NovelToon NovelToon
I Will Protect You

I Will Protect You

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Pengantin Pengganti / Crazy Rich/Konglomerat / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Kyurincho

Demi menjaga kehormatan keluarga, Chandra terpaksa mengambil keputusan yang tidak pernah terbayangkan: menikahi Shabiya, wanita yang seharusnya dijodohkan dengan kakaknya, Awan.
Perjodohan ini terpaksa batal setelah Awan ketahuan berselingkuh dengan Erika, kekasih Chandra sendiri, dan menghamili wanita itu.
Kehancuran hati Chandra membuatnya menerima pernikahan dengan Shabiya, meski awalnya ia tidak memiliki perasaan apapun padanya.
Namun, perlahan-lahan, di balik keheningan dan ketenangan Shabiya, Chandra menemukan pesona yang berbeda. Shabiya bukan hanya wanita cantik, tetapi juga mandiri dan tenang, kualitas yang membuat Chandra semakin jatuh cinta.
Saat perasaan itu tumbuh, Chandra berubah—ia menjadi pria yang protektif dan posesif, bertekad untuk tidak kehilangan wanita yang kini menguasai hatinya.
Namun, di antara cinta yang mulai bersemi, bayang-bayang masa lalu masih menghantui. Bisakah Chandra benar-benar melindungi cintanya kali ini, atau akankah luka-luka lama kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyurincho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Harga Sebuah Kebebasan

Awan membuka pintu apartemennya dengan santai, membiarkan embusan angin dingin malam menerobos masuk sejenak sebelum ia menutupnya kembali. Bau parfum Erika yang khas menyambutnya, aroma yang terlalu tajam bagi selera kebanyakan orang tetapi entah bagaimana selalu cocok dengan Erika—dominasi dan provokatif, seperti pemiliknya.

Di ruang tamu yang remang-remang, Erika duduk di sofa beludru abu-abu, mengenakan piyama sutra yang tampak lebih seperti lingerie daripada pakaian tidur. Memperlihatkan lekuk tubuhnya yang sempurna serta perutnya yang mulai membesar. Televisi menyala, menampilkan acara realitas yang gaduh dengan warna-warna neon mencolok, tetapi Erika tampaknya tidak benar-benar memperhatikan.

“Kau tampak seperti baru saja memenangkan lotre,” Erika berkata tanpa mengalihkan pandangan dari layar. Suaranya datar, tapi cukup tajam untuk memotong keheningan. Ia hanya melirik sekilas ketika Awan berjalan masuk, ekspresinya lebih penasaran daripada tertarik.

Awan tersenyum lebar, menutup pintu di belakangnya dengan bunyi klik yang pelan. Ia melepas jasnya dan melemparkannya sembarangan ke salah satu kursi di dekat pintu. “Percayalah, ini lebih baik daripada hanya sekedar memenangkan lotre,” katanya dengan nada puas, suaranya dipenuhi antusiasme seperti seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru.

Erika akhirnya memutar kepalanya, menatapnya dengan satu alis terangkat. “Apa lagi yang kau lakukan kali ini?”

Awan duduk di sofa seberang Erika, mengangkat kakinya ke meja tanpa peduli pada tatapan Erika yang jelas menunjukkan ketidaksukaannya. Ia menyandarkan tubuhnya ke belakang, berusaha terlihat lebih santai dari yang sebenarnya ia rasakan.

“Shabiya.” Hanya satu kata itu yang keluar dari mulut Awan, namun cukup untuk membuat Erika menghentikan kegiatannya. Matanya melirik Awan dari sudut pandang, menandakan bahwa ia mulai tertarik dengan cerita ini. "Dia meneleponku tadi."  Awan melanjutkan dengan nada yang penuh semangat.

Erika menyipitkan matanya. “Shabiya meneleponmu? Kenapa?” Nada suaranya tajam, penuh dengan ketidakpercayaan.

“Dia memintaku menyampaikan sesuatu pada… kau, sebenarnya.” Awan terkekeh kecil, seolah-olah menikmati situasi itu. “Dia bilang dia tidak bisa menemanimu memesan gaun pengantin itu. Ada urusan lain, atau semacamnya. Tapi itu bukan bagian terbaiknya.” Awan bersandar ke depan, senyumnya semakin lebar. “Aku menggunakan kesempatan itu untuk… memancing reaksi Chandra. Aku bilang padanya bahwa Shabiya menghubungiku. Kau tahu, hanya untuk melihat apakah dia masih sama kaku dan posesifnya seperti dulu.”

Erika menegakkan tubuhnya, tatapannya sekarang penuh perhatian. “Dan?”

