Sya yang merupakan fresh graduate tahun ini telah diterima bekerja di PT Santoso Group. Di hari pertamanya bekerja dia dikagetkan dengan seorang bocah berusia 3 tahun yang memanggilnya " Bunda".
" Dunda.. Dunda.. Kendla mau pipis. " seorang bocah laki-laki menarik celana kerjanya saat Sia berdiri di lobi kantor.
Maureen Calisya Putri ( 23 )
Sungguh mengejutkan ternyata bocah yang memanggilku Bunda adalah anak dari pemilik perusahaan tempatku bekerja.
Raditya Diko Santoso ( 30 )
Kamu hanya akan menjadi ibu sambung untuk anakku karena dia menginginkannya.
Bagaimana perjalanan kisah mereka disaat salah satu diantara mereka melanggar perjanjian yang sudah disepakati?
Akankah terus bersama atau memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Dwi Febriana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dunda Cantik
Andre tiba diruangan direktur dengan Kendra yang ada di gendongannya, dimana Radit sudah ada disana.
" Ayahhhhh... " Kendra berteriak girang begitu melihat Ayahnya.
" Kendra, kamu darimana saja, Ayah sama Om Andre dari tadi nyariin kamu. Kenapa tadi Kendra bisa sampai lobi?. " Radit berjongkok dihadapan Kendra dan meraihnya dalam gendongannya.
" Tadi Kendla kelual waktu Ayah ke kamal mandi." Ujar Kendra menjelaskan.
Di umurnya yang ke 3 tahun ini Kendra termasuk anak yang cerdas, dia sangat pandai bercerita walaupun pelafalan katanya masih belum jelas. Kendra juga anak yang aktif, hal ini membuat Radit harus ekstra dalam mengawasinya, seperti tadi saat dia dikamar mandi tiba-tiba saja Kendra sudah tidak ada. Hal ini sering terjadi, walaupun diruangan Radit sudah disediakan tempat bermain namun Kendra lebih suka bermain diluar karena dia tertarik dengan kegiatan orang-orang diluar.
Jika biasanya Kendra hanya bermain di lantai 15 tempat ruangan Radit berada, maka tadi Radit sudah kecolongan karena ternyata Kendra bisa sampai di lantai satu.
" Sekarang ceritakan sama Ayah, kenapa Kendra ada di lantai 1." Tanya Radit seraya duduk di kursinya dengan Kendra yang ada di pangkuannya.
" Kendla ikut dibelakang Tante bibil melah tadi. Tapi tantenya tidak lihat Kendla." Ujar Kendra.
Tante bibir merah yang dimaksud Kendra adalah Lisa, dia merupakan sekretaris Radit. Ruangannya berhadapan dengan ruang Direktur yang mana merupakan ruangan Radit. Hanya Lisa karyawan disini yang berani menggunakan make up tebal dengan lipstik berwarna merah menyala. Jangan heran dengan kelakuannya ini, dia merupakan salah satu manusia tercentil yang pernah Radit kenal. Hanya karena pekerjaannya yang baguslah yang Radit tetap mempertahankannya.
" Tadi saya ditelfon sama Mbak Prita Pak, makanya saya tau Kendra ada di lobi. " Untung saja tadi sebelum Radit keluar dari kamar mandi Prita memberitahunya jika Kendra ada di lobi, jadi dia bergegas untuk turun. Entah bagaimana mana jadinya jika Radit tahu Kendra tidak ada diruangannya dan hilang.
" Ayah.. tadi kendla pipis diantel sama Dunda." Ucapan Kendra ini membuat Radit sangat terkejut.
" Dunda? "
" Bukan Dunda Ayah, tapi Duunda. " Kendra menekankan pelafalan kata yang seharusnya adalah Bunda.
" Bunda? "
" Iya Ayah, Dunda." Jelas Kendra lagi.
" Bunda siapa Kendra? " Tanya Radit semakin bingung.
" Dunda yang tadi ngantel Kendla pipis Ayah."
" Siapa yang dimaksud Bunda sama Kendra, Ndre? Prita? " Tanya Radit kepada Andre. Karena setaunya karyawan perempuan yang bekerja di lobi hanya ada Prita.
" Setau saya bukan Mbak Prita Pak." Andre mencoba mengingat nama perempuan yang tadi bersama Prita.
" Kalo bukan Prita memang siapa? "
" Nanti saya coba tanyakan ke Mbak Prita Pak. " Jawab Andre.
" Kenapa Kendra panggil dia Bunda?" Tanya Radit kepada Kendra yang sudah turun dari pangkuannya dan saat ini sedang sibuk dengan mainan robot-robotannya.
" Kata Ayah Dunda Kendla cantik, Dunda yang tadi antel pipis juga cantik. " Jawaban Kendra yang polos ini seketika membuat Radit dan Andre tertawa gemas. Jadi hanya karena wanita tadi cantik maka Kendra memanggilnya Bunda.
