Karin, terpaksa menikah dengan Raka, bosnya, demi membalas budi karena telah membantu keluarganya melunasi hutang. Namun, setelah baru menikah, Karin mendapati kenyataan pahit, bahwa Raka ternyata sudah memiliki istri dan seorang anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cecee Sarah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Tujuh
Karin melangkah ke dapur, di mana Bibi Xia sedang sibuk menyiapkan sarapan. Bibi Xia bersenandung sambil membersihkan bahan-bahan untuk membuat nasi goreng.
"Apa yang bibi masak untuk sarapan hari ini?" tanya Karin sambil mendekat.
Bibi Xia terkejut dengan kehadiran Karin yang mendadak. Ia sedang membersihkan bahan-bahan di bawah air mengalir.
"Saya akan membuat Bibimbap, kesukaan Tuan Raka," jawab Bibi Xia sambil tersenyum.
Mendengar itu, Karin terpikir untuk menyiapkan sarapan sendiri bagi Raka. Hari ini dia tidak punya rencana pergi ke mana-mana, jadi dia ingin mencoba menjadi istri yang lebih perhatian, meskipun masih ragu pada kemampuannya.
"bibi, biar aku saja yang menyiapkan," pinta Karin.
"Tapi, Nona, sebaiknya Anda duduk saja di meja," jawab Bibi Xia sopan, sedikit khawatir apakah Karin bisa melakukannya.
"Tidak apa-apa, bibi. Aku ingin mencoba," kata Karin sambil mendorong Bibi Xia dengan lembut.
Akhirnya, Bibi Xia membiarkan Karin mengambil alih. Ini adalah pertama kalinya Karin ingin menyiapkan sarapan untuk Raka.
Dengan penuh semangat, Karin mencari resep Bibimbap di ponselnya dan mulai mengikuti langkah-langkahnya.
Tak lama kemudian, ia sudah menata dua piring nasi goreng di meja makan. Satu piring dilengkapi berisi daging tumis, sayuran rebus, rumput laut, dan irisan sayuran segar, dengan telur setengah matang di tengahnya.
Saat Raka tiba di meja, ia terlihat bersemangat melihat hidangan yang terhidang.
"Apakah kau yang membuat ini?" tanyanya sambil duduk.
"Ah, sebenarnya aku hanya menyelesaikan yang bibi mulai," jawab Karin sambil menggaruk kepala, sedikit malu.
Karin memperhatikan Raka, yang masih mengenakan pakaian semalam. Dia curiga Raka belum mandi.
"Kamu belum mandi?" tanya Karin.
"Aku sudah bilang kan, lenganku masih sakit, jadi aku kesulitan melakukannya sendiri," jawab Raka.
"Kamu kotor sekali!" kata Karin pura-pura menutup hidung.
"Kalau begitu, setelah sarapan, kau harus membantuku," kata Raka sambil tersenyum.
Karin cepat-cepat mengalihkan pembicaraan. "Cepat makan," katanya, menyerahkan sumpit dan sendok, penasaran dengan komentar Raka soal masakannya.
Raka mulai mencicipi Bibimbap, menyadari rasanya sedikit asin. Namun, ia tetap menikmatinya karena ini adalah masakan Karin. Tapi setelah beberapa suap, mulut dan tenggorokannya mulai terasa panas. Tak tahan lagi, ia langsung meneguk segelas air sampai habis.
Karin yang melihat Raka terus minum mulai curiga. Dia ikut mencicipi dan langsung tersedak karena rasa pedas yang luar biasa.
"Astaga, pedas sekali!" Karin protes sambil menatap Raka.
Raka tiba-tiba memegangi perutnya yang mulai sakit, namun mencoba menahannya.
"Raka, kamu kenapa?" tanya Karin khawatir, melihat keringat bercucuran di wajahnya.
"Aku baik-baik saja," jawab Raka mencoba berdiri, tetapi tubuhnya malah terjatuh ke lantai.
"Raka, bangun!" Karin panik mengguncang tubuhnya.
Bibi Xia yang mendengar suara Karin segera datang ke ruang makan.
"Ada apa, Nona?" tanyanya cemas.
"Aku tidak tahu, habis makan dia langsung kesakitan," jawab Karin dengan tangan bergetar.
“Makanannya terlalu pedas, ya?” tanya Bibi Xia.
“Iya, bibi, lidahku juga kepanasan saat mencicipinya.”
"Astaga! Tuan Dae tidak bisa makan makanan yang terlalu pedas!" Bibi Xia langsung merasa bersalah karena lupa memperingatkan Karin.
Karin semakin panik, menaruh kepala Raka di pangkuannya sambil menangis. "Raka, bangun! Jangan tinggalkan aku!" teriaknya histeris, menepuk-nepuk wajah Raka.
Raka akhirnya membuka mata, tersenyum kecil melihat kepanikan Karin. Ternyata ia hanya berpura-pura pingsan untuk melihat reaksi Karin.
"Aku tidak akan meninggalkanmu," kata Raka sambil tersenyum lebar.
"Kau keterlaluan! Ternyata hanya pura-pura!" Karin merasa kesal dan mencubit pinggang Raka sebagai hukuman.
"Aduh, sakit!" Raka berusaha menghindar, tetapi Karin terus mencubitnya hingga akhirnya dia benar-benar merasa sakit perut dan buru-buru lari ke kamar mandi.
Karin duduk kembali sambil menghela napas panjang, masih kesal tapi lega.
"bibi, apakah dia benar-benar sakit?" tanyanya.
"Sebentar, bibi akan mengambil obat untuknya," kata Bibi Xia sambil buru-buru mengambil kotak obat.