“Dia marah,” kata Awan dengan nada geli. “Cemburu, mungkin. Aku bisa melihat dari cara dia menatapku sebelum akhirnya meninggalkan ruangan. Kau tahu, itu mengingatkanku pada saat-saat ketika dia masih bersamamu. Dia tidak pernah benar-benar suka berbagi apa yang dia anggap miliknya.”

Untuk sesaat, Erika tidak menjawab. Ada sesuatu di dalam dirinya yang mendidih, campuran aneh antara kesal, iri, dan sesuatu yang lebih gelap yang tidak ingin ia akui bahkan pada dirinya sendiri.

“Chandra marah,” gumam Erika akhirnya, suaranya hampir tidak terdengar. “Aku tidak menyangka dia bisa cemburu pada perempuan lain.”

Awan tertawa kecil. “Kau terdengar seperti masih berharap dia kembali padamu.” Nada suaranya menyindir, tetapi matanya penuh perhatian saat ia mengamati reaksi Erika.

Erika menatap Awan, matanya yang biasanya penuh percaya diri kini terlihat sedikit goyah. “Jangan bodoh, Awan. Chandra mungkin lebih baik darimu dalam banyak hal, tetapi dia juga membosankan. Terlalu kaku, terlalu… terkendali. Aku tidak pernah bisa benar-benar hidup dengannya.”

Namun, kata-kata itu terasa kosong bahkan bagi dirinya sendiri. Erika mengalihkan pandangan, menatap ke sudut ruangan seolah mencari jawaban di sana. Ia mengingat kembali masa-masa ketika ia dan Chandra masih bersama. Chandra yang tampan, dengan tatapan dingin yang mampu membuat siapa pun merasa kecil dan terintimidasi, tetapi juga perhatian yang hampir tak tertandingi ketika ia memilih untuk peduli. Erika tahu bahwa dulu ia adalah pihak yang mengejar, memaksa dirinya masuk ke dalam kehidupan Chandra yang tampak sempurna tetapi dingin. Dan ia berhasil, setidaknya untuk sementara.

Tapi kemudian, semuanya berubah. Atau mungkin, ia yang berubah. Ia mulai muak dengan kontrol Chandra yang terlalu ketat, jadwal yang terlalu teratur, dan waktu yang lebih banyak dihabiskan di kantor daripada bersamanya. Ia ingin kebebasan, dan Awan—dengan sikap santainya, gaya hidup yang penuh pesta, dan godaan yang konstan—menawarkan pelarian yang sempurna. Hingga akhirnya, pelarian itu menjadi sesuatu yang permanen ketika ia mengetahui bahwa ia hamil.

“Dan satu hal lagi,” Erika berkata pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Awan. “Dia… tidak pernah menyentuhku. Tidak sekali pun.”

Awan menatapnya, terkejut dengan kejujuran itu. “Apa maksudmu?”

Erika tersenyum kecil, tetapi itu bukan senyuman bahagia. “Chandra terlalu… idealis. Terlalu… perfeksionis. Dia ingin semuanya sempurna, termasuk hubungan kami. Dia selalu bilang, ‘semua ada waktunya,’ tapi aku tahu itu hanya alasan. Aku rasa dia hanya tidak tahu bagaimana caranya," sindir Erika seolah bersama Awan, dirinya lebih dari sekedar merasa puas.

Awan mengangkat bahu, mencoba menghilangkan ketegangan yang tiba-tiba memenuhi ruangan. “Yah, itu berita bagus untukmu, bukan? Kau sekarang bersamaku. Dan aku, berbeda dari Chandra, aku tahu bagaimana bersenang-senang.”

Tapi Erika tidak menanggapi. Sebaliknya, pikirannya melayang kembali ke makan malam keluarga terakhir mereka, di mana jelas terlihat bahwa ayah Awan dan Chandra, Satria, lebih menyukai Chandra. Bahkan di tengah percakapan tentang rencana pernikahan mereka, ayah mereka terus memuji prestasi Chandra, sementara Awan hanya menerima senyum sopan dan sapaan basa-basi.

Ia merasa seperti telah memilih jalan yang salah. Dan sekarang, melihat Chandra mulai membuka hati untuk Shabiya—wanita yang jelas tidak sepadan dengan dirinya, menurut Erika—ia merasa seolah-olah sesuatu yang seharusnya menjadi miliknya telah dicuri. Tapi apakah itu cinta, atau hanya rasa tidak rela? Ia tidak yakin.

“Erika?” Suara Awan memecah lamunannya. “Kau baik-baik saja?”

“Ya,” jawab Erika cepat, menutupi gejolak perasaan yang masih berputar di dalam dirinya. “Aku hanya… lelah. Kau tahu, memikirkan gaun pengantin, dan kehamilan ini, semuanya,  membuatku pusing.”

Awan tersenyum lagi, tampak puas dengan jawaban itu. Tetapi Erika tahu, kebohongan itu lebih untuk dirinya sendiri daripada untuk Awan. Karena di dalam dirinya, ia mulai merasakan sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya: penyesalan.

