Di dunia yang dikendalikan oleh faksi-faksi politik korup, seorang mantan prajurit elit yang dipenjara karena pengkhianatan berusaha balas dendam terhadap kekaisaran yang telah menghancurkan hidupnya. Bersama dengan para pemberontak yang tersembunyi di bawah tanah kota, ia harus mengungkap konspirasi besar yang melibatkan para bangsawan dan militer. Keadilan tidak lagi menjadi hak istimewa para penguasa, tetapi sesuatu yang harus diperjuangkan dengan darah dan api.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
Langit Valyria yang biasanya cerah mulai tertutup awan gelap, seakan alam pun merasakan ketegangan yang menggantung di atas kekaisaran. Liora berdiri di puncak benteng, matanya menyapu dataran luas yang membentang di depan. Jenderal Kalros, meski tidak langsung menyerang, menempatkan pasukannya di perbatasan, seolah sengaja menunjukkan kekuatannya untuk menggoyahkan keberanian Valyria.
Pikiran Liora penuh dengan strategi, namun di balik itu semua, ada satu pertanyaan yang terus menghantui: Bagaimana caranya mempertahankan Valyria tanpa menghancurkan keseimbangan yang telah dibangun?
Di sampingnya, Varren berdiri, wajahnya serius. "Mereka bergerak cepat, Liora. Kalau kita tidak mengambil tindakan sekarang, Kalros bisa menggunakan kekuatan itu untuk menakut-nakuti sekutu kita yang lain."
Liora menghela napas dalam-dalam. "Aku tahu, tapi aku juga tahu apa yang terjadi jika kita terburu-buru. Jenderal Kalros ingin kita kehilangan keseimbangan—itu yang dia incar. Jika kita menyerang tanpa berpikir, kita akan kehilangan kendali, sama seperti yang terjadi pada Ragnar."
Varren mengangguk, namun tatapannya tetap waspada. "Kita sudah bernegosiasi, Liora. Dia tak mau berdamai, dan pasukannya semakin mendekat. Kita perlu membuat keputusan."
"Kita tidak bisa mundur," jawab Liora dengan tegas. "Valyria tidak akan tunduk pada siapa pun, terutama bukan pada penguasa yang hanya ingin menaklukkan. Tapi kita harus cerdas, Varren. Kalau kita terlibat dalam perang frontal, kita akan kehilangan lebih dari yang bisa kita bayangkan."
Liora tahu bahwa keputusan ini tidak mudah, tetapi dia juga tahu bahwa ini bukan hanya soal menang atau kalah. Ini soal menjaga apa yang telah mereka bangun—keseimbangan, keadilan, dan masa depan yang lebih baik untuk Valyria.
---
Malam itu, Dewan Valyria berkumpul di aula besar untuk merencanakan langkah selanjutnya. Di sekitar meja bundar, semua wajah tampak tegang, mencerminkan beratnya tanggung jawab yang kini harus mereka pikul.
"Kalros tidak main-main," kata Keldar, salah satu panglima senior yang pernah memimpin banyak pertempuran di masa lalu. "Pasukannya disiplin dan terlatih. Jika kita tidak siap, kita akan dilumat habis dalam hitungan minggu."
Alara, seorang pemimpin pemberontak yang sekarang menjadi bagian dari dewan, menimpali, "Tapi kita juga tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan militer. Valyria baru saja pulih dari kehancuran. Rakyat kita butuh lebih dari sekadar perang. Kita perlu solusi lain."
Liora, yang duduk di tengah, mendengarkan dengan seksama. Dia menyadari bahwa kedua pandangan ini benar adanya. Valyria tidak bisa bertahan dengan mengandalkan kekuatan saja, namun jika mereka terus menunda, ancaman Kalros akan semakin besar.
"Jika kita menyerang terlebih dahulu," kata Liora akhirnya, "itu akan menandakan bahwa kita tidak lebih baik dari musuh yang ingin menaklukkan kita. Tapi kalau kita tidak bertindak, dia akan menghancurkan kita dari dalam, memecah sekutu kita satu per satu dengan ancamannya."
Ruang pertemuan sunyi sejenak, sebelum Varren memecah keheningan. "Kita punya sumber daya yang bisa membantu kita memperlambat gerakan mereka tanpa harus langsung menyerang."
Liora menatap Varren, tertarik. "Apa maksudmu?"
Varren tersenyum kecil. "Kita punya mata-mata di perbatasan. Mereka bisa menyusup ke barisan Kalros, membuat kekacauan kecil yang akan mengganggu persiapannya. Kita mungkin tidak bisa mengalahkan pasukan Kalros langsung, tapi kita bisa melemahkannya sebelum pertempuran dimulai."
Liora mempertimbangkan saran itu. "Ini berisiko," katanya pelan, "tapi mungkin itu yang kita butuhkan—memperlambatnya tanpa memancing perang besar."
Alara mengangