"Berawal dari DM Instagram, lalu berujung sakit hati."
Khansa Aria Medina tidak pernah menyangka DM yang ia kirimkan untuk Alister Edward Ardonio berujung pada permasalahan yang rumit. Dengan munculnya pihak ketiga, Acha-panggilan Khansa-menyadari kenyataan bahwa ia bukanlah siapa-siapa bagi Al.
Acha hanyalah orang asing yang kebetulan berkenalan secara virtual.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saran
Siang ini, Acha menggunakan waktu liburnya untuk mengerjakan tugas—tentunya dengan Serra dan Maya seperti biasa. Acha memang bukan anak yang sepintar Maya, tetapi setidaknya ia terbilang cukup rajin dalam mengerjakan tugas. Ia paling tidak suka melihat tugas-tugas yang menumpuk. Semua harus segera dikerjakan agar ia punya waktu luang nanti. Itu sebabnya, kini ia sedang berkutat dengan soal matematika peminatan yang susahnya minta ampun. Sebenarnya ia tidak selera mengerjakannya, tetapi soal matematika ini tidak sepadan dengan perjuangan orang tuanya mencari nafkah. Maka mau tak mau, Acha harus tetap mengerjakannya dengan susah payah.
"Ya Allah, dari tadi nggak selesai," keluh Acha lalu melempar bolpoinnya. Ia melirik Serra yang masih sibuk menulis, sementara Maya sedang bermain ponselnya. Entah apa yang sedang Maya buka hingga matanya sangat fokus. "Lo udah selesai, May?"
"Udah," jawabnya santai. Ia menyerahkan buku catatannya. "Kalau mau lihat, lihat aja punyaku. Sekalian koreksi kalau ada yang salah, ya."
Serra langsung menengadahkan kepalanya dan berhenti menulis. Buku yang tadi disodorkan Maya langsung ia rebut dan segera menyalin jawaban dari nomor-nomor terakhir. Sementara, Acha ikut menyalin dengan berpindah tempat di samping Serra.
"Nggak dari tadi lo nawarin kita, May," celetuk Acha dengan menyalin pekerjaan rumah secara kilat.
Serra menyetujui. "Bener, lumutan gue nunggunya."
"Ya elah, emangnya kita temenan baru kemarin sore? Biasanya juga kalian langsung lihat punyaku, tumben sekarang malu-malu sama diem-dieman gini?" Maya menatap kedua temannya dengan heran.
Mereka bertiga baru tersadar bahwa selama satu jam tadi, tidak ada satupun di antara mereka yang membuka suara. Lalu, Serra melirik Acha dengan heran. Memang biasanya gadis itu yang paling banyak berbicara. Tetapi, kali ini terlihat paling pendiam di antara mereka. Itu karena otak Acha masih dipenuhi dengan cara menaklukkan Al, tetapi sejauh ini belum ada cara yang terpikir olehnya. Acha mengurungkan rencananya untuk mengirim pesan kepada Al lagi. Bisa saja hal itu akan membuat Al risi lalu berakhir dengan blokir. Tentu Acha tidak mau hal itu terjadi.
"Lo sariawan apa gimana?" tanya Serra keheranan ketika melihat Acha sedang melamun dengan tangan menopang dagu.
"Kalau cowok belum move on dari mantan, terus cara naklukkinnya gimana ya?" gumam Acha yang masih terdengar oleh Serra dan Maya.
Serra menepuk jidatnya. Tak henti-hentinya Al mengisi pikiran Acha. Padahal Acha saja tidak pernah bertemu dengan laki-laki itu, bagaimana bisa Acha terlihat cukup obsesi? Serra hanya menggelengkan kepalanya. "Al mulu, heran gue! Mukanya nggak secakep itu kali, sampai lo kudu mikirin dia mulu."
Acha mendengus kesal. "Selera lo kampungan kali!"
Baru saja Serra hendak membalas ledekan Acha, tiba-tiba Maya menyodorkan ponselnya tepat di depan wajah Acha. Tampilan layar ponsel Maya menunjukkan highlight story yang terlihat familier. Ternyata story itu milik Al yang pernah Acha lihat sewaktu sedang stalking. Tetapi Acha masih tidak tahu alasan Maya menunjukkan hal itu.
"Emm ... aku ada saran. Jadi, aku lihat Al itu aktif jualan kue dan bisa COD juga. Mungkin kamu bisa modus ketemu Al dengan pesen kuenya," jelas Maya dengan menekankan setiap kata.
Acha mencoba mencerna saran Maya pelan-pelan. Lalu, ia tersadar bahwa saran Maya mungkin bisa ia coba. "Eh, boleh, boleh! Goblok banget, gue nggak mikir sampe situ!" Baru saja ia hendak membuka ponselnya, tetapi otaknya terpikir sesuatu. "Tapi ... gue udah terlanjur di-unfollow."
