Asyifa rela jadi adik madu dari Naura, wanita cantik yang bersosialita tinggi demi pendidikan yang layak untuk kedua adiknya. Hanya saja, Adrian menolak ide gila dari Naura. Jangankan menyentuh Asyifa, Adrian malah tidak mau menemui Asyifa selama enam bulan setelah menikahinya secara siri menjadi istri kedua. Lantas, mampukah Asyifa menyadarkan Adrian bahwa keduanya adalah korban dari perjanjian egois Naura, sang istri pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sembilan Belas - Aku Mau Menyapu Kamu Saja.
“Oh ya sudah, jangan kecewakan aku. Aku ingin dia segera hamil,” ucap Naura.
“Aku pergi dulu.”
Naura mengangguk, membiarkan Adrian pergi. Ia tidak ingin melanjutkan perdebatannya dengan Adrian, Naura akhirnya mengalah, dia sadar kalau dirinya yang sudah merubah sikap Adrian seperti sekarang. Hingga pertarungan di kamar mandi tadi Naura merasakan kalau Adrian tidak lagi berhasrat pada dirinya. Pertanyaan menyelimuti rongga kepalanya. Apakah Adrian sudah berpaling hatinya untuk Asyifa? Apalagi melihat perubahan Adrian yang sangat drastis sekarang ini.
“Aku tidak akan membiarkanmu jatuh cinta lagi, Mas! Semua memang berawal dari aku yang memaksa kamu menikahi Asyifa, tapi bukan begini caranya kamu memperlakukan aku!” ucap Naura dengan perasaan sedih di hatinya.
Adrian melajukan mobilnya, ia ke kantor sebentar mengurus pekerjaan yang belum selesai. Sebetulnya ia sudah ingin ke rumah Asyifa untuk melanjutkan niatnya. Niat yang sudah ia bulatkan seminggu yang lalu, kalau dirinya ingin menjadikan Asyifa istri sahnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Ia ingin mengulang pernikahannya, karena ia menganggap saat kemarin menikahi Asyifa tidak sah sepenuhnya. Tidak ada wali dari Asyifa, dan semuanya orang sewaan Naura.
“Yoga, dokumen yang aku minta sudah disiapkan semua?” tanya Adrian yang meminta Yoga untuk ikut andil mengurus pernikahannya dengan Asyifa di Kantor Urusan Agama.
“Sudah, Tuan. Ini Tuan sudah yakin?” tanya Yoga.
“Aku sudah yakin, Ga. Kamu lihat Naura bagaimana, kan? Dia masih belum mau memberikanku anak. Dia malah memberikanku adik madu, untuk memberikan anak untukku. Aku tidak ingin anak yang lahir dari rahim Asyifa itu tidak sah di mata hukum. Aku ingin memiliki anak yang sah dan jelas!” ungkap Adrian.
“Ya lebih baiknya memang disahkan dulu, Tuan. Jadi kan enak nantinya kalau urus harta gono-gini dengan anak-anak Tuan dengan Nyonya Asyifa. Apalagi pernikahan Tuan dengan Nyonya Asyifa terjadi karena perjanjian dengan Nyonya Naura,” ucap Yoga.
“Kau benar, Ga. Tumben kamu ngasih saran yang masuk akal?” ucap Adrian. “Ya sudah aku pamit, aku ke rumah Asyifa. Ingat, jangan memberitahukan pada Naura soal rumah Asyifa, karena itu belum saatnya. Nanti kalau sudah saatnya pasti akan aku katakan semua pada Naura. Biar dia berpikir dulu aku begini, biar dia sadar,” lanjutnya.
Adrian pergi untuk menemui Asyifa, dan ingin sekali membicarakan soal niatnya untuk menikahi Asyifa secara sah.
**
Asyifa tidak mempermasalahkan Adrian yang tidak pulang ke rumah saat makan siang. Ia tahu kalau suaminya itu sibuk. Padahal ada rasa kangen di hati Asyifa. Kangen dengan Adrian yang selalu membuat bahagia setiap harinya. Adrian yang terlihat kaku, ternyata bisa juga bercanda, Adrian ternyata bukan sosok yang dingin dan sombong. Ternyata Adrian adalah laki-laki biasa yang sangat meratukan perempuan. Meski Asyifa istri kedua dan sempat tidak diinginkan oleh Adrian, tapi sekarang Adrian malah lebih intens mendekatinya.
“Asyifa!” panggil Adrian yang sudah masuk ke rumah Asyifa. Pintu depan memang terbuka, karena Asyifa baru saja membuang sampah dapur di depan, dan ia akan melanjutkan mengepel lantai teras rumahnya.
Asyifa yang mendengar suara Adrian, dia langsung berlari ke depan, dengan membawa sapu untuk menyapu teras, memastikan yang datang betulan Adrian atau bukan.
“Syukurlah benar Bapak yang datang,” ucapnya dengan mengusap dadanya.
“Memangnya siapa yang akan datang selain saya?” tanya Adrian penuh selidik.
“Gak ada, Pak.” jawabnya.
“Saya kira ada orang lain yang akan datang ke sini karena pintu terbuka lebar?”
“Oh tadi saya beres-beres dapur, terus buang sampah ke depan. Habis buang sampah memang sengaja tidak saya tutup, Pak. Karena ambil ini di belakang, mau nyapu teras.” Asyifa menjawab sambil menunjukkan sapu yang ia pegang.
“Kirain sapu itu untuk memukulku, Fa,” ucap Adrian. “Kemarikan sapunya, biar aku sapukan lantainya, kamu belum mandi, kan?” pinta Adrian.
