Pernikahan yang terjadi antara Ajeng dan Bisma karena perjodohan. Seperti mendapat durian runtuh, itulah kebahagiaan yang dirasakan Ajeng seumur hidup. Suami yang tampan, tajir dan memiliki jabatan di instansi pemerintahan membuatnya tidak menginginkan hal lain lagi.
Ternyata pernikahan yang terjadi tak seindah bayangan Ajeng sebelumnya. Bisma tak lain hanya seorang lelaki dingin tak berhati. Kelahiran putri kecil mereka tak membuat nurani Bisma tersentuh.
Kehadiran Deby rekan kerja beda departemen membuat perasaan Bisma tersentuh dan ingin merasakan jatuh cinta yang sesungguhnya, sehingga ia mengakhiri pernikahan yang belum genap tiga tahun.
Walau dengan hati terluka Ajeng menerima keputusan sepihak yang diambil Bisma. Di saat ia telah membuka hati, ternyata Bisma baru menyadari bahwa keluarga kecilnya lah yang ia butuhkan bukan yang lain.
Apakah Ajeng akan kembali rujuk dengan Bisma atau menerima lelaki baru dalam hidupnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leny Fairuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Bersuami Rasa Janda
Setelah pendekatan selama dua bulan, itu pun Nurita yang gencar mengundang Ajeng untuk datang ke rumahnya jika sang anak menghabiskan akhir pekan di rumah mamanya.
Bisma yang kebetulan seorang ASN di ibukota dan menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Program dan Anggaran di Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Utara, memang sudah komitmen untuk selalu pulang di akhir pekan.
Semenjak kepergian papanya beberapa tahun silam, membuat ia mengambil tanggung jawab sebagai lelaki satu-satunya yang akan melindungi mama dan Mayang, keluarga inti yang ia miliki.
Di umur 32 tahun dan dengan posisi mapan dan jabatan yang ia sandang Bisma masih betah melajang. Sejak di bangku sekolah hingga kuliah ia adalah tipe introvert. Susah untuk menerima pertemanan dengan lawan jenis.
Sebagai lelaki penerus satu-satunya, Sasongko Permadi almarhum ayahnya telah mendidik dengan sangat disiplin. Ia tidak memiliki waktu walau hanya sekedar hang out dengan teman sekelas maupun teman kampus begitu ia sudah menjadi mahasiswa.
Papanya yang seorang pengusaha dan pemilik perkebunan teh terbesar di Jawa Timur telah mendoktrinnya dan mempersiapkan Bisma sejak awal untuk meneruskan estafet kepemimpinan jika ia sudah tidak sanggup untuk menjalankan roda perusahaan keluarga yang sudah berjalan tiga generasi.
Dalam perjalanan hidupnya, ternyata Bisma tidak tertarik untuk melanjutkan usaha papanya. Ia cenderung ingin menjadi abdi negara dan mengambil sekolah kedinasan yang membuatnya bersaing dengan pelajar lain untuk mengikuti tes sekolah kedinasan.
Bisma tak puas dengan ilmu yang dia dapat, hingga terus lanjut mengambil magister untuk mengisi otaknya yang selalu dahaga akan pengetahuan. Hingga di sinilah ia mulai mengabdi sebagai PNS di belantara kota besar Daerah Ibukota.
Bukan pertama kali mamanya meminta agar ia dekat dengan perempuan. Sudah puluhan malah yang dikenalkan mama padanya. Tapi sedikitpun hatinya belum tergerak untuk mencari pendamping di usianya yang sudah mapan.
Bukan ia tak mau untuk memulai, tapi Bisma melihat kehidupan rekannya yang lain. Darmawan, Kasubag Protokol tampak begitu sibuk dengan segala tingkah polah putra-putrinya yang membuat ia sering bolak-balik kantor hanya untuk urusan sepele.
Belum lagi Bagito, Sekda yang sering ditinggal istrinya yang seorang dokter di rumah sakit pemerintah. Jam dinas yang tak menentu membuat Bagito sering curhat karena kesepian ditinggal sang istri piket di malam hari.
Berulang kali Bisma berusaha menolak keinginan mamanya. Dari cerita rekan serta lingkungan kerja yang membuatnya banyak bertemu dengan lawan jenis, sedikit banyak ia mengetahui bagaimana watak perempuan.
Sebagai lajang yang memiliki kedudukan mapan, tentu tidak sedikit rekan kerja perempuan yang mulai memberikan perhatian lebihnya. Tapi sedikitpun tidak terbersit di hatinya untuk memulai dengan salah satu diantara mereka yang tertarik padanya. Bukan berarti ia ada kelainan. Hanya saja ia masih berat untuk memulai. Ia tidak ingin mengalami kegagalan berumah tangga seperti yang terjadi padi Enggar Hartadi teman akrabnya yang kini menjabat di kecamatan Pademangan.
Perkenalan dengan Ajeng seorang pegawai bank pemerintahan yang direkomendasikan mama cukup mengusik hatinya. Dari sekian banyak perempuan yang ia kenal, sosok Ajeng memang berbeda.
Gayanya sederhana tidak dibuat-buat. Senyum tulus dari wajah manisnya sempat membuat Bisma merasa dunianya teralihkan. Tak bisa ia sembunyikan, pertemuan pertama dengan Ajeng membuat Bisma gugup. Hingga ia kembali ke mode dingin untuk menutupi perasaannya.
“Aku mau menikah dengannya,” ujar Bisma dua minggu kemudian setelah pertemuan mereka saat makan malam pertama.
