IG ☞ @embunpagi544
Elang dan Senja terpaksa harus menikah setelah mereka berdua merasakan patah hati.
Kala itu, lamaran Elang di tolak oleh wanita yang sudah bertahun-tahun menjadi kekasihnya untuk ketiga kalinya, bahkan saat itu juga kekasihnya memutuskan hubungan mereka. Dari situlah awal mula penyebab kecelakaan yang Elang alami sehingga mengakibatkan nyawa seorang kakek melayang.
Untuk menebus kesalahannya, Elang terpaksa menikahi cucu angkat kakek tersebut yang bernama Senja. Seorang gadis yang memiliki nasib yang serupa dengannya. Gadis tersebut di khianati oleh kekasih dan juga sahabatnya. Yang lebih menyedihkan lagi, mereka mengkhianatinya selama bertahun-tahun!
Akankah pernikahan terpaksa ini akan membuat keduanya mampu untuk saling mengobati luka yang di torehkan oleh masa lalu mereka? Atau sebaliknya, hanya akan menambah luka satu sama lainnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 7 (Berpulangnya sang kakek)
Setelah mendengar persetujuan Senja, entah kenapa Elang menghela napas lega. Ada sesuatu yang ia rasakan ketika pertama kali melihat gadis itu tadi, namun ia sendiri tak tahu dan tidak menyadarinya.
"Ken, siapkan semuanya!" perintah Elang kepada Kendra. Kini ia, Kendra dan dokter Rega sedang berada di luar ruangan rawat. Sementara Senja di dalam terus memeluk erat kakeknya.
"Tapi bos, semuanya butuh persiapan. Tidak bisa langsung begitu saja, ada prosedur yang harus di lakukan sebelum menikah," tutur Kendra.
"Kalau begitu, nikah siri saja dulu. Cepat siapkan semuanya Kend. Aku takut kakek tidak ada waktu lagi," tutur Elang sambil menoleh ke dalam dimana Senja terus mengeluarkan cairan bening dari pelupuk matanya karena kondisi kakek yang semakin lemah.
"Tapi bos..."
"Cepat lakukan apa yang aku perintahkan!" sentak Elang. Perasaannya semakin tidak enak.
"El, kau jangan gegabah. Semua harus di pikirkan dengan baik-baik. Bagaimana dengan Bunda dan Bos? Apa kau juga memikirkan mereka, apa kau sudah memberitahu mereka?" tanya dokter Rega. Yang ia maksud bunda dan bos adalah Anes dan Alex. Sejak kecil ia memanggil mereka seperti itu. Panggilan Bos kepada Alex karena mengikuti ayahnya, David.
"Pelan-pelan aku akan bicara pada daddy dan mommy nanti. Mereka pasti akan mengerti," sahut El. Ia ingat Anes, betapa wanita yang telah melahirkannya tersebut akan merasa shock ketika tahu anaknya membuat orang lain celaka.
"Lalu Bianca?" tanya dokter Rega yang memang belum tahu jika Elang dan Bianca sudah putus. Bahkan karena Itulah kecelakaan itu terjadi.
"El, aku tahu kamu laki-laki bertanggung jawab dan kamu tidak pernah ingkar dengan janjimu, tapi pikirkan juga perasaan Bianca. Bagaimana jika dia tau kekasihnya malah menikahi perempuan lain? Dan perempuan yang kau cintai Bianca El. Sebagai saudara, aku berhak mengingatkanmu El, agar kau tak menyesal nantinya,"
"Sekarang bukan waktunya untuk berdiskusi Ga. Kend cepat persiapkan semuanya!" Elang melihat ke arah Kendra. Membuat Kendra bingung harus bagaimana. Menuruti kemauan bosnya atau bagaimana.
"El..."
"Aku sudah bukan kekasih Bie lagi, dan dia sendiri yang memutuskan hubungan kami tadi!" ucap Elang, wajahnya terlihat frustasi.
Dokter Rega langsung bisa menebak, kalau kecelakaan yang terjadi karena hal itu. Ia lalu menghela napas panjang. Sudah tahu cepat atau lambat sahabatnya tersebut pasti akan berakhir dengan Bianca. Bukan menyumpahi, namun ia sepemikiran dengan kedua orang tua Elang.
"Kakek!... Dokter! Dokter!" tiba-tiba terdengar teriakan Senja dari dalam. Sontak Elang, dokter Rega dan Kendra berlari masuk ke dalam. Kondisi kakek semakin lemah dan lemah.
"Kakek jangan tinggalin Senja, hiks hiks. Kakek harus bertahan," ucap Senja dengan terus terisak.
Kakek Senja kembali membuka mata.
"Kakek harus kuat, kakek harus sembuh, demi senja," ucap senja.
