"sudah aku katakan sedari dulu, saat aku dewasa nanti, aku akan menjadikan kakak sebagai pacar, lupa?" gadis cantik itu bersedekap dada, bibirnya tak hentinya bercerocos, dia dengan berani masuk ke ruang pribadi pria di depannya.
tidak menjawab, Vallerio membiarkannya bicara seorang diri sementara dia sibuk periksa tugas para muridnya.
"kakak.."
"aku gurumu Au, bisa nggak panggil sesuai profesi gitu?"
"iya tahu, tapi kalau berdua begini nggak perlu!"
"sekarang kamu keluar!" ujar Vallerio masih dengan suara lembutnya.
tidak mengindahkan perintah pria tampan itu, Aurora malah mengikis jarak, dengan gerakan cepat dia mengecup bibir pria itu, baru berlari keluar.
Vallerio-Aurora, here!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah sakit
Vallerio melajukan mobilnya ke sekolah, tujuannya kali ini adalah untuk menjemput Aurora dan mengajak Aurora ke rumah sakit.
Hingga sampai di sekolah, dia memarkirkan mobilnya berjalan ke ruangan guru
“Pak Vallerio” sapa mereka yang belum ada kelas. Hanya beberapa termasuk ibu Lisa.
“selamat pagi bu, aku kesini mau ke ruangan kelas sebelas A menjemput Aurora Manggala” ujarnya cepat. Mereka yang berada disana sempat bingung, tapi setelahnya mereka membiarkan Vallerio kesana.
Tepat di depan kelas sebelas A, pria itu mengetuk pintu. Bu zia yang kebetulan mengisi kelas pertama menoleh, menemui Vallerio.
“Pak Vallerio, ada apa ya?” tanya bu Zia dengan senyum lembutnya.
“Mau menjemput Aurora bu, dia ada di kelas kan?” tanya Vallerio memperhatikan ke dalam kelas. Seketika para murid heboh sendiri, sudah satu bulan mereka tidak melihat wajah tampan Vallerio dan kini pria itu menampakkan dirinya lagi.
“Aurora, baru saja dia di antar ke rumah sakit lantaran demam pak” jawab Bu Zia memberitahu. Hal itu mengejutkan Vallerio, dia cemas setengah mati.
“ke rumah sakit? Sudah sejak tadi?” tanyanya lagi memastikan
“Baru saja, mungkin sudah sampai di rumah sakit sekarang” jawab bu Zia
“Oh oke kalau begitu aku pamit ya bu!” dia berlari kecil menuruni anak tangga, gegas menuju mobilnya.
Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata rata, pikirannya kali ini sangat kalut, antara rasa penasaran dan takut sekaligus.
■■■■■■■
Sedangkan di rumah rumah sakit besar milik keluarga Manggala, Aurora tengah berbaring dan di periksa oleh seorang dokter.
Tadi gadis cantik itu tiba tiba pingsan di kursinya, badannya panas tinggi.
Mommy Alisia, Alena serta Wiliam kini berdiri dengan raut cemas, menunggu hasil pemeriksaan dokter. Disana tidak ada deddy Xavier, pria paruh baya itu berada di luar negeri melakukan perjalanan bisnis di negara New York.
“bagaimana kondisi putri saya dokter?” tanya mommy Alisia cepat saat dokter itu terlihat usai dengan pemeriksaannya.
Dokter itu tersenyum tipis, “dia tidak apa apa nyonya, hanya demam biasa dan itu wajar, mungkin tubuhnya belum terbiasa dengan kehadiran calon bayi____”
“Apa? Calon bayi?” belum selesai dokter itu menjelaskan, pekikan mommy Alisia begitu nyaring lantaran kaget dengan kalimat dokter tersebut.
Bukan hanya mommy Alisia, Alena maupun Wiliam sama saja, syok mendengarnya.
“Apa maksud dokter?” kali ini Wiliam yang bertanya dengan raut wajah yang tak terbaca. Suaranya terdengar dingin, sedingin wajahnya sekarang.
Dokter itu seketika meneguk ludah kasar, untuk sekedar menjelaskan dia takut salah bicara, lama dia berdiam hingga suara Wiliam kembali mengagetkannya.
“Katakan dokter!!” bentar pria tersebut.
“ Aku rasa nona Aurora tengah mengandung, tapi untuk lebih jelasnya nanti kalian membawa dia ke dokter kandungan, memastikan lebih lanjut” jawab dokter itu dengan cepat.
“sebentar lagi dia terbangun tuan muda, tolong jangan membuatnya syok dan berakhir memikirkan banyak hal, karena kondisi janin di awal kehamilan itu sangat rentan” peringat Dokter tersebut.
Mommy Alisia sudah berdiam diri sejak tadi, dia tidak punya bahan lagi untuk sekedar berbicara, juga bingung hendak berkata apa.
Alena, dia juga sama saja, yang jelas pikiran Alena sekarang mengarah ke Vallerio, memikirkan nasib apa yang akan di terima sahabatnya itu selanjutnya.
“Eunghhhhh” lenguhan Aurora mengalihkan perhatian mereka. Gadis itu mengucek matanya pelan, kemudian matanya bertemu pandang dengan sorot tajam Wiliam.
Pria itu tidak banyak bicara, tapi tatapan tajamnya menghunus sampai ke ulu hati Aurora, membuat gadis itu meneguk ludahnya kasar.
“kak, ada apa? Ke-kenapa aku ada di rumah sakit?” tanyanya lagi heran sendiri. Seingat Aurora, tadi dia masih duduk diam di kursinya mendengarkan penjelasan Bu Zia.
“Tidak usah banyak bicara, sekarang bangun dan ikut aku!!” Wiliam menarik kasar tangan Aurora, membawanya keluar ruangan, berjalan menuju ruangan dokter Adelia, dokter kandungan khusus yang bertugas memeriksa Alena selama ini.
Di lorong, mereka berdua berpapasan dengan Vallerio yang baru saja datang, dia ngos ngosan lantaran berlari dari halaman rumah sakit.
“Sayang..” panggilnya pada Aurora. Tidak ada jawaban, Wiliam tidak membiarkan Aurora berhenti, dia masih menarik tangan gadis itu Aurora terseret mengikuti langkah panjangnya.
“Tuan!” Dokter Adelia mengeryit kening, yang dia tahu hari ini bukan jadwal Alena cek kandungan, tapi kenapa pria itu datang ke ruangannya mengandeng sang adik?
Aurora kembali meneguk ludah kasar, dia bukan orang bodoh, di bawa ke dokter kandungan jelas saja dia mengerti maksudnya.
Perlahan mata Aurora berkaca kaca, dia mendongak menatap Wiliam penuh iba.
Tapi sekali pun wajah Aurora di buat seperti itu, Wiliam terlihat murka sekali. Dia tidak peduli dengan raut permohonan Aurora, satu yang pasti yaitu dia mau memeriksa adiknya apakah benar dengan perkataan dokter tadi.
Dan jika salah, dia pastikan karir dokter itu bakalan hancur di tangannya.
“periksa dia!” ujar Wiliam datar, melepaskan cengkraman tangannya dari pergelangan tangan Aurora.
Aurora terdiam, dia tidak bergerak sama sekali, hingga hal itu berhasil membuat Wiliam geram setengah mati.
“AURORA!!!” Dia menaikkan nada suaranya, mengendong tubuh kecil aurora lalu di letakkan di atas ranjang.
“kakak, hiks!!” pecah sudah tangisan Aurora, dia tidak tahu lagi mulai dari mana menjelaskannya, Vallerio saja tidak ada di situ, dia masih di luar lantaran Wiliam tidak mengizinkan pria itu masuk tadi.
“menurut, aku tidak sedang baik hati Aurora, tolong jangan pancing kemarahanku!” tegasnya. Aurora terdiam, dia pasrah saat dokter Adelia mulai meletakkan alat alatnya di atas perut gadis itu.
Air matanya masih belum berhenti, hingga saat dokter Adelia mengatakan bahwa dia memang positif hamil, seketika hal itu meruntuhkan Aurora.
Dia kembali di buat pingsan, membuat Wiliam tidak tahu lagi hendak meluapkan amarahnya kepada siapa.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
vote ya~~~
lagian knpa emgga bilng kalo udah punya pacar .. 🗿🔪