Kembali Ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan s2-nya. Anindya harus dihadapkan masalah yang selama ini disembunyikan Abinya yang ternyata memiliki hutang yang sangat besar dan belum lagi jumlah bunga yang sangat tidak masuk akal.
Kavindra, Pria tampan berusia 34 tahun yang telah memberikan hutang dan disebut sebagai rentenir yang sangat dingin dan tegas yang tidak memberikan toleransi kepada orang yang membuatnya sulit. Kavindra begitu sangat penasaran dengan Anindya yang datang kepadanya meminta toleransi atas hutang Abinya.
Dengan penampilan Anindya yang tertutup dan bahkan wajahnya juga memakai cadar yang membuat jiwa rasa penasaran seorang pemain itu menggebu-gebu.
Situasi yang sulit yang dihadapi gadis lemah itu membuat Kavindra memanfaatkan situasi yang menginginkan Anindya.
Tetapi Anindya meminta syarat untuk dinikahi. Karena walau berkorban demi Abinya dia juga tidak ingin melakukan zina tanpa pernikahan.
Bagaimana hubungan pernikahan Anindya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24 Permintaan Lagi.
Akhirnya Kavindra dan Anindya yang sudah berada di salah satu Restaurant mewah di pusat kota, mereka makan di area outdoor dan pesanan makanan mereka bahkan sudah terhidang di meja makan, tidak terlalu banyak makanan yang mereka pesan yang seperti biasa Anindya pasti hanya memesan sesuai dengan keperluan perutnya. Jadi Kavindra terbawa-bawa dengan kebiasaan istrinya.
Dengan hembusan angin sepoi-sepo, pasangan itu yang sudah makan dan Kavindra memperhatikan sang istri makan untuk yang pertama kali menggunakan cadar di depannya.
"Apa tidak sulit makan seperti itu?" tanya Kavindra sembari mengunyah makanannya. Dia sendiri yang justru tampak risih dengan pemandangan seperti itu.
"Biasa saja, karena memang sudah terbiasa," jawab Anindya dengan santai yang tidak mempermasalahkan cara makan itu.
"Anindya! kenapa kau selalu saja menyulitkan diri sendiri. Apa salahnya membuka cadarmu saat ingin makan. Aku membaca di artikel jika seorang wanita memakai cadar itu bukanlah suatu kewajiban dan juga tidak akan dosa jika melepasnya. Jadi jangan menyulitkan diri sendiri," ucap Kavindra memberi saran.
"Tuan membaca artikel tentang keagamaan?" tanya Anindya yang sedikit kaget.
"Tidak! Hanya kebetulan saja lewat," jawabnya yang sangat cepat mengubah kata-kata itu.
Anindya tiba-tiba saja tersenyum, dia tampak senang jika suaminya penasaran tentang keagamaan.
"Kau tersenyum?" tanya Kavindra yang memang sangat bisa melihat dari tatapan mata sang istri.
Anindya menggelengkan kepala.
"Sudahlah! Kau lupakan saja apa yang aku katakan tadi dan sebaiknya kau buka cadarmu dan jangan menyulitkan diri sendiri hanya untuk makan," ucap Kavindra.
"Saya membuka cadar?" tanya Anindya yang membuat Kavindra menganggukkan kepala.
"Di tempat umum seperti ini?" Anindya bertanya kembali yang melihat di sekelilingnya dan pasti bukan hanya mereka berdua yang makan dan banyak juga tamu lain.
Bahkan kehadiran Anindya juga mencuri perhatian yang membuat orang-orang penasaran dengan wanita bercadar di Restauran itu dan makan dengan cara seperti itu.
"Jadi saya akan membuka cadar di tempat ini?" tanya Anindya lagi
"Agar kau tidak kesulitan makan," jawab Kavindra.
"Baiklah!" Anindya yang sudah menggerakkan tangannya ingin membuka pengikat cadarnya.
"Jangan!" Kavindra tiba-tiba saja mencegahnya yang membuat Anindya bingung.
"Kenapa kau membukanya dan apa yang mereka berikan padamu. Aku saja harus membayar miliyaran agar kau melakukan itu," ucapnya dengan kesal.
Dia yang menyuruh istrinya melakukan itu dan dia juga yang ternyata tidak rela wajah cantik sang istri harus dilihat orang lain. Kavindra benar-benar sangat aneh.
"Tadi barusan Tuan menyuruh saya," ucap Anindya.
"Jika disuruh seperti itu saja kau langsung melakukannya," ucapnya dengan kesal yang membuat Anindya kembali tersenyum.
"Makanlah dengan caramu!" tegas Kavindra dengan tegas dan tidak jadi menyuruh istrinya membuka cadar.
"Padahal aku hanya mengujinya saja dan lagi pula mana mungkin aku membuka cadarku begitu saja dengan sangat mudah, walau dia memerintahkannya. Aku tidak percaya jika responnya ternyata seperti itu," batin Anindya dengan senyum-senyum dengan tingkah sang suami.
"Apa yang lucu?" tanya Kavindra.
