***
Karena kebodohannya sendiri, Grace harus menghadapi sebuah insiden tak terduga di dalam hidupnya. Dimana dia terpaksa harus terlibat dengan seorang laki-laki yang ia temui disebuah club. Saat itu dia mendapatkan dare untuk mencium seorang pria random disana. Namun sayangnya karena ciuman sialan itu mengantarkannya pada sebuah penyesalan yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Pria yang ia cium itu ternyata bukan orang yang sembarangan. Dia merupakan CEO dari sebuah perusahaan besar yang sangat berpengaruh sekali. Karena pengaruhnya itulah mau tak mau Grace harus membayar mahal atas tindakan bodohnya malam itu.
Akankah Grace sanggup membayar hal tersebut?
***
HALLO GUYS IM BACK!!!
BIJAK DALAM MEMBACA YA! BANYAK MENGANDUNG UMPATAN, DAN TENTU SAJA ADEGAN YG HM-HM. DOSA DITANGGUNG SENDIRI. SIAP-SIAP BAPER WKWK.
Ig : oviealkhsndi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ovie NurAisyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
***
"APA KAU TIDAK PUNYA SOPAN SANTUN?! AKU MASIH DI KAMAR MANDI!!"
Grace terpekik saat Atlas masuk begitu saja ke dalam kamar mandi. Untungnya dia tidak sedang pipis, bayangkan jika iya. Mungkin seumur hidupnya dia akan malu ketika bertemu dengan pria ini. Dia bahkan mengetuk pintu dulu, Grace kira dia akan diam sampai Grace membukakan pintu, namun nyatanya tidak. Dia malah masuk begitu saja.
Lalu gunanya mengetuk apa?! Grace kesal sekali dengannya.
"Aku kira kau kenapa-napa karena tidak kunjung keluar, makanya aku langsung masuk. Lagi pula, aku kan sudah bilang kalau aku tidak terarik dengan mu apalagi tubuh mu. Jadi tenang saja."
Wajah so cool dan santai itu benar-benar memuakan sekali. Ingin rasanya Grace memukulnya membabi buta. Tapi sayangnya dia tidak bisa, tenaganya tidak sebanding dengan pria ini. Yang ada malah dia nanti yang k.o duluan.
"KELUAR!"
Dengan tampang polos dan tidak bersalahnya Atlas kembali keluar dari dalam toilet itu. Dia sebenarnya juga tidak tahu kenapa bisa bersikap bodoh seperti ini. Padahal kan biasanya juga dia tidak peduli. Aneh sekali.
Sedangkan Grace, gadis itu benar-benar kesal setengah mati. Tapi sayangnya, kesalnya itu tidak akan berdampak apa-apa. Karena mengadukan dia kesal karena Atlas pada manusia itu sendiri bukanlah solusi. Jadi lebih baik diam dan sabar. Semoga sabarnya ini tidak meledak.
Grace menatap sinis ke arah Atlas. Ia pun langsung keluar dari dalam ruangannya begitu saja. Masih ada dua bodyguard yang berjaga disana. Tetapi anehnya mereka tidak menahan Grace saat Grace keluar. Padahal kemarin mereka menahan Grace mati-matian. Selain itu mereka juga langsung mengunci dan mengancam Grace.
Semua ini pasti ulah pria gila itu.
"Orang gila," rutuknya pelan.
"Aku mendengarnya."
Grace menghentikan langkahnya dan menatap ke arah belakang. Disana Atlas tengah mengikuti langkahnya. Oh ayolah, serius dia sampai diikuti seperti ini?
"Bisa biarkan aku sendiri? Aku muak melihat wajah mu!" ucap Grace tanpa bisa ia tahan lagi.
"Sayangnya kau akan selalu melihat wajah memuakan ini."
"Fck you!"
Grace segera berbalik dan segera berjalan cepat dari sana. Kesal, marah, dan tidak suka. Semua perasaan itu bercampur aduk jadi satu. Jika saja waktu bisa diputar, mungkin dia tidak akan pernah mau bertemu dengan Atlas. Andai saja waktu itu dia tidak langsung datang untuk interview, mungkin dia tidak akan ada diposisi ini.
Kaki Grace melangkah menuju ke arah samping rumah sakit. Disana ternyata ada sebuah taman dan cukup banyak orang. Grace pun mencari tempat duduk yang cukup sepi dan jauh dari keramaian ini. Tempatnya berada disudut kanan paling depan. Disana ada satu bangku yang kosong dan tidak banyak orang disana.
Grace mendudukan bokongnya disana lalu mengeluarkan ponselnya karena ada panggilan masuk. Dan ternyata panggilan itu berasal dari sang ibu.
"Ya bu?"
"..."
"Ah, iya nanti sore aku pulang ke rumah ibu. Kenapa memangnya? Kangen ya?" tanya Grace sembari terkekeh pelan.
"..."
"Baiklah, baiklah bu. Sore nanti aku pulang. Okay?"