"Berjanjilah, kau akan hidup dengan baik. Kau akan bahagia,"
"Tidak kek, Senja nggak mau! Senja mau sama kakek,"
"Kakek titip Senja, lindungi dan sayangilah dia, segera nikahi dia setelah kakek tiada," ucap kakek melihat ke arah Elang dengan napas tersengal-sengal.
"Sebaiknya kalian keluar dulu!" pinta dokter Rega.
Perawat memapah Senja, mengajaknya keluar ruangan terlebih dahulu karena dokter Rega akan memeriksa kondisi kakek yang semakin lemah dan napasnya tidak teratur.
"Saya akan berusaha," gumam Elang sebelum keluar.
Beberapa saat menunggu dengan terus berdoa dan dokter Rega serta tim medis lainnya di dalam berusaha untuk menyelamatkan nyawa kakek. Dokter Rega keluar dengan ekspresi wajah yang sudah bisa di tangkap oleh semuanya.
"Saya sudah berusaha, tapi Tuhan berkehendak lain," ucap Rega.
Mendengarnya, Senja langsung lari ke dalam. Perawat sedang menutupi jasad kakek dengan kain putih. Di susul oleh Elang dan Kendra juga dokter Rega.
"Kakek...! Bangun kek! Bangun! Jangan tinggalin Senja kek, kakek bangun!" Senja terus menggoyang-goyang tubuh kaku sang kakek dengan derai air mata.
Elang serasa kehilangan tulang-tulangnya, kakinya lemas tak bertenaga. Ia shock melihat orang yang tadi ditabraknya terbujur kaku di atas ranjang.
"Bos, tenangkan pikiran Anda," ucap Kendra yang mengkhawatirkan kondisi bosnya.
"Aku baik-baik saja," ucap Elang dengan nada bergetar, tatapannya serasa kosong menerawang.
Melihat Senja menangis pilu seperti itu, membuat Elang semakin merasa bersalah. Bahkan, ia juga ikut merasakan sakit di dadanya.
"Maafkan saya," ucap Elang.
"Semua gara-gara kamu! Puas kamu!" Senja beranjak dan mengacungkan jarinya telunjuknya ke wajah Elang. Derai air mata terus membanjiri wajah ayu gadis itu.
Elang hanya diam, ia terima semua cercaan Senja, ia tahu emosi gadis itu sedang tidak stabil. Ia bisa mengerti, jangankan Senja, bahkan dirinya sendiri saja terus merutuki kebodohannya, terus menyalahkan kelalaiannya.
Terlalu lemas, Senja hampir kehilangan keseimbangannya. Dengan sigap, Elang berusaha menahan tubuh senja agar tidak jatuh merosot ke lantai.
"Kend, segera urus jenazah dan pemakaman kakek," perintah Elang.
"Baik bos," Kendra langsung undur diri.
🌼🌼🌼
Elang duduk di luar ruangan di temani dokter Rega, sementara Senja tetap di dalam menemani Jenazah kakeknya yang sedang di urus oleh Kendra segala sesuatunya.
"Ga, aku sudah menyebabkan orang kehilangan nyawanya Ga. Aku menyebabkan gadis itu kehilangan kakeknya," ucap Elang frustasi.
"Kau harus tenangkan dirimu El, jangan terus menerus menyalahkan diri sendiri. Kalaupun bukan karena kecelakaan, jika takdir kakek tersebut hanya sampai sini, maka ia akan tetap meninggal," ujar dokter Rega.
"Tapi setidaknya bukan aku Ga, bukan aku penyebabnya!" Elang tak henti-hentinya merutuki dirinya sendiri.
"Aku tahu El, tapi terus menerus menyalahkan diri juga tidak baik, ini semua kecelakaan, kau bukan sengaja ingin menabrak kakek itu. Kau tahu, bagaimana perasaanku saat aku tidak berhasil menyelamatkan pasienku? Sama sepertimu, sedih, kecewa terhadap diri sendiri. Tapi semua adalah kehendak Tuhan El. Sekarang yang terpenting adalah menjaga wasiat kakek itu sebaik mungkin. Hidup terus berlanjut El. Bukankah kakek itu bilang dia tidak menyalahkanmu? Yang dia harapkan kau menjaga apa yang menjadi amanahnya. Tebuslah rasa bersalahmu dengan memenuhi amanahnya," dokter Rega menasehati Elang sebagai seorang sahabat. Sebelum akhirnya ia pergi karena ada hal sangat penting yang harus ia urus, meninggalkan Elang seorang diri di sana.
Tak lama kemudian, datang dua orang perempuan dan seorang pemuda, mereka langsung masuk dan menangis sambil memeluk kakek yang sudah tiada.
Mereka adalah anak dan cucu kandung kakek yang beberapa saat lalu di telepon oleh Senja.
Elang semakin merasa bersalah melihatnya. Namun, ia sedikit lega karena ternyata Gadis itu masih memiliki keluarga lain setidaknya, pikir Elang.