Wajah Anindya langsung berubah menjadi datar dan menggelengkan kepala dan dia kembali melanjutkan makannya, begitu juga dengan Kavindra yang selalu saja bisa melihat sang istri tersenyum walau tertutupi cadar.
Setelah mereka berdua selesai makan yang ternyata tidak langsung pulang dan mungkin menunggu makanan itu turun dulu ke lambung. Mereka hanya duduk berdua di tempat posisi awal dan Kavindra yang sejak tadi melihat tabletnya.
"Tuan! ada yang ingin saya katakan," ucap Anindya yang tiba-tiba saja memikirkan sesuatu.
"Apa?" tanya Kavindra tanpa menoleh ke arah Anindya.
Anindya terlihat gugup dan memang sepertinya dia sudah lama ingin mengatakan semua itu dan hanya saja baru menemukan waktu yang tepat.
"Kau tidak mengatakan apapun?" tanya Kavindra dengan menaikkan satu alisnya yang ternyata menunggu sang istri. Dia memang orang yang tidak ingin basa-basi.
"Tuan apa saya boleh mengajar?" tanya Anindya yang membuat mata Kavindra mendelik.
"Kau mengatakan apa?" tanya Kavindra.
"Tuan, sewaktu di Mesir saya adalah seorang guru, saya mengajar tajwid pada santri-santri dan saya ingin melanjutkan pekerjaan saya agar ilmu saya tidak hilang. Saat rencana pulang ke Jakarta, saya sudah mendapatkan tawaran pekerjaan dan berencana akan bekerja dan siapa sangka jika saya ternyata saya menikah," ucap Anindya.
"Jadi saya tetap ingin mengajar, menyalurkan ilmu saya kepada orang-orang yang membutuhkan dan itu juga merupakan amal zariah untuk saya," jelas Anindya yang sangat hati-hati berbicara dan juga sangat takut jika Kavindra marah dengan permintaannya.
"Apa kau kekurangan uang sehingga ingin bekerja dan apalagi pekerjaan yang kau lakukan itu hanya mengajar. Aku sering mendengar pekerjaan yang berurusan dengan guru adalah memiliki gaji yang sangat rendah. Gaji pelayan di rumahku bahkan berkali-kali lipat," ucap Kavindra yang dari perkataannya sudah tidak mengizinkan sang istri.
"Saya bekerja bukan karena gaji, Tetapi hanya ingin menambah pengalaman dan yang terpenting seperti apa yang saya katakan tadi agar ilmu saya tidak hilang," jawab Anindya.
"Tidak bisa! kau tidak boleh mengerjakan apapun dan bekerja di manapun!" tegas Kavindra yang tidak mengizinkan.
"Tuan, Saya bekerja juga tidak jauh, kebetulan ada sekolah Madrasah yang hanya 30 menit dari kediaman rumah tuan dan bekerjanya juga hanya dari jam 08.00 pagi sampai jam 01.00 siang, jadi tidak akan memakan waktu dan lagi pula tuan juga tidak ada di rumah di jam-jam seperti itu," ucap Anindya yang meyakinkan Kavindra dengan segala keinginannya.
"Saya benar-benar sangat bosan jika berada di rumah terus. Karena saya sangat menyukai anak-anak dan ingin berbagi pada mereka. Jadi saya mohon tolong izinkan saya," ucap Anindya berusaha membujuk suaminya.
Kavindra diam saja yang tidak peduli dengan ocehan sang istrinya dan bahkan kembali fokus pada tabletnya.
"Tuan please," Anindya yang tiba-tiba memegang tangan Kavindra yang berada di atas meja yang membuat Kavindra mengerutkan dahi yang melihat ke arah Anindya.
"Saya selama ini belajar sampai bertahun-tahun dan apa gunanya jika ilmu saya tidak disalurkan kepada orang-orang yang pasti masih membutuhkan ilmu," ucap Anindya.
Kavindra hanya melihat tangan Anindya yang sepertinya Anindya semakin lama, semakin nyaman saja dengan Kavindra berani pegang-pegang.
Anindya terus saja membujuk sang suami dengan semua ucapannya yang masuk akal dan bahkan kata-katanya yang sangat bijak.
Kavindra tidak memberikan respon apapun dan bahkan hanya mendengarkan dan juga memperhatikan gerak mulut Anindya yang dilapisi cadar tipis itu, dia juga melihat tatapan mata sang istri yang terlihat begitu sangat menginginkan melanjutkan hobinya.
Sampai akhirnya seketika Kavindra berdiri dengan cepat dari tempat duduknya dan secepat kilat mengecup bibir Anindya dibalik cadar itu yang membuat Anindya terkejut dengan mata melotot.
"Kau terlalu berisik!" ucap Kavindra yang kembali duduk pada tempatnya.
"Apa yang tuan lakukan!" ucapnya yang masih sangat schok dan juga terlihat panik.
"Kau seperti diserang setan saja sampai bereaksi seperti itu," sahut Kavindra dengan santai.
"Tuan! ini tempat umum dan wajar saja jika reaksi saya seperti itu. Tuan-tuan bener-bener kelewatan," kesal Anindya melihat tingkah suaminya itu yang kebablasan mencium dirinya di tempat keramaian.
Bersambung.....