Quinevere King Neutron, putri Nathan Ace Neutron bersama dengan Clementine Elouise King, kini sudah tumbuh menjadi seorang gadis dengan kepribadian yang kuat. Tak hanya menjadi putri seorang mantan mafia, tapi ia juga menjadi cucu angkat dari mafia bernama Bone. Hidup yang lebih dari cukup, tak membuatnya sombong, justru ia hidup mandiri dengan menyembunyikan asal usulnya. Quin tak pernah takut apapun karena ia sudah banyak belajar dari pengalaman kedua orang tuanya. Ia tak ingin menjadi pribadi yang lemah, apalagi lemah hanya karena cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TEMBAKAN
“Jadi kamu ingin mengatakan bahwa laporan ini dimanipulasi?!” geram seorang pria dengan tatapan tajam ke arah Quin. Ia tentu tak terima, apalagi jika Quin membuka semuanya di hadapan para pegawai lain, bisa jatuh reputasinya.
“Menurutmu?” tanya Quin dengan sopan dan tenang. Ia tak akan mudah terprovokasi oleh orang-orang yang sengaja mencari gara-gara dengannya.
“Siallann!!” pria itu tampak menggerutu kesal.
“Apa aku akan menuduh anda tanpa bukti yang cukup?” tanya Quin dengan tatapan mengintimidasi.
“Kauuuu!!” pria itu tampak mengepalkan tangannya.
Ceklek
Pintu ruang meeting tersebut terbuka dan tampaklah Bone yang memasuki ruangan. Quin tersenyum saat menatap pria yang selalu ia panggil dengan sebutan Grandpa itu
Bone yang baru tiba karena tadi ia masih sibuk mengulik banyak hal tentang seorang Arden Fox Diggory bersama orang kepercayaannya, melihat suasana yang sepertinya begitu panas di dalam ruang meeting tersebut.
“Ada apa ini?” tanya Bone sambil melangkah mendekati Quin, kemudian duduk tepat di samping cucu angkatnya itu.
“Hanya sedikit berdebat,” jawab Quin sambil tersenyum.
Pria tadi bernama Don, kini mencoba menahan emosinya ketika melihat kehadiran Bone di sana. Ia tak ingin terlihat buruk, tapi ia juga tak ingin melihat Quin disanjung. Ia harus membuat Quin hancur di hadapan Bone, sehingga tampuk pimpinan Perusahaan Bone akan pindah padanya. Ya, posisi pimpinan hanya untuknya.
“Tuan Bone, mengapa anda meminta wanita kurang pengalaman ini untuk menjadi CEO? Ia tidak memiliki keahlian atau kemampuan apapun. Kerjanya hanya mencari-cari kesalahan kami, dan berusaha terlihat hebat. Ia membuat semua yang telah kami kerjakan terlihat sia-sia, seakan tak berarti di matanya,” ujar Don.
“Benar! Laporan yang kami buat, selalu dicari-cari kesalahannya, tak pernah ada yang benar,” ujar Bobby, “Apa ia sama sekali tak menghargai para pegawai yang lembut untuk menyelesaikan semuanya?”
“Mengapa tak anda pilih dari kami bertiga untuk menggantikan posisi anda, jika memang anda ingin pensiun. Apa selama ini kinerja kami kurang baik di mata anda, Tuan Bone?” tanya Alvi.
Bone menatap ketiga pria itu satu-persatu, kemudian menatap ke arah Quin, “apa ada yang ingin kamu sampaikan pada Grandpa, Quin?”
“Grandpa?” tanya Don, Bobby, dan Alvi bersamaan.
“Ya, apa kalian belum tahu kalau Quin adalah cucu angkatku?”
Semua direksi dan manager serta supervisor yang hadir di sana terdiam dan tatapan mereka tertuju ke arah Quin. Namun, mereka tetap saja memandang rendah Quin karena posisinya hanya-lah cucu angkat, bukan cucu kandung.
“Ia hanya cucu angkat, ia tetap tak sebanding dengan kami yang sudah bekerja bersamamu selama bertahun-tahun. Apa anda tak menghargai kerja kami selama ini?” tanya Don dengan tatapan meremehkan Quin.
