan ibu Jeje langsung terbelalak melihat pemandangan intim di mana anak dan menantunya siap melakukan pergulatan ranjang.

"Ya ampun, apa kalian sudah akan mulai konser goyang ngebor?" tanyanya.

Damian dan Jeje langsung gelagapan, Jeje membenahi bajunya begitupun Damian berusaha menurunkan alat tempurnya yang sudah on.

"Makan dulu biar bertenaga!" ucap Ibu Jeje.

Jeje mendengus, bagaimana dia menjelaskan pada orangtuanya karena Damian membuatnya semakin rumit.

"Ayo kita makan dulu!" ajak Jeje kemudian.

Di meja makan sederhana terhidang menu sederhana pula, karena tidak tahu jika dia sudah punya menantu, Ibu Jeje memasak seadanya karena tidak sempat berbelanja ke pasar.

"Manto sudah di kurung!" ucap bapak Jeje yang melihat Damian celingak celinguk tidak jelas.

Ada semburat malu di wajah Damian mengingat tragedi angsa Manto sebelumnya.

"Dimana, Keith?" tanya Damian.

"Keith dan orangmu pergi ke kota! Rumah ku sempit tidak akan bisa menampung mereka semua!" jelas Jeje dengan mengambil nasi ke piring Damian.

Jeje mengambil sayur asem dan juga ikan asin yang membuat dahi Damian mengerut. "Makanan apa ini?"

"Kenapa ikannya kurus kering begini?"