"Apa yang kamu tahu?" tanya Aditya pada pria yang kepalanya berlumuran darah.
"Aku hanya lihat ada tiga orang pria datang lalu dia menyuntikkan sesuatu pada wanita itu. Setelah wanita itu tidak berdaya, mereka menggantungnya seolah dia bunuh diri."
Usai mengatakan itu, pria tersebut menghilang tanpa bekas.
Sebagai seorang polisi, terkadang Aditya menemui kesulitan ketika mengungkap sebuah kasus. Dan tak jarang dia sering meminta informasi dari makhluk tak kasat mata yang ada di sekitar lokasi kejadian.
Aditya memanfaatkan indra keenamnya untuk mengungkap kasus kejahatan yang terjadi di sekitarnya. Tak sendiri, dia ditemani jin cantik bernama Suzy yang rela membantunya melakukan apapun, kecuali mencarikan jodoh untuknya.
"Haiissshh.. Tante Suzy.. yang benar dong kalau kasih info. Nyasar lagi nih kita!" kesal Adita.
"Kalau mau nanya alamat tuh ke Mbah Gugel! Bukan ke aku!"
Aditya hanya menepuk keningnya saja.
"Percuma ngajak jin dongo," gumam Aditya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kasus Pertama
"Kamu siapa?"
Terdengar suara dari arah belakang Aditya. Pria itu segera membalikkan tubuhnya. Di hadapannya kini sudah berdiri seorang pria memakai pakaian bebas. Rambutnya sedikit gondrong. Sekali lihat, Aditya sudah tahu kalau pria di depannya ini pasti berasal dari unit Jatanras.
"Saya Adit. Saya datang mau memberikan kesaksian soal jasad yang ditemukan tadi shubuh."
"Oh yang di dekat stasiun."
"Iya, Pak."
"Ayo ikut saya."
Pria itu mengajak Aditya memasuki ruangan lain. Dia langsung duduk di belakang meja dengan laptop berada di depannya. Aditya segera duduk di depan meja. Pria itu memandang sekeliling sejenak. Tempat ini akan menjadi tempat kerjanya mulai lusa.
"Apa yang kamu lakukan di stasiun waktu itu?"
"Saya baru sampai. Saya naik kereta dari Yogya."
"Bagaimana kamu bisa menemukan jasad anak itu?"
"Saya mendengar suara-suara. Karena itu masih dini hari dan suasana gelap, jadi saya memeriksanya."
"Apa yang kamu lihat?"
"Saya hanya melihat anak itu tergeletak dan sudah tidak bernyawa."
"Ada hal lain yang kamu lihat?"
"Tidak ada."
"Kamu tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan?"
"Tidak."
"Apa ada orang lain di sana selain kamu?"
"Tidak ada."
"Tidak usah diinterogasi lagi. Dia sudah mengatakannya pada saya."
Terdengar suara Tomi dari arah belakang. Pria berambut gondrong itu langsung menghentikan interogasinya. Tomi berjalan mendekati meja bawahannya. Aditya segera berdiri menyambut pria yang mungkin akan menjadi atasannya.
"Jaya, kenalkan ini Aditya. Dia pindahan dari Polresta Yogyakarta. Lusa dia akan bergabung dengan unit Jatanras."
"Oh.. maaf, kenapa kamu tidak bilang?"
Jaya segera berdiri lalu menyalami Aditya. Pria berpangkat Iptu itu segera memperkenalkan dirinya. Dia adalah Jaya, yang bergabung di unit Jatanras. Tepatnya di tim satu, di bawah kepemimpinan Tomi. Sebelumnya tim satu memilki enam anggota. Yang satu dipindahkan ke Bekasi sedang yang satu lagi meninggal dunia saat sedang bertugas. Sebagai gantinya mereka akan mendapatkan dua personil baru, pindahan dari Polresta lain. Kemungkinan besar Aditya akan masuk ke tim satu karena tim dua tidak melakukan perubahan personil.