“Memangnya kalau aku memiliki cucu kandung, kalian tak akan membuat keributan seperti ini? Jabatanmu hanya setingkat di bawah Quin, itu berarti setingkat di bawahku. Apa kamu masih tak terima itu, Don?” tanya Bone menelisik.
“Tetap saja itu tidak adil! Ia anak baru dan tak mengerti apa-apa, tapi anda langsung memberinya jabatan di atas kami. Ini tak adil sama sekali,” sahut Alvi.
Bone tak ingin perdebatan itu disaksikan oleh para pegawainya yang lain. Ia pun akhirnya meminta mereka keluar, hingga hanya menyisakan dirinya, Quin, dan ketiga pria yang merupakan direktur yang selalu dipercaya oleh Bone.
“Memangnya kalau bukan Quin, siapa yang harus kupilih dari antara kalian bertiga?” tanya Bone dengan tenang sambil menatap ketiganya.
Don, Bobby, dan Alvi saling berpandangan. Mereka tentu saja ingin menunjuk diri mereka masing-masing, tapi … tidak! Mereka memang harus mencalonkan diri mereka sendiri. Mereka tak akan rela jika bukan diri mereka yang menjabat.
“Aku!” Don, Bobby, dan Alvi menjawab bersamaan, membuat Bone hanya biaa menggelengkan kepalanya, sambil tersenyum tipis.
“Lihatlah sikap kalian bertiga, kalian belum siap,” ujar Bone, “seorang pemimpin sejati tak akan memperebutkan sebuah posisi, karena posisi itu sendiri yang akan datang padanya, dengan catatan jika memang dia pantas untuk itu.”
Don mengepalkan tangannya saat mendengar Bone mengatakan itu. Apa maksud Bone mengatakan itu, apa ia tidak pantas dan tidak layak?
“Tuan-tuan yang saya hormati, bukan maksud saya selalu mencari-cari kesalahan dalam laporan divisi yang anda buat, tapi … perbedaan angka yang berbeda antara divisi pemasaran dengan keuangan, serta jumlah stock di gudang, membuat saya langsung bisa mengatakan bahwa ketiga laporan tersebut tidak terkait satu sama lain, yang artinya berdiri sendiri. Apa mungkin jumlah penjualan seratus, tapi yang tercatat di bagian keuangan hanya sembilan puluh, tapi yang berkurang di gudang sampai seratus dua puluh?” tanya Quin tersenyum tipis.
Quin memberikan laporan tersebut pada Bone agar Grandpa tersayangnya itu bisa melihat maksud dari semua ucapan Quin. Quin juga harus memberikan bukti pada Grandpa Bone.
“Selain itu, bisakah anda menjelaskan arti dan maksud dari video ini, Tuan Don?” tanya Quin lagi kemudian memutar sebuah rekaman CCTV yang muncul di sebuah layar besar di hadapan mereka.
“Shittt!!! Apa maksudmu merekamku?” Don yang sedang emosi sejak tadi, semakin bertambah emosi.
Don, Bobby, dan Alvi melihat rekaman tersebut. Ketiganya tak percaya bahwa ada CCTV yang terpasang di depan ruang CEO, karena mereka tak pernah melihatnya.
“Eva! Kamu masih ingin bekerja di sini?” tanya Quin pada sekretarisnya yang tubuhnya kini bergetar karena rasa takut.
“M-ma-ma-masih, Nona,” jawab Eva.
“Jadi kamu bisa menjelaskan semua yang terekam di CCTV tersebut, bukan? Katakan semuanya atau aku yang akan membukanya di sini,” ujar Quin dengan tatapan tajam. Ia bahkan tak terintimidasi oleh tatapan Don, Bobby, serta Alvi.
“T-tapi …,” Eva masih tak bisa mengeluarkan ucapannya, karena rasa takut saat Don, Bobby, dan Alvi melihat ke arahnya dengan penuh ancaman.
Dorrr
Sebelum Eva berkata-kata, sebuah tembakan melesat dan mengenai bahu wanita itu. Quin pun bangkit saat melihat Don kembali mengarahkan senjatanya ke arah Bone.
Dorrrr dorrrr
🌹🌹🌹