***

Kamar utama di rumah Chandra dan Shabiya terasa nyaman, cahaya remang-remang mengisi ruangan yang berasal dari cahaya lampu meja yang lembut. Tirai tebal menutup jendela besar, menahan dinginnya angin malam di luar sana. Di atas ranjang besarnya, Shabiya bersandar dengan santai, mengenakan piyama satin biru tua. Sebuah novel detektif terbuka di tangannya, hampir selesai, tetapi penuh dengan misteri yang memaksanya terus membaca. Ia tampak begitu fokus, bahkan suara langkah Chandra yang memasuki kamar tidak menarik perhatiannya.

Chandra berhenti sejenak di ambang pintu, menatap istrinya yang tidak menyadari kehadirannya. Ada sesuatu tentang Shabiya yang membuatnya sulit untuk berpaling—mulai dari cara rambut hitamnya yang jatuh tergerai, hingga ekspresi serius di wajahnya saat membaca. Tapi, kali ini rasa frustrasi kecil muncul dalam dirinya. Ia telah melewati hari yang panjang dan penuh tekanan, dan yang ia inginkan hanyalah perhatian penuh dari wanita yang mulai menjadi pusat dunianya.

"Shabiya," panggilnya dengan suara rendah, hangat, tetapi cukup jelas untuk menarik perhatian.

Tidak ada respons.

Ia memanggil lagi, kali ini sedikit lebih keras. "Shabiya."

Tetap tidak ada reaksi. Mata Shabiya tetap terpaku pada halaman-halaman novel itu, alisnya sedikit mengernyit saat membaca plot yang semakin intens.

Kesabaran Chandra mulai menipis. Dengan langkah tenang tetapi penuh tujuan, ia mendekat ke tempat tidur, lalu meraih novel di tangan Shabiya. Dengan satu gerakan, ia menutupnya dan meletakkannya di meja sebelah, sedikit sembarangan.

"Hei!" Shabiya memprotes, suaranya tegas, tetapi wajahnya memancarkan keterkejutan. "Apa-apaan ini? Aku sedang membaca!"

"Dan aku sedang berbicara padamu," balas Chandra, nada suaranya tenang, tetapi ada kekuatan di balik kata-katanya. "Aku lelah mengulang namamu seperti orang bodoh."

Shabiya mendesah, melipat tangan di depan dada. "Kau selalu berpikir semua hal harus berpusat padamu, ya?" Ia mengangkat dagu, menatapnya dengan tatapan penuh tantangan. "Kalau aku tidak mendengarmu, mungkin karena kau tidak cukup penting untuk didengar."

Alis Chandra terangkat, dan sudut bibirnya melengkung sedikit, menciptakan senyuman yang tidak sepenuhnya ramah. "Kau menantangku, ya?"

Shabiya menyipitkan mata. Ia tahu nada suara itu. Nada yang tenang tetapi penuh otoritas, tanda bahwa Chandra sedang bermain-main dengan batas kesabarannya. "Aku hanya mengatakan fakta."

Tanpa peringatan, Chandra bergerak maju, mengikis jarak di antara mereka. Lututnya menyentuh tepi ranjang, dan tubuhnya membungkuk sedikit, membuat wajah mereka hanya berjarak beberapa inci. Aroma maskulin yang khas darinya menyeruak, dan untuk sesaat, Shabiya merasa jantungnya berdetak lebih cepat.

"Jangan macam-macam," ancamnya dengan suara yang ia upayakan terdengar stabil, meskipun ia tahu itu sia-sia.

Chandra tertawa kecil, suara rendah yang tulus, membuat Shabiya untuk pertama kalinya melihat sisi lembut darinya. Ada sesuatu tentang tawa itu yang menghancurkan pertahanan Shabiya, seperti angin lembut yang menyapu dinding pasir.

"Macam-macam?" Chandra berbisik, masih dengan senyum kecil di wajahnya. "Aku tidak perlu macam-macam. Kau istriku, Shabiya. Aku punya hak untuk berada di dekatmu. Hak untuk menyentuhmu. Bahkan untuk—"

"Chandra," potong Shabiya, suaranya sedikit bergetar, tetapi matanya menatapnya dengan tegas.

Namun, senyuman Chandra tidak memudar. Ia hanya menatapnya dengan lembut, tetapi intens, seperti seorang pria yang benar-benar tahu apa yang ia inginkan dan tidak akan menyerah untuk mendapatkannya. "Aku tahu kau wanita yang kuat. Mandiri. Tapi kadang, aku ingin kau tahu, kau tidak perlu selalu melindungi dirimu sendiri. Kau tidak sendirian, Shabiya."