Sedetik kemudian, terdengar tawa nyaring dari samping Acha. Serra lah pelakunya. Gadis itu tertawa terpingkal-pingkal seolah perkataan Acha sangatlah lucu. Acha jadi jengkel setengah mati. Kemudian, ia berpindah ke samping Maya agar dirinya tidak terbawa emosi.
"Gimana dong, May?" rengek Acha.
"Kok bisa di-unfollow, sih? Kamu habis ngapain?" tanya Maya terheran. Meski begitu, ia menahan tawanya. Bukan bermaksud meledek, tetapi entah kenapa Acha terlihat lucu sekaligus mengenaskan.
Acha menggeleng cepat dan membentuk dua jarinya sebagai tanda peace. "Sumpah, gue nggak ngapa-ngapain. Chat gue belum dibales, terus tiba-tiba di-unfoll."
Maya tampak berpikir, lalu berkata, "Coba aja dulu. Kalau nggak dibales ya udah, kalau dibales berarti syukur."
Acha menarik napas lalu membuangnya kuat-kuat. Dibukanya ponselnya lalu mencari aplikasi Instagram dan room chat-nya dengan Al. Seperti kemarin, tidak ada notifikasi apa pun dari Al sehingga gadis itu tidak berharap apa-apa dengan saran Maya ini. Kemudian ia mengetikkan pesan lalu menekan tombol kirim dengan ragu-ragu.
[khansa.achaa]
[Hai, lo jualan kue kering ya?]
[Gue boleh pesen kastengel nggak?]
***
Al tertawa pelan ketika mengingat curahan hati Bagas saat dia jalan berdua dengan Acha tempo hari lalu. Bagas beberapa kali mengumpat kesal karena Acha sering membahas soal dirinya. Ya, Al sudah yakin pertemuan mereka akan berakhir gagal. Bukan apa-apa, tetapi Bagas memang nekat mengajak perempuan yang sedang menyukai laki-laki lain.
Setelah ia mematikan teleponnya dengan Bagas, Al membuka Instagram-nya lalu melihat deretan DM berisi orang-orang yang ingin memesan kuenya. Sebagian pesan dari perempuan-perempuan yang tidak dikenal, ia hapus. Alasannya sederhana. Karena pesan tersebut tidak begitu penting dan hanya mengganggu pekerjaannya.
Matanya tiba-tiba membesar ketika seorang perempuan mengirim pesan padanya. Perempuan yang sempat ia dan Bagas bicarakan serta perempuan yang sempat ia unfollow beberapa hari lalu. Sebenarnya Al tidak berniat membacanya, tetapi rasa penasaran mulai menjalar sehingga jarinya refleks menekan room itu. Rasa penasaran itu berganti dengan ekspresi terkejut ketika membacanya. Dengan perlahan Al mengetikkan balasan.
[al_ardonio]
[Iya, berapa pcs?]
Dalam beberapa menit, gadis itu membalas pesannya.
[khansa.achaa]
[Dua aja. Bisa COD, kan?]
[al_ardonio]
[DP dulu.]
Setelah beberapa kali mengirim pesan dan mengatur jadwal COD, Al mematikan ponselnya lalu menaruhnya di samping. Ia merebahkan diri di atas kasur sambil menatap langit-langit kamar. Tadinya ia sempat kesal karena Bagas memberitahu ke orang lain bahwa ia belum move on. Tetapi ia pikir mungkin saja hal itu membantu Acha untuk menyerah, rupanya gadis itu masih berupaya keras dalam mengejarnya.
Ketika asyik berbaring, terdengar pintu kamar yang diketuk sebanyak tiga kali. Al langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Setelah pintu itu berderit, muncul sosok dewasa yang selama ini selalu bersama Al. Ia berdiri di ambang pintu.
"Batch kali ini, ada yang beli di kamu nggak?" tanya Marlina. "Di WA Bunda ramai banget. Kalau bisa, kita close order dulu, takutnya Bunda nggak sanggup."
Al membuka ponselnya lalu melihat catatan pembeli. "Ada lima orang sih, Bun. Dua orang minta COD. Gimana? Apa Al cancel aja?"
"Hem, nggak usah deh. Kalau ada yang pesen lagi, bilang close order aja ya, suruh nunggu batch selanjutnya. Terus, jangan lupa kirim data pembeli ke WA ya," pesan Marlina sebelum akhirnya meninggalkan kamar Al.
Al kembali berbaring. Lalu, kembali berpikir tentang Acha. Ia sedikit merasa bersalah karena sudah meng-unfollow Instagram gadis itu. Tetapi ia sendiri belum ada niatan untuk mengikutinya lagi. Toh, dari awal, Bagas yang memulai semuanya. Dan mau tidak mau, Al yang harus mengakhiri semuanya sebelum Acha semakin berharap padanya. Untuk itu, jika Acha mencari cara untuk mengejar Al, maka Al mencari cara untuk menolak Acha.