Hari pertama di SMA menjadi langkah baru yang penuh semangat bagi Keisha, seorang siswi cerdas dan percaya diri. Dengan mudah ia menarik perhatian teman-teman barunya melalui prestasi akademik yang gemilang. Namun, kejutan terjadi ketika nilai sempurna yang ia raih ternyata juga dimiliki oleh Rama, seorang siswa pendiam yang lebih suka menyendiri di pojok kelas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moka Tora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Bayangan yang Semakin Dekat
Langit malam tampak lebih gelap dari biasanya. Lampu-lampu sekolah sudah mulai dipadamkan satu per satu, menyisakan hanya beberapa sudut yang diterangi cahaya remang-remang. Keisha duduk di meja belajarnya, menatap jurnal kecil yang mulai dipenuhi catatan dan teori-teori tentang siapa yang mungkin berada di balik semua ancaman yang diterimanya.
Namun, semakin banyak ia mencatat, semakin terasa bahwa benang merah dari misteri ini masih terjalin kusut.
Di sisi lain ruangan, Anita duduk di ranjangnya, sibuk mengetik sesuatu di ponselnya. Ia lalu menoleh ke arah Keisha.
“Gue baru dapet kabar dari Danu,” katanya. “Dia bilang ada beberapa anak yang ngelihat Adrian bicara sama senior dari organisasi siswa.”
Keisha mengernyit. “Organisasi siswa?”
Anita mengangguk. “Iya. Kayaknya ada beberapa orang yang nggak suka lo terlalu menonjol.”
Keisha menutup jurnalnya dan menghela napas. “Jadi ini bukan cuma tentang seleksi debat, tapi ada sesuatu yang lebih besar?”
“Gue rasa iya.” Anita menaruh ponselnya. “Masalahnya, kita nggak tahu sejauh mana mereka akan bertindak.”
Keisha terdiam. Ia memikirkan kembali pesan-pesan misterius yang diterimanya, suara langkah kaki di lorong, dan foto yang dikirim ke bawah pintunya.
“Apa kita harus kasih tahu guru?” tanya Anita ragu-ragu.
Keisha menggigit bibirnya. “Gue masih takut kalau mereka punya koneksi ke orang-orang di atas. Kalau kita salah langkah, bisa-bisa malah kita yang kena.”
Anita mendesah. “Iya sih…”
Keisha tahu mereka harus berhati-hati. Apa pun yang sedang terjadi, orang-orang di balik ini jelas tidak main-main.
~
Pertemuan di Atap
Keesokan harinya, Keisha, Ryan, Anita, dan Danu sepakat untuk bertemu diam-diam di atap sekolah saat jam istirahat. Tempat itu jarang dikunjungi siswa lain, sehingga cukup aman untuk berdiskusi tanpa takut didengar.
Saat mereka tiba di sana, angin berhembus cukup kencang, membuat rambut Keisha sedikit berantakan. Ia menyilangkan tangan di dadanya dan menatap Ryan.
“Lo udah dapat sesuatu?” tanyanya.
Ryan mengangguk. “Gue berhasil dapet informasi dari beberapa anak yang deket sama Adrian. Mereka bilang dia sering dapet pesan dari seseorang. Dan orang itu kemungkinan besar senior dari organisasi siswa.”
Danu menambahkan, “Gue juga denger ada yang bilang kalau beberapa anggota organisasi itu nggak suka kalau ada siswa biasa yang mulai terlalu berpengaruh. Mereka lebih suka sistem tetap seperti sekarang—di mana cuma orang-orang tertentu yang bisa bersinar.”
Keisha mengepalkan tangannya. “Jadi mereka mau mempertahankan status quo?”
Ryan mengangguk. “Tepat. Dan lo, Keisha, mereka anggap ancaman.”
Keisha menghela napas panjang. Ia sudah menduga ini, tetapi mendengarnya langsung tetap membuat hatinya berdebar.
Anita menyela, “Kalau gitu, langkah kita selanjutnya apa?”
Ryan berpikir sejenak. “Kita bisa coba cari tahu lebih banyak tentang senior yang sering ngobrol sama Adrian.”