Mendengar ucapan Bisma tak ayal, rasanya saat itu juga Nurita ingin sujud syukur. Tapi dengan menampilkan wajah dingin ia menatap putra bungsunya itu.
“Yakin mau nikah?” padahal dalam hati ia bersorak saat menanyakan itu sekali lagi untuk benar-benar memastikan keputusan Bisma.
“Aku juga capek dikejar mama dan mbak Mayang,” tuntasnya.
“Baiklah. Berapa waktu yang kamu berikan untuk mama mempersiapkan semuanya?” kejar Nurita cepat.
Kabar ini harus ia sampaikan secepatnya pada Mayang. Mereka berdua harus gercep untuk mempersiapkan semuanya. Tidak mungkin hanya pernikahan biasa yang dilakukan, apalagi mereka adalah keluarga terpandang.
Satu bulan kemudian pernikahan megah terselenggara di Jakarta, rumah kediaman mereka yang ditinggali Bisma. Resepsi besar-besaran diadakan Nurita dan Mayang yang mengundang banyak pejabat penting serta artis ternama ibukota.
Banyak rekan kerja Bisma yang masih lajang patah hati, dan memandang tidak suka melihat perempuan yang kini berdiri di samping cem-ceman mereka dalam wujud pengantin cantik yang akan mendampingi sosok the most wanted yang kini telah mengakhiri masa lajang.
Mahar yang diberikan Bisma tidak tanggung-tanggung. Uang dua milyar dengan rumah dua lantai, membuat Ajeng merasakan indahnya menjalani pernikahan karena memiliki mertua yang tajir dan menyayanginya seperti anak sendiri. Kakak ipar yang baik hati dan tidak julid membuatnya merasa menjadi manusia paling bahagia.
Di usia pernikahan yang baru berjalan tiga hari, akhirnya terungkap alasan Bisma mau menikah dengannya. Pagi itu Ajeng bermaksud mengantarkan teh hangat dan kopi di taman belakang rumah mertuanya.
“Kamu bisa ajak Ajeng pindah menemanimu di Jakarta,” saran Nurita.
“Untuk apa?” Bisma memandang mamanya seketika.
“Wajar kan? Kalian sudah menikah. Tidak baik suami istri tinggal berjauhan. Mama ingin kamu dan Ajeng segera mendapat momongan. Mayang sudah lima tahun menikah, tapi sampai saat ini belum memberikan cucu .... “ curhat Nurita sedih.
Ia sangat menginginkan menimang cucu, karena ia begitu kesepian di rumah megah mereka. Apalagi teman sosialita serta saudaranya yang lain sudah memiliki cucu yang banyak.
“Aku sudah memenuhi keinginan mama untuk menikah. Ku harap urusan lain, mama tidak perlu ikut campur. Jika dia masih ingin bekerja, aku tidak masalah.”
Degh!
Terasa ada yang ngilu di hati Ajeng mendengar suaminya sendiri, imam yang ia harapkan mendampinginya hingga ke Jannah, tapi tidak menginginkan dirinya.
“Bukan pernikahan seperti itu yang mama inginkan,” Nurita berkata dengan sedih.
“Terserah mama. Yang penting aku sudah menuruti keinginan mama dan mbak Mayang untuk menikah. Aku pun telah memberikan mahar yang besar untuk perempuan itu. Ku rasa adil bukan?”
“Paling tidak berilah mama seorang cucu .... “ pinta Nurita penuh harap.
Ia tau, putranya memang keras seperti almarhum suaminya. Hanya dengan kelembutan yang membuatnya bisa mengabulkan keinginannya. Ia akan berterus terang pada Ajeng bagaimana karakter asli putra bungsunya itu. Ia harap Ajeng bisa merubah watak Bisma agar tidak kaku dan lebih hangat.
“Baiklah, jika itu keinginan mama. Aku akan memberikan cucu untuk mama. Tetapi setelah ini, jangan meminta yang tidak mungkin ku lakukan.”
Perasaan Ajeng seperti dikoyak mendengar percakapan antara mertua dan suaminya. Ia tidak menyangka akan bertemu dan terlibat penikahan dengan lelaki yang kini ia ketahui berhati batu.
Mata Ajeng mengerjab menahan tumpahan air mata. Selama ini ia hanya sebagai istri di atas kertas. Satu tahun pernikahan mereka dijalani dengan LDR. Sejak awal terjadinya ijab qabul, tidak ada pembicaraan atau komitmen bersama.
Bisma tidak pernah melibatkan dirinya dalam urusan pekerjaan kantor. Karena ia hanya pulang di akhir pekan. Hubungan suami istri mereka pun dapat dihitung dengan jari.
Bisma mencarinya hanya disaat ia butuh. Tanpa ada rayuan, ungkapan kata mesra sebagai pembuka keintiman yang tercipta. Ajeng merasa dirinya hanya sebagai pemuas dahaga lelaki batu yang berkedok suami.
Terkadang timbul hasrat untuk mendua, apalagi tidak sedikit rekan kerja yang suka padanya. Bahkan ada keinginan untuk mengakhiri pernikahan yang baru seumur jagung. Tapi, mengingat bapak yang semakin tua di kampung serta kebaikan mama mertua dan mbak Mayang, membuat Ajeng membuang segala pikiran nyeleneh yang sempat hadir di kala malam menjelang, dan naluri sebagai perempuan dewasa begitu menyiksa untuk mendapatkan kehangatan.
***Maaf ya readerku\, mungkin otor agak lama update\, pikiran cabang antara Pram dan Citra\, sekarang pindah Bisma dan Ajeng. Tapi tetap seru. Dukung terus ya ...***