"Apa sudah diketahui identitas anak itu?"
"Masih belum. Kami masih mencari identitasnya di basis data kami. Sekarang kami akan ke lokasi lagi. Apa kamu mau ikut?" tawar Tomi.
"Boleh, Pak."
Tomi memberikan kode pada Jaya untuk mengikuti dirinya. Aditya memutuskan pergi menggunakan motor Razan yang dibawanya tadi. Pria itu segera mengikuti mobil yang dikemudikan Jaya. Dari kaca spion, dia bisa melihat Suzy tengah duduk di belakangnya.
"Main menclok aja, udah kaya ta* ayam. Tante ngapain ngintilin aku?"
"Aku tahu kamu mau nangani kasus. Kenapa kamu ngga ajak Tante?"
"Ya mana aku tahu kalau langsung diajak ke TKP. Aku pikir cuma diminta keterangan aja di kantor."
"Bohong. Kamu pasti selingkuh kan dari Tante."
"Selingkuh apaan? Ngga usah ngadi-ngadi deh."
"Selama di Yogya, kita itu selalu bersama. Sekarang kamu pergi sendiri. Pasti kamu udah punya partner lain."
Aditya tidak menanggapi ucapan Suzy. Motornya sedang berhenti di lampu merah. Kalau dia masih berbicara, maka orang-orang akan menganggapnya gila karena berbicara sendiri. Suzy pun tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia akan terus mengikuti Aditya. Entah mengapa dia yakin sekali kalau Aditya sudah menemukan pasangan duet baru.
Setelah tiga kali tertahan di lampu merah, akhirnya mereka tiba di TKP. Garis kuning sudah terpasang di sekitar TKP. Tom forensik pun sudah membuat gambar lokasi mayat ditemukan. Aditya bersama yang lain kembali menyusuri TKP. Mencari jejak yang mungkin saja yang sempat terlewat.
"Tan, kerja sana," ujar Aditya pelan.
"Aku harus ngapain?"
"Cari hal yang sedikit mencurigakan. Siapa tahu pembunuhnya membuang senjata untuk membunuh."
"Oh oke.. oke.."
Suzy segera menghilang mengikuti arahan Aditya. Insting detektifnya sudah terasah sejak menemani Aditya menyelidiki kasus di Yogyakarta. Aditya terus berjalan sampai akhirnya dia bertemu dengan Aang. Melihat Aditya, jin itu segera mendekati Aditya.
"Tempat anak itu dibunuh masih di sekitar sini. Kalau kamu cepat ke sana, pasti akan menemukan buktinya."
Kepala Aditya mengangguk. Seorang anggota kepolisian muncul dari arah belakangnya. Pria itu ditugaskan oleh Tomi mencari tahu tentang identitas anak yang meninggal. Petugas tersebut segera mendekati Tomi.
"Nama anak yang meninggal itu, Edwin. Dia tinggal ngga jauh dari sini."
"Oke tunjukkan rumahnya."
Aditya dan Jaya segera mengikuti Tomi. Setelah berjalan memasuki beberapa gang, akhirnya mereka tiba di rumah Edwin. Rumah tersebut nampak sepi. Jaya mengetuk-ngetuk pintu tapi tidak ada yang menjawabnya. Hingga salah satu tetangganya keluar.
"Sepertinya Ageng tidak ada di rumah."
"Ageng apa dia pemilik rumah ini?"
"Iya."
"Apa anaknya bernama Edwin?"
"Itu anak tirinya. Edwin menikah dengan Lastri setahun yang lalu. Tapi mereka sering bertengkar. Ageng terkadang menyiksa Lastri saat sedang mabuk."
"Di mana Ibu Lastri selayang?"
"Dia kabur dua hari yang lalu. Kasihan Edwin ditinggalkan Mamanya begitu saja."
"Lalu kemana Pak Ageng?"
