[TAMAT] Tiba-tiba 7 orang dari keluarga Handoko meninggal dunia selang dua hari sekali. Ketuju itu semua laki-laki dan dimakamkan berjejer dimakam keluarga.
Dewi salah satu anak perempuan dikeluarga Handoko, sangat teramat penasaran dengan kejadian ini. Semua keluarganya diam seribu bahasa, seolah-olah semua ini takdir Tuhan. Disitulah awal Dewi akan mencari tahu masalah demi masalah dikeluarga ini.
Ikuti terus kisahnya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siswondo07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergi Meninggalkan Jejak
Perjalanan pulang menuju ke kampung Sugatra sangat membuat Jaya tidak bisa menahan tangisan air mata, rasanya ingin secepat mungkin sampai ke rumah. Ia tanpa takut menyetir mempercepat laju mobilnya. Hingga berjam-jam lamanya akhirnya sampai didepan rumahnya.
Dibalik kaca mobil sudah terpasang bendera kuning dan banyak orang-orang datang untuk melayat. Semua orang terlihat keluar masuk rumah. Jaya lekas keluar dari mobil dan berlari masuk kerumah, disitulah ia melihat jasad Bapaknya berada ditengah ruang tamu, jasadnya sudah dibungkus kain kafan dan ditutup kain jarik. Jaya lekas melangkah memeluk Bapaknya, menangis berderai air mata. Memanggil-manggil Bapaknya hingga Ibu dan Rohman menenangkan Jaya.
Sudah tidak bisa menunggu lama, karena makam sudah siap maka Jasad Bapak harus segera dibawa ke pekuburan. Sepanjang perjalanan Jaya dan Rohman ikut memanggil keranda mayat dan Ibu berada didepan menaburkan bunga, uang receh dan beras kuning disepanjang perjalanan menuju ke pekuburan. Sambil semua orang mengucapakan doa bersama.
Sesampainya dipekuburan, jenazah Bapak dimasukan keliang lahat dan adzan dikumandangkan sebelum dikubur. Sepanjang Adzan derai air mata keluarga tak terbendung. Ketika sudah dikubur dan didoakan semua orang, satu persatu mulai meninggalkan pekuburan, kini hanya tinggal Ibu, Jaya dan Rohman.
"Iklas Nak. Iklas adalah kebaikan buat Bapak dialam kubur. Jangan sampai kita putus doa untuk Bapak." Ucap Ibu sambil memeluk kedua anak bujangnya.
Jaya dan Rohman hanya mengangguk, lalu mereka juga meninggalkan pekuburan Bapaknya.
Setelah sampai dirumah, Jaya dan Rohman duduk bersama diruang tamu, sementara Ibu berisitirahat dikamarnya. Dalam suasana ini Jaya menanyakan perihal kematian Ayahnya.
"Bang, bisa ceritakan kematian Ayah bagaimana?" Tanya Jaya pada Abangnya, matanya menatap tajam menunggu jawaban Rohman.
Rohman lalu menatap kembali ke arah Jaya. Lalu mulai bercerita!
"Setelah pegangan keris Bapak sudah berhasil diambil si Mbah, Bapak setiap hari merasakan sakit disekujur tubuhnya, ia meronta-ronta tak karuan. Badannya seperti diinjak, gebuk, rasanya sakit sekali. Aku dan Ibu tak hentinya membacakan doa-doa untuk Bapak, membacakan ayat-ayat suci didekat telinga Bapak namun masih tak kunjung sembuh.
Abang dan Ibu sudah bawa ke rumah sakit tapi dokter bilang kondisi Bapak tidak ada penyakit kronis. Dokter hanya memberikan obat pereda sakit. Ketika memanggil kembali Si Mbah ternyata keris itu masih terkoneksi dengan Bapak walau jauh dibawa si Mbah. .
Saat itulah jalan satu-satunya adalah memusnahkan Keris itu dengan dibakar oleh si Mbah. Ketika keris itu sudah musnah Bapak Malamnya menggelinjang dan meminta tolong, saat itulah Ibu mendekatinya dan kuping Ibu mendekati ke arah mulut Bapak. Saat itulah sebuah pesan keluar dari mulut Bapak.
"Buk, jaga anak-anak ya. Selalu doain Bapak sampai kapanpun, bersikaplah adil dalam segala hal. Bapak Pamit ya." POV Bapak.
Kata itu yang didengar Ibu membuat air mata dan tangisan keluar dari mata Ibu. Ibu bersuaha membuat Bapak bertahan dan menguatkan untuk tetap hidup. Namun Bapak akhirnya pergi untuk selamanya.
Itulah ceritanya." Ungkap panjang lebar Rohman. Lalu Rohman menatap lekat wajah adiknya.
Jaya yang mendengar cerita itu, membuatnya merasa terpukul. Inilah akibat punya pegangan dan jika pegangan itu tak dihilangkan maka membuat kematian itu susah diraih.
"Abang lelah, ayok istirahat. Nanti malam ada acara kenduri." Ucap Rohman. Lalu ia berdiri dari duduknya dan menuju ke kamar meninggalkan Jaya.
"Duluan saja bang. Saya disini saja, siapa tahu ada tamu yang datang." Jawab Jaya.
Kini Jaya sendirian duduk diruang tamu.