“Iya, saya belum mandi, tapi jangan lah, masa Bapak nyapu. Jangan, gak baiklah, memang sih suami juga harus bisa meluangkan waktu untuk membantu pekerjaan istri di rumah, tapi kan bapak pulang dari kantor, pasti capek. Sudah bapak istirahat saja, saya mau nyapu teras, lalu setelahnya saya buatkan bapak minuman hangat,” ucap Asyifa.
Adrian hanya mendengarkan ucapan Asyifa, tapi ia tak mengindahkannya, ia tetap ingin membantu istrinya itu, dan langsung memegangi sapu yang sedang dipegang Asyifa. “Aku tidak mau dibantah. Kemarikan sapunya, kamu mandi dulu, sudah sore, sudah mau ashar.”
“Jangan, Pak. Lebih baik bapak yang bersih-bersih dulu, dari kantor lho?” ucap Asyifa.
“Saya sudah mandi, Fa. Tadi mampir ke rumah, Naura pulang.”
“Pantas saja sudah ganti baju, sudah rapi dan wangi, pasti habis kangen-kangenan sama Mbak Naura, ya?” ledek Asyifa.
“Ish kamu itu, sudah sini sapunya, kamu mandi saja, kamu memang gak kangen saya juga? Tadi gak makan siang bareng lho?” Adrian membalas ledekan Asyifa, karena dia tahu Asyifa sebetulnya sedikit ada rasa cemburu dirinya pulang ke rumah Naura.
“Kangen? Ya dibilang kangen tapi baru sebentar ditinggal, tentu lebih kangenan Mbak Naura dong, Pak? Kan sebulan Mbak Naura pergi?” ucap Asyifa.
“Kita ngobrolnya nanti lagi, ya? Lebih baik kamu mandi dulu,” perintah Adrian.
Asyifa menurutinya, daripada harus membantah suaminya, yang ada nanti Adrian semakin menjadi-jadi kalau dibantah dirinya. Asyifa mengingat kemarin saat dirinya membantah Adrian, Adrian langsung menghukumnya di atas ranjang.
“Apa kamu mau seperti kemarin saat membantahku?” Adrian mendekati tubuh Asyifa, melingkarkan tangannya pada pinggang Asyifa, lalu menarik tubuh Asyifa hingga mepet dengan dirinya.
“Pak, jangan gini ih,” ucap Asyifa dengan gugup dan panik melihat Adrian yang seperti sudah ingin menerkam dirinya.
“Makanya nurut, ya? Apa kamu mau seperti kemarin?”
“Apa bapak belum puas dengan Mbak Naura? Masih mau nambah lagi?” tantang Asyifa.
“Eh nantang rupanya?” Adrian mendekatkan wajahnya, memiringkan kepalanya sedikit, memosisikan bibirnya agar bisa bersentuhan dengan pas.
“Uhmpp ... Pak, sudah sapukan saja lantainya, saya mau mandi.” Asyifa melepaskan tautan bibirnya, ia tidak mau terlalu dalam lagi, karena takut tidak bisa menahan hasratnya.
“Urusan sapu-menyapu nanti saja, aku ingin menyapu bersih tubuhmu. Aku rindu kamu, aku mau kamu, tubuhmu sudah menjadi canduku,” bisik Adrian. Dia langsung menggendong tubuh Asyifa, menutup pintu depan dan tidak lupa menguncinya.
Asyifa hanya pasrah, dirinya pun sudah rindu permainan panas di atas ranjang bersama suaminya. Ia mengalungkan tangannya di leher Adrian, dan langsung menyambar benda lunak tak bertulang itu dengan rakus. Entah kenapa hasratnya semakin membuncah, apalagi melihat Adrian sore ini sangat tampan dan begitu fresh.
Asyifa tahu, pasti Adrian baru saja melakukan dengan Naura. Itu tidak masalah bagi Asyifa, karena Naura sama-sama istri Adrian. Sedangkan dirinya, hanya untuk disewa rahimnya saja. Meski sudah ada perasaan sedikit dengan Adrian, dia tidak peduli dengan itu.
“Naiklah di atas tubuhku, aku merindukan liukkan tubuhmu yang menggairahkan.” Adrian membawa Asyifa di atas tubuhnya. Dengan penuh gairah Asyifa melakukannya seperti yang Adrian minta. Erangan mereka menggema di setiap sudut kamarnya, tidak peduli apa pun, karena tidak mungkin ada yang mendengar suara panas mereka sore ini.
Bahkan suara Asyifa semakin tidak terkendali karena merasakan sesuatu yang ia keluarkan lalu ia masukkan lagi terasa melesak begitu dalam. Rasanya seperti menyentuh dinding-dinding rahimnya.
Adrian menatap gemas dengan dua benda kenyal yang bergerak cepat. Sesekali Adrian menarik dan memberikan sebuah cubitan gemas, membuat Asyifa meracau tidak keruan.
“Ahh ... Asyifa ...,” desah Adrian merasakan bagaimana semakin liarnya gerakan tubuh Asyifa di atasnya.
“Pak ... ahh ... rasanya seperti mau ....”
Adrian tahu, Asyifa akan mendapatkan puncaknya kembali. Adrian sendiri pun sudah kalang kabut merasakan inti tubuhnya yang semakin memuncak. Dengan gerakan cepat, Adrian kembali memutar posisi. Adrian kembali mengambil kendali. Tubuh Asyifa dan dirinya semakin basah oleh keringat yang mereka hasilkan sore ini.
Asyifa melingkarkan kedua kakinya pada tubuh Adrian. Posisi seperti ini yang disukai Adrian, karena merasakan inti tubuhnya yang semakin terjepit kuat membuat Adrian sampai melenguh kuat.
“Good, Asyifa,” ucapnya dengan semakin cepat melesakkan inti tubuhnya pada inti Asyifa.