"Dia tidak terlihat sejak semalam. Edwin juga tidak terlihat. Apa dia membawa pergi Edwin untuk mencari Lastri?," gumam Ibu bertubuh gempal tersebut.
Tomi memberi isyarat pada Jaya. Pria itu membuka paksa rumah Ageng. Dari penuturan tetangganya, disimpulkan saat ini Ageng adalah tersangka utama pembunuhan Edwin. Tomi,Jaya dan Aditya segera memasuki rumah tersebut. Mereka menggeledah seisi rumah. Aditya mengambil sebuah foto keluarga yang terpajang di atas meja. Hanya ada foto Lastri dan Edwin saja. Aditya mengambil foto tersebut. Sambil mencari keberadaan Ageng, sepertinya dia juga harus mencari Lastri. Wanita itu bisa dijadikan saksi untuk melawan Ageng.
Di saat yang lain sedang menggeledah rumah Ageng, Aditya kembali keluar dan menemui tetangga yang berbicara dengan mereka tadi. Dia memperlihatkan foto yang diambilnya.
"Apa ini Ibu Lastri?"
"Iya. Sebenarnya ada apa?"
"Edwin ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa tidak jauh dari stasiun."
"Innalillahi wa innailaihi rojiun. Ya Allah Edwin. Dia meninggal kenapa?"
"Kami masih menyelidikinya. Apa Ibu tahu tempat apa saja yang biasa didatangi oleh Pak Ageng?"
"Dia itu pengangguran. Setiap hari hanya meminta uang dari Lastri. Setiap hari dia sering berkumpul dengan temannya di dekat stasiun untuk bermain judi atau mabuk-mabukkan. Coba tanya aja ke supir angkot, mereka tahu kok siapa Ageng."
"Baik, Bu. Terima kasih."
Aditya kemudian kembali ke tempat dia memarkirkan motor. Dengan menggunakan sepeda motornya, dia menuju terminal. Di salah satu sudut, nampak beberapa supir angkot sedang berkumpul. Ada yang bermain kartu, ada juga yang tengah khuyu' dengan ponselnya bermain judi slot online.
"Selamat siang, Pak," sapa Aditya.
"Siang."
"Apa Bapak-bapak ada yang melihat Pak Ageng?"
"Ngga ada. Dia menghilang sejak kemarin siang. Dia masih punya hutang pada saya," jawab salah satu supir.
"Apa ada yang memiliki foto Pak Ageng."
Salah satu supir angkot mengambil ponselnya lalu dia memperlihatkan foto Ageng pada Aditya. Pria itu segera mengambil gambar dengan ponselnya.
"Apa Bapak tahu kemana biasanya Pak Ageng pergi?"
"Dia tidak pernah jauh dari terminal. Tapi mungkin dia berada di rumah temannya, Jono. Rumahnya tidak jauh dari sini. Bapak siapa? Ada apa mencari Ageng?"
Aditya segera mengeluarkan kartu identitasnya. Mengetahui Aditya seorang polisi, pria itu langsung bersikap lebih ramah.
"Saya harus menemukan Pak Ageng. Apa Bapak bisa membantu?"
"Sukri!"
Seorang pria bernama Sukri mendekat setelah namanya dipanggil.
"Antar Bapak ini ke rumah Jono. Mungkin Ageng ada di sana.Dua hari yang lalu saya lihat dia di rumah Jono."
Pria bernama Sukri itu menganggukkan kepalanya lalu dia mengajak Aditya ke rumah Jono. Tak sampai lima menit, mereka sudah tiba di rumah Jono. Selesai mengantarkan Aditya, Sukri bergegas pergi. Aditya mengetuk pintu rumah. Tak lama kemudian pintu rumah terbuka, muncul seorang pria berkumis yang mengenakan sarung.
"Cari siapa?"
"Dengan Pak Jono?"
"Iya."
"Apa Bapak tahu di mana Pak Ageng?"