Danu tersenyum kecil. “Udah gue lakuin. Nama dia Reza. Dia anak kelas 12, dan dia punya cukup banyak pengaruh di organisasi siswa.”
Keisha dan Ryan saling berpandangan.
“Reza…” gumam Keisha.
Ia mengingat kembali beberapa kali melihat Reza di acara-acara sekolah. Dia memang terkenal sebagai siswa yang aktif, tetapi tidak banyak yang tahu apa yang terjadi di balik layar.
“Gue rasa kita harus cari cara buat ngobrol sama dia,” kata Ryan.
“Tapi gimana? Dia bukan tipe orang yang bisa kita temui begitu aja,” timpal Anita.
Danu tersenyum licik. “Gue punya ide.”
~
Penyelidikan yang Berbahaya
Danu berhasil mendapatkan informasi bahwa Reza sering menghabiskan waktu di ruang organisasi setelah jam pelajaran selesai. Itu memberi mereka peluang untuk mendekatinya tanpa menimbulkan kecurigaan.
Saat sore tiba, Keisha dan Ryan berpura-pura sedang mencari bahan bacaan di perpustakaan, sementara Anita dan Danu mengawasi dari jauh.
Ketika akhirnya Reza keluar dari ruang organisasi, Keisha dan Ryan segera mengikutinya dari belakang.
Mereka akhirnya berhasil menyusulnya di lorong yang sepi.
“Reza,” panggil Ryan.
Reza menoleh dengan alis terangkat. “Hmm? Ada apa?”
Keisha mencoba tetap tenang. “Kita cuma mau ngobrol sebentar.”
Reza menyeringai. “Oh? Tentang apa?”
Ryan menatapnya tajam. “Tentang Adrian. Dan tentang semua hal aneh yang terjadi belakangan ini.”
Senyum Reza perlahan memudar. Ia menatap mereka berdua dengan ekspresi lebih serius.
“Kalau kalian pintar, kalian akan berhenti bertanya-tanya,” katanya dengan nada rendah.
Keisha merasakan bulu kuduknya berdiri. “Jadi lo tahu sesuatu?”
Reza menatapnya lama sebelum akhirnya mendekat dan berbisik, “Dengar baik-baik. Ada orang-orang yang lebih baik tidak kalian ganggu. Kalau kalian terus cari tahu, gue nggak bisa jamin kalian bakal baik-baik saja.”
Ryan mengepalkan tangan. “Apa itu ancaman?”
Reza tersenyum kecil. “Bukan ancaman. Peringatan.”
Setelah itu, ia berbalik dan pergi, meninggalkan Keisha dan Ryan dengan berbagai pertanyaan baru yang berputar di kepala mereka.
~
Teror yang Semakin Nyata
Malam itu, setelah pertemuan dengan Reza, Keisha merasa tidak tenang. Ia mencoba tidur, tetapi setiap kali memejamkan mata, ia merasa seperti ada seseorang yang mengawasinya.
Tiba-tiba, ponselnya berbunyi.
Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.
"Kamu tidak tahu dengan siapa kamu berhadapan. Berhenti sekarang, atau bersiaplah menghadapi akibatnya."
Keisha membeku.
Tangannya sedikit gemetar saat ia menunjukkan pesan itu pada Anita.
Anita membaca pesan itu dan mengumpat pelan. “Ini udah kelewatan.”
Keisha mengangguk. “Gue nggak tahu siapa yang ngirim ini, tapi satu hal yang pasti… mereka benar-benar serius.”
Anita menggigit bibirnya. “Gue nggak bisa diem aja. Gue bakal coba cari cara buat nyari tahu siapa yang ada di balik ini.”
Keisha menatap sahabatnya itu dan merasa bersyukur. Ia tahu, meskipun semuanya terasa menakutkan, ia tidak sendirian.
Namun, yang tidak mereka sadari adalah bahwa di luar jendela kamar asrama mereka, seseorang berdiri di balik bayangan, mengawasi dengan tatapan tajam.
Seseorang yang tidak akan membiarkan mereka melangkah lebih jauh.
Dan ini… baru permulaan.