Tsania Zoun adalah anak yang terlahir dari rahim seorang wanita penghibur bernama Laura Zoun.
Lahir dengan status tidak memiliki sosok ayah, Tsania selalu tersisihkan, ia sering diberi julukan sebagai anak haram.
Ibunya, Laura Zoun juga selalu diterpa cercaan karena pekerjaannya yang menjadi wanita malam. Kehidupan sulit keduanya lalui hanya berdua hingga saat Tsania dewasa.
Tsania yang memiliki tekad untuk membahagiakan ibunnya memilih untuk menempuh pendidikan tinggi di kota. Akan tetapi di sana lah identitas aslinya mulai terkuak.
Penasaran bagaimana kisah hidup Tsania dan ibunya; Laura? Ayo! Langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tsania Laura 23.
"Aagghhhh...!!!"
Raungan itu terdengar. Bangunan mewah bertingkat yang saat ini tidak diisi oleh siapapun, kecuali penjaga keamanan yang berada di lantai dasar itu menjadi saksi bisu bagaimana kini Galang melampiaskan kemarahannya.
Prang!
Semua yang ada di atas meja kerjanya berjatuhan. Ruangan yang sebelumnya tertata rapi itu kini tak memiliki bentuk lagi. Serupa dengan pelakunya. Tampilan Galang sungguh lah kacau. Selaras dengan perasaan yang coba tengah ia lampiaskan.
"Tangan Anda berdah, Pak."
Supir pribadi yang melihat keadaan Galang begitu kacau itu tidak tega jika harus meninggalkan Galang seorang diri di perusahaan. Terlebih kondisi Galang tidak baik-baik saja setelah berhasil saling hajar dengan Ardi Lim di dalam club.
Ya. Saat melihat ciuman yang Ardi Lim dan Laura lakukan, Galang dengan cepat menyerang Ardi Lim. Perkelahian di antara dua pria dewasa itu tak dapat lagi terelakkan karena Ardi Lim juga membalasnya.
Keributan terjadi di dalam club, membuat para penjaga yang sedang berjaga di luar segera masuk dan mencoba memisahkan keduanya. Hingga perkelahian antara Galang dan Ardi Lim berhasil dilerai, meski wajah keduanya sudah menerima pukulan dari masing-masing kepalan tangan.
Melihat Galang yang sudah menghempaskan dirinya di atas sofa, supir pribadi itu memberanikan diri untuk mendekat dengan membawa kotak obat. Ia dengan pelan serta terkesan hati-hati mengoleskan obat pada jari-jari tangan Galang yang terluka dan memerah.
Flashback on~°°~
"Ardi!!" Teriakan itu terdengar khawatir, membuat Galang menoleh. Bisa ia lihat jika Laura tengah mencemaskan kondisi pria yang saat ini berada dalam cengkramannya.
Bug!
Satu pukulan Galang layangkan.
Bug!
Suara khawatir tadi semakin mendorong Galang berbuat brutal. Hingga terhenti saat beberapa orang pria berbadan besar memisahkan mereka.
"Kamu terluka," suara Laura begitu cemas. Ia mendekat pada Ardi Lim yang sudut bibirnya pecah karena pukulan Galang. "Bawa dia keluar dari sini! Aku tidak ingin melihatnya lagi!!" Netra indah itu menatap tajam Galang yang pergerakannya sedang ditahan.
Para penjaga berbadan besar itu langsung melaksanakan perintah Laura. Mereka menyeret Galang keluar dari dalam club.
Flashback off °~~°
"Sudah, Pak," ucap sang sopir pelan setelah ia selesai mengobati dan memberikan perban pada tangan Galang. Pak sopir bisa melihat Galang yang terpejam namun dengan meneteskan air mata.
Mengulang kejadian di club tadi membuat perasaan Galang semakin porak poranda. Laura, istrinya melakukan kontak fisik bersama pria lain tepat di depan mata, Laura bahkan mencemaskan pria itu, sama sekali tidak mencemaskan dirinya yang juga terluka.
Kenapa harus sejelas ini Galang melihatnya, Laura benar-benar sudah berubah. Wanita cantik itu seakan bukan Laura yang dulu pernah Galang miliki hatinya.
Galang tak menyadari, jika kepergian Laura di masa lalu bukanlah sekedar pelarian semata. Tapi justru untuk menghilang selamanya. Tidak akan pernah bisa lagi Galang temui Laura yang dulu, sekalipun pada diri Laura itu sendiri.
Galang terpuruk jauh dalam sesal, bisakah waktu diputar kembali, atau bolehkah berharap jika Laura mau memberikan kesempatan lagi.