Kata-kata itu menembus langsung ke hati Shabiya, lebih dari yang ia kira. Ia terdiam, lidahnya kelu. Sejak kecil, ia tumbuh tanpa cinta yang nyata. Orang tuanya selalu memastikan ia memiliki apa yang ia butuhkan—uang, pendidikan, kehidupan mewah—tetapi tidak pernah memberikan perhatian, tidak ada pernah kasih sayang. Ia telah membangun benteng di sekitar dirinya, belajar untuk tidak membutuhkan siapapun.

Tetapi sekarang, di hadapannya ada seorang pria yang tidak hanya melindunginya, tetapi juga memberinya perhatian yang selama ini ia tidak tahu ia butuhkan.

"Aku tidak butuh perlindunganmu," katanya, meskipun kata-kata itu terdengar lemah bahkan di telinganya sendiri.

Chandra tersenyum lagi, kali ini lebih hangat. Ia mengangkat tangannya, menyentuh lembut wajah Shabiya, ibu jarinya mengusap pelan pipi halusnya. "Aku tahu. Tapi aku akan tetap melindungimu, entah kau mau atau tidak."

Shabiya terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Ada sesuatu dalam suaranya—ketulusan yang tidak bisa ia sangkal. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada seseorang yang benar-benar peduli padanya, bukan karena aliansi bisnis atau kepentingan keluarga, tetapi karena dirinya sendiri.

Chandra perlahan mundur, memberikan ruang untuk Shabiya bernapas. "Dan mengenai novelnya," katanya sambil tersenyum kecil. "Kau bisa menyelesaikannya nanti. Sekarang, aku ingin kita bicara."

Shabiya memutar mata, tetapi tidak bisa menahan senyum tipis yang muncul di bibirnya. "Kau memang menyebalkan," gumamnya.

"Tapi kau menyukaiku," balas Chandra santai.

Shabiya tidak menjawab, tetapi di dalam hatinya, ia tahu Chandra benar.

***

1
Kyurincho
Recommended
Kyurincho: /Heart/
total 1 replies
Coffeeandwine
Bagus
Kyurincho: /Drool/
total 1 replies
Anne139
knp sii brp dikit banget thor 😁😁😁 next
Kyurincho: lagi kendor nih semangatnya /Gosh/
total 1 replies
Anne139
ni laki bini modelan 2024 😂😂😂 next
Kyurincho: tiada hari tanpa gelud /Hey/
total 1 replies
ona
bener tuh badut sirkus, shabiya
Kyurincho: sebel yaa kaa sama Erika /Smirk/
total 1 replies
Anne139
aing lieur... pdhal tinggal blg dy telp krn mau batalin janji. udeh beres 🤦‍♀️ next thor
Kyurincho: udah bilang padahal, Chandranya ajah yang paranoid /Smug/
total 1 replies
Anne139
kuuuraaang thor... aduuuhh gantung euy
Kyurincho: ditunggu kelanjutannya besok yaa kaa /Kiss/
total 1 replies
Anne139
baaaguusss
Kyurincho: /Heart/
total 1 replies
Anne139
kenapa ga lsg diusir aj si tu cwe gatel... gw yg kesel. next
Kyurincho: /Facepalm/ mau diapain nih si Erika, nanti aku sampein Shabiya /Smirk/
total 1 replies
Anne139
next thor
Kyurincho: ditunggu ya kaa
aku update daily tiap jam 19.00
sambil nunggu boleh baca novelku yang lain 🤭
total 1 replies
Siti Amalia
plissss....up yg buannnyakkkkkk thorrrr
Kyurincho: sabar yaaa kaaa 😭
authornya kerja juga soalnya, jadi nyuri waktu senggang dulu, tapi aku usahain daily, makasih supportnya 🥰
baca juga novel aku yang lain yaa
total 1 replies
Nenti Malau
smngat thor lanjut
Kyurincho: komenmu bikin aku semangat ka, makasih banget 😭
total 1 replies
Faf Rin
padahal bagus ceritanya kenapa sepi
Kyurincho: ngga tau ka 😅
tapi makasih udah ngeramein 🥹
total 1 replies
Cahaya Langit
bagus
Kyurincho: makasih kaaa 🥹
total 1 replies
ona
full revisi kah??
Kyurincho: iya ka, saran editor karakter Shabiya kurang strong 😭
total 1 replies
ona
waduh, susah /Scowl/ dua-duanya ngeri /Shame/
Kyurincho: biasanya sama-sama ngatur, jadi ngga suka klo diatur 😅
total 1 replies
ona
selamat atas pernikahannya, shabiya dan chandra /Hey/
Kyurincho: /Facepalm/
total 1 replies
ona
wih keren banget, kakak /Applaud/ semangat ngetik lanjutannya /Determined/
Kyurincho: aaaaa makasih /Sob/
seneng banget ada yang komen
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!