Tak selang beberapa puluh menit, datanglah seseorang yang berpengaruh dikampung ini, namanya Pak Joyo dan istrinya, punya kumis tebal dan suka ngerokok batang. Ia mengucapkan salam dan masuk kedalam rumah.
Jaya beranjak berdiri dari duduknya dan memberikan senyuman selamat datang, tangannya kanannya mengulurkan kearah Pak Joyo. Seketika Pak Joyo menerimanya dan mengucapakan kata bela sungkawa.
"Turut berduka cita ya Nak. Saya dan Bapakmu sewaktu kecil adalah teman dekat, sudah seperti saudara." Ucap Pak Joyo pada Jaya.
"Sama-sama Pak. Mari duduk." Jawab Jaya, lalu mempersilahkan Pak Joyo untuk duduk dikursi tamu.
Jaya lekas mengambilkan minuman teh hangat, lalu diletakan dimeja depan Pak Joyo.
Lalu Pak Joyo dan Istrinya meminum teh hangat itu bersamaan. Saat itulah obrolan demi obrolan keluar dari mulut masing-masing. Hingga akhirnya Pak Joyo dan Istrinya pamit untuk pulang karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Pak Joyo dan Istrinya sudah pergi dari rumah Jaya.
Saat Pak Joyo sudah pulang, handphone Jaya berdering nyaring, itu telepon panggilan dari Dewi. Lekas Jaya mengangkatnya.
"Ia Dewi." Ucap Jaya diujung telepon.
"Kau dimana?" Tanya Dewi.
"Maaf baru bisa kasih kabar, mobil kamu aku bawa ke kampung karena Bapak ku meninggal dunia. Jadi aku belum bisa mengembalikan mobil kamu." Ungkap Jaya diujung telepon.
"Aku turut berdukacita Jaya. Tak usah buru-buru, aku disini baik-baik saja. Kau harus lama dirumah untuk Ibumu. Masalah mobil tenang saja kau bisa pakai ya. Kau yang kuat ya Jaya." Ucap Dewi.
"Terima kasih Dewi." Jawab Jaya.
"Sama-sama." Ucap Dewi yang memberikan support terbaik.
Saat itulah percakapan ditelepon sudah berakhir.
-
Malam datang dengan kajian kenduri, banyak warga sekitar datang kerumah Jaya untuk mendoakan Bapak. Selama doa bersama lancar dan tidak ada hambatan. Hingga selesai acaranya semua pulang ke rumah masing-masing dengan membawa bingkisan makanan. Saat itulah Jaya sedang berdiri dekat pintu dan menyalimi tangan para tamu, ia terlihat Abangnya dan seseorang pemuda yang dikenalnya sedang berbincang serius. Saliman perpisahan sudah selesai, Jaya yang penasaran lekas menghampiri mereka, namun ketika pemuda yang bernama Edo itu melihat kedatangan Jaya lekas berlari pergi begitu saja. Saat itulah Jaya hanya menemui Rohman.
"Ada apa bang? Ngobrolnya serius banget." Tanya Jaya pada Rohman dengan wajah penuh penasaran.
"Jangan disini, ikut Abang dikamar. Ini informasi sensitif." Jawab Rohman. Lalu Rohman berjalan santai tanpa terlihat mencurigakan ke dalam kamarnya.
Jaya mengikutinya dari belakang.
Setelah sampai didalam kamarnya dan masuk hanya berdua. Rohman lekas mengunci pintu lalu duduk dipinggir ranjang.
Jaya ikut duduk disampingnya. Lalu berkata "ceritakan sekarang?" Jaya menatap lekat wajah Rohman.
"Edo salah satu dari anak mudah dikampung ini yang ikut kerja dengan Pak Joyo dikota sebagai kuli bangunan proyek. Dia ikut kelompok tahun lalu dan kerja hanya setahun. Saat pulang ke kampung ia linglung tak ingat apa-apa, sementara teman kerjanya tidak ada yang kembali ke kampung ini.
Kabar yang beredar Pak Joyo setiap bulan selalu mencari anak muda yang butuh kerjaan dikota, dibawanya dikota dan sampai waktu lama tak ada kabar.
Saat ada orang tua yang menanyakan kabar anaknya, selalu Pak Joyo berkata itu bukan tanggung jawabnya karena si anak membangkang dan memilih pindah bos serta bukan ikut vendornya lagi. Tak hanya satu saja, tapi dari kampung lainnya juga ada anak mereka tak ada kabar selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun lamanya.
Sampai saat ini pihak polisi belum bisa mengungkapkan kejadian ini. Setiap anak yang pulang merasa trauma dan ketakutan." Ungkap panjang lebar Rohman pada adiknya.
"Apa ini ada hubungannya dengan sekte yang diikuti Ayah Dewi Bang. Ayah Dewi seorang pengusaha tempat hiburan, setiap membangun bangunan Mall itu selalu merekrut pekerja dari kampung.
Apa mereka dijadikan TUMBAL PROYEK." Ucap Jaya yang menerka-nerka.
"Bisa jadi Dek. Kita harus memantau gerak-gerik Pak Joyo siang, malam, subuh. Jika kita menemukan bukti yang kuat baru kita lapor ke polisi untuk menangkapnya. Kita harus berkerja sama." Ungkap Rohman pada adiknya.
Jaya dan Rohman saling Pandang memandang untuk menguak kasus ini lebih dalam.
*