" Lain kali Kendra kalo keluar ruangan Ayah harus ijin dulu yah, jangan langsung pergi-pergi aja, nanti kalo Kendra diculik terus enggak bisa ketemu Ayah gimana coba? Kendra nggak kangen sama Ayah? "
" Iya Ayah, Kendla bakal ijin Ayah kalo mau kelual. Kendla juga tidak akan ngikutin Tante bibil melah lagi."
Entah kenapa Kendra bisa mengucapkan kata dengan huruf B didalamnya, namun tidak bisa mengucapkan kata Bunda. Hal ini membuat Radit menjadi heran.
.
.
Saat ini pukul 12.30, Sia turun bersama Dian dan Leo menuju ke lobi. Disana sudah ada Prita yang menunggu.
" Mba Prita... " Seru Dian heboh begitu melihat Prita.
"Husshh diem, kamu malu-maluin tau nggak." Ujar Leo seraya menarik pelan baju Dian.
" Apaan sih." Ujar Dian kesal.
Prita yang melihat hanya bisa menggelengkan kepala, sudah hal biasa jika Dian dan Leo selalu bertengkar dimanapun dan kapanpun.
" Kalian ya, dimana-mana selalu berantem. Bisa nggak sih sehari aja libur berantemnya."
" Nggak bisa Prit, udah jadi rutinitas." Ujar Leo santai.
Sedangkan Sia hanya tertawa melihat tingkah mereka.
" Kamu nggak pusing kan Si liat tingkah mereka berdua yang kalo berantem hebohnya kaya orang sekampung tawuran." Ujar Prita menghiperbolakan ucapannya.
" Apaan sih Mbak orang sekampung, gak segitunya kali." Ujar Dian memanyunkan bibirnya.
" Justru malah jadi seru tau Mbak, suasana nggak pernah sepi." Ujar Sia tertawa.
" Jadi kita mau makan di mana ini, gue udah laper nih." Ujar Leo mengelus perut ratanya.
" Kita di cafetaria depan aja gimana? " Ujar Prita.
" Bolehlah Mbak, aku kan belum pernah kesana. Ayo." Jawab Sia
.
.
" Lo pada pesen apa? biar gue yang kesana." Ujar Leo bertanya.
" Nasi goreng komplit sama es jeruk." Ujar Prita.
" Aku sop ayam sama nasi putih minumnya es jeruk juga." Jawab Sia.
" Gue samain aja sama Sia." Jawab Dian yang sudah fokus dengan ponselnya.
Begitu pesanan datang mereka langsung sibuk dengan makanan masing-masing sambil sesekali terdapat obrolan.
Ditengah-tengah saat mereka makan, Prita bersuara.
" Kamu kenal sama Kendra anaknya Pak Radit Direktur kita Sia? " Tanya Prita.
" Ya nggak kenal lah Mba, kan aku baru kerja aja hari pertama Mba, tau muka Pak Direktur aja enggak. Aku baru tau Kendra tadi pas minta dianterin pipis." Jawab Sia santai sambil tetap memakan sop ayamnya.
" Tapi kok Kendra bisa panggil kamu Bunda? " Prita masih tidak percaya dengan jawaban Sia.
" Mana aku tau, mungkin aku mirip sama Bundanya kali." Ujar Sia.
" Haa... Lo dipanggil Bunda sama Kendra anaknya Pak Radit, kok bisa? " Ujar Dian kaget.
Sedangkan Leo hanya menjadi pendengar dengan tetap menikmati sop buntutnya.
" Aku juga nggak tau Dian, Mbak Prita. Aku aja baru ketemu tadi pagi." Sia mencoba menjelaskan lagi.
" Iya mungkin Sia mirip sama Bundanya kali Mbak. " Ujar Dian kemudian.
" Iya juga yah, kita aja nggak tau muka istrinya Pak Radit " Ujar Prita.
.
.
" Aku duluan ya, mau sholat dulu. Nanti kalo kalian udah selesai langsung ke atas aja nggak papa nanti aku nyusul. " Ujar Sia pada Prita dan Dian. Saat ini mereka berdua memang sedang berhalangan jadi tidak mungkin mereka sholat.
" Oke sipp." Ujar Prita.
" Bareng ayok gue juga mau sholat." Ujar Leo yang sudah menyelesaikan makannya.
Sia dan Leo berjalan bersama menuju mushola disebelah Cafetaria.
" Tempat wudhu perempuan dimana Mas? " tanya Sia kepada Leo.
" Itu disebelah tempat sholat perempuan yang paling pojok." Ujar Leo.
" Oke, aku duluan mas."
" Gue tunggu lo diteras depan ya."
Sia mengacungkan jempol tangannya.
Mereka menuju tempat wudhu masing-masing.
selalu ngalamin itu, karena nama asli saya juga panjang banget 😂
kali ini Lo salah sya, gimana kalau keadaannya di balik?
mengingat sifatnya diawal bagaikan freezer 😂