Bersamaan dengan itu, di sisi lain, Laura kini tengah mengobati luka yang ada di wajah Ardi Lim.
"Aauhhh..."
"Jangan manja! Tahan sedikit!"
"Aauhhh...," Ardi kembali meringis, namun kali ini bukan karena Laura yang mengoleskan obat pada lukanya. Tapi karena ia yang tersenyum kecil ketika mendapat omelan berulang kali dari Laura.
'Jangan manja!' kata-kata itu membuat Ardi Lim merasa dirinya diperlakukan seperti Tsania oleh Laura.
"Kenapa juga meladeni dia?! Lihatlah wajahmu! Kamu terluka di mana-mana!"
"Jadi aku harus pasrah menerima pukulannya?" Laura menghentikan gerakan dan menatap pada Ardi. "Seperti saat aku yang pasrah menerima serangan mu tadi?"
Laura memutar bola mata melihat Ardi yang malah mengungkit tindakannya yang mencium pria itu. Ia kemudian meraih plaster luka yang ada di atas meja.
"Aauhhh... Pelan-pelan, Sayang!"
"Sepertinya dia juga berhasil menghajar kuat kepalamu!"
"Ya. Sakit ini!" Ardi Lim mengarahkan kepalanya pada Laura. "Periksa lah!"
Laura tidak menggubris perkataan Ardi Lim, ia merapikan kembali peralatan yang sudah ia gunakan untuk mengobati luka di wajah Ardi.
"Dia sering ke sini?"
"Siapa?"
"Suamimu."
Laura menghembuskan napas mendengar perkataan Ardi Lim, ia bahkan sedikit kuat saat menekan penutup kotak obat. Rasanya Laura sudah malas dan tak ingin lagi membahas tentang orang yang berasal dari masa lalunya itu.
"Aku ada di sana pagi itu," kata Ardi Lim lagi dan membuat Laura menatap ke arahnya. "Saat dia mendatangi kediaman mu."
Rangkaian kejadian yang selalu terjadi di antara Galang dan Laura, sedikit demi sedikit mulai bisa Ardi Lim uraikan, meski ia tidak memahami sepenuhnya permasalahan Laura dengan pria yang sampai saat ini ternyata masih berstatus suami dari wanita yang ia inginkan itu.
"Dari situ kamu mengetahui siapa dia?" Bisa Laura lihat Ardi Lim yang mengangguk atas pertanyaannya. Dan Laura tertawa kecil akan hal itu. "Aku ternyata memiliki suami. Tapi malah berakhir menjual diri."
Bisa Ardi Lim tangkap getir yang ada di balik suara Laura. Hening juga sesaat menyelimuti mereka.
"Aku harap bukan karena itu kamu tidak ingin bersamaku, Laura."
"Aku tidak menunggu dia, juga tak ingin kembali padanya."
Ardi Lim merasa lega mendengar kalimat itu yang langsung terlontar dari mulut Laura. Pria berkulit putih itu tadi sempat sedikit cemas dan merasa takut.
"Pernikahan itu hanya sah di mata hukum. Aku tak ingin keberadaanku diketahui, sehingga aku tak mengurusnya."
"Kamu ingin berpisah? Maksudku...kamu ingin berpisah secara resmi?"
"Aku atau kamu yang menginginkannya?"
Ardi Lim sontak saja tergelak atas pertanyaan Laura yang langsung menembak ke arah dirinya, namun sesaat kemudian ia meringis karena merasakan pedih di sudut bibirnya yang terluka.
"Jujur aku menginginkan perpisahan itu. Karena aku menginginkan mu sepenuhnya!" kata Ardi Lim dengan menahan rasa pedih pada lukanya.
Laura tersenyum kecil, pandangannya sama sekali tidak mengarah pada Ardi Lim. Untuk kembali memilih bersama dengan seseorang dan memberikan kepercayaan rasanya sungguh sulit. Laura pernah terluka, ia pernah kecewa karena salah menaruh harapan.
Kehidupannya dengan tiba-tiba terbalik, awalnya penuh dengan angan bahagia menjadi gelap yang begitu pekat. Berjuang sendiri, ingin berdiri di atas kaki sendiri, itu semua tidaklah mudah bagi Laura.
"Aku akan tetap setia menunggu hingga waktu itu tiba."
"Kamu terdengar seperti remaja yang sedang membual, Tuan Lim." Laura menggeleng melihat sikap Ardi Lim yang sudah memasang mode serius.
"Aku bersungguh-sungguh dengan perkataanku, Laura. Aku akan tetap menantimu resmi berpisah dengannya dan mau menerimaku."
***
Jangan lupa tinggalkan jejak 😉
bara api nya membara😆😆😆
kurang manasinnya ra, tambah lagiii