"Tante, Dina, Dino, Kakek sudah tidak ada. Kita harus ikhlas," ucap Senja sambil terisak.
Mendengar Senja bicara, tante angkatnya langsung mendekati Senja. Di tatapnya Senja penuh amarah dan kebencian.
Plak! satu tamparan mendarat di pipi Senja.
"Dasar anak pembawa sial! Papa begini pasti gara-gara kamu kan?" umpat Winda, yang tak lain adalah tante angkat Senja.
Senja hanya diam dan memegangi pipinya yang memerah akibat tamparan tantenya. Ia tak ada tenaga untuk melawannya. Lebih-lebih ia menghargai Jenazah kakeknya yang masih terbaring di sana, tidak etis jika ia dan bibinya bertengkar di depan Jenazah sang kakek.
Suara tamparan itu bahkan terdengar di telinga Elang. Ia langsung masuk dan di lihatnya drama keluarga tersebut.
Pemikiran Elang tentang keluarga Senja langsung terpatahkan. Mungkin ini salah satu alasan kakek Senja memintanya untuk menjaga Senja, karena keluarga angkatnya tidak menyukainya.
Ingin sekali Elang menolong Senja dari amukan tante dan sepupunya, tapi kakinya terasa kaku untuk melangkah ke dalam.
"Apa yang sudah kamu lakukan sama kakek? Dasar gak tahu diri!" tambah Dina, sepupu angkat Senja.
"Udah ma, kak. Jangan salahkan kak Senja, ini bukan salah dia," ucap Dino. Selain kakek, hanya dia yang selama ini baik terhadap Senja, bahkan sudah menganggap Senja seperti kakaknya sendiri.
"Diam kamu Dino, jangan membela wanita sialan ini!" sentak Winda.
"Semua pasti salah wanita ini, pasti salahnya. Kakek selalu membanggakan dia, tapi lihat apa yang dia lakukan!" Winda terus menuding Senja. Senja hanya mencoba bersabar dan diam, jika tidak sedang berduka ingin sekali rasanya ia menampar balik mulut sepupu angkatnya tersebut.
"Cukup!" seru Elang yang tak tahan lagi melihat drama keluarga yang sebelumnya tak pernah ia lihat tersebut, karena keluarganya sendiri sangat harmonis dan saling menyayangi, meski tak sedarah sekalipun.
"Semua salah saya, saya yang telah menyebabkan kakek celaka dan akhirnya meninggal. Kalian jangan menyalahkan dia lagi," melihat ke arah Senja.
"Saya tidak butuh di bela," cibir Senja.
"Saya tidak membela kamu, tapi ini kenyataannya. Bukan kamu yang salah," ucap Elang.
Melihat Elang yang kadar ketampanannya di atas rata-rata, Dina langsung mendekatinya.
"Kalau begitu bertanggung jawablah dengan menikahiku!" ucapnya tanpa malu.
"Dina, jangan sembarangan kamu. Setidaknya cari suami yang kaya, banyak duit, jangan hanya karena tampan saja," ucap Winda.
Dina pun mencebik dan menghentakkan kakinya karena kesal dengan ucapan ibunya.
Elang tak habis pikir dengan mereka, dalam keadaan berduka seperti ini, mereka masih bisa membahas hal yang tidak pantas seperti itu, sungguh drama ada di depan matanya. Membuatnya tidak respect sama sekali dengan Dina maupun ibunya.
"Hei anak muda, karena kamu sudah menyebabkan papa saya meninggal kamu harus bertanggung jawab," Winda melihat tajam ke arah Elang.
"Sebutkan nominalnya!" ucap Elang, ia paham apa yang di inginkan wanita tipe seperti tante angkat Senja tersebut.
"Itu bisa di diskusikan nanti, sekarang kamu harus mengurus dan memakamkan jenazah ayah saya di pemakaman yang mewah," ujar Winda.
"Jangan khawatir, saya sudah menyiapkan semuanya," sahut Elang dingin.
"Baguslah kalau begitu," ujar Winda sinis. Ia pikir mana sanggup pemuda di depannya memberi uang dengan jumlah banyak dan membayar pemakaman yang mewah. Tapi dia tak ambil pusing, itu urusan laki-laki yang sudah menabrak ayahnya tersebut, pikirnya.
"Kak, kakak minum dulu," ucap Dino menyodorkan minum kepada Senja.
"Tidak Dino, kakak tidak haus," tolak Senja.
"Kalau begitu, kakak duduk saja dulu," ucap Dino.
Winda dan Dina hanya memicingkan mata mereka melihatnya.
🌼🌼🌼
💠 Selamat membaca 🤗🤗 jangan lupa like, komen dan vote seikhlasnya,,terima kasih 🙏🙏
Salam hangat author 🤗❤️❤️💠