"..."
"Okay bu, see you."
"..."
tut.
"Sepertinya kau sangat akrab dengan ibu mu."
Grace terdiam sejenak dengan tatapan jengahnya. "Lalu?"
"Apa dengan ayah mu juga seperti itu?"
"Aku tidak memiliki ayah."
Mendengar jawaban Grace, Atlas langsung melirik ke arah gadis ini. Jadi ini alasannya kenapa di data tidak ada nama ayahnya? Karena ayahnya sudah meninggal?
"Benarkah? Kapan ayah mu meninggal?"
"Untuk apa kau tahu? Hubungan kita hanya sebatas rekan kerja saja."
"Aku tahu hal itu. Tapi setidaknya sebelum kau bertemu dengan kedua orang tua ku, aku tentu harus tahu tentang mu. Jika tidak, mungkin mereka tidak akan percaya dengan hubungan ini."
"Gunanya percaya apa? Lagi pula ini hanya pura-pura kan?" ucap Grace.
"Ya memang ini hanya pura-pura. Tapi setidaknya jika dihadapan kedua orang tua ku, bukankah hubungan ini harus terlihat seperti benar-benar hubungan yang nyata??"
"Aku malas berpura-pura. Lagi pula aku tidak pandai acting. Apa tidak bisa kau mencari wanita lain saja? Aktris? Mereka pandai berakting."
Tuk..
"Awhh, apa-apaan sih?! Sakit!!"
Atlas menahan senyumnya saat melihat gadis ini menggerutu kesakitan karena ulahnya yang menjitak pelan kening gadis itu.
"Keluarga ku akan tahu jika aku berhubungan dengan aktris. Makanya aku memilih mu yang hanya memiliki sedikit biodata."
"Sedikit? Kau saja yang tidak tahu kebenarannya."
"Aku memang tidak tahu, makanya kau cepat beritahu aku."
"Malas," ketus Grace.
Gadis itu kembali fokus pada ponsel ditangannya. Masih posisi di taman, dia memang ingin diam disini. Sebab diam di ruangannya sangat sumpek sekali.
***
Setelah berdebat panjang dan mengeluarkan ancamannya, Grace akhirnya bisa pulang. Kali ini dia pulang juga diantar oleh Atlas. Tapi Grace sudah memperingati pria itu untuk tidak keluar mobil, cukup mengantarnya saja. Tidak perlu sampai menyapa ibunya. Karena jika iya, maka semuanya akan semakin runyam.
Selama perjalan pulang, tidak ada sedikit pun percakapan antara Atlas dan Grace. Keduanya sama-sama diam. Sampai akhirnya sampai di depan gerbang rumah ibu Lita, Grace langsung turun dan tidak mengatakan apapun. Dia berlalu begitu saja, pun dengan mobil yang mengantarnya kesana.
Peduli setan. Lagi pula ini diluar kantor, jadi bebas saja jika Grace ingin bersikap seperti itu pada bossnya.
"IBUUU!" teriak Grace memanggil sang ibu yang sedang duduk diam membaca sebuah buku.
Mendengar teriakan itu, tentu saja Lita langsung mengangkat pandangannya dan menatap ke arah sumber suara. Disana ia menyunggingkan senyumnya saat melihat siapa yang datang.
"Akhirnya kamu pulang juga," ucap Lita senang. Wanita itu bangkit dari duduknya sembari merentangkan kedua tangannya.
Grace sendiri tentu saja langsung berhambur pada pelukan hangat ibu Lita. Nyaman sekali rasanya.
"Nakal! Ibu nunggu kamu dari kemarin gak pulang-pulang."
"Hehe. Kan udah aku kasih tahu, bu. Aku dikasih rumah dinas deket kantor. Kemarin juga kerjaan banyak banget. Maklum, kan karyawan baru."
"Tapi jangan sampai kecapean. Beliau tahu kamu bisa kena marah."
"Aman kok bu, aku baik-baik aja."
"Ya sudah, ayo ikut ibu masuk. Ibu masak banyak banget makanan buat kamu."
Dengan antusias, Grace menganggukan kepalanya dan berjalan masuk bersama dengan ibunya. Huh, aman. Ibunya tidak menyadari ada perban di kepalanya. Ya wajar, Grace menggunakan plester transparan yang ia timpa dengan foundation. Sehingga jika tidak diperhatikan, maka tidak akan ada yang menyadarinya. Untunglah dia ini pintar.
Sebenarnya dia enggan menggunakan plester dan akan langsung menimpanya dengan foundi saja. Tapi ternyata Dokter tidak menyarankan itu, takutnya lukanya malah iritasi dan akan sembuh lama. Jadi ya sudah lah.
tbc.
kalau mau kan mesti Sah in dulu aduhhh bang sabar Napa bang
cuman belum sampai perkenalan aja ini duh Thor lanjut
sorry Thor Baru sempet baca
takut kecebur dalam cinta karena kepura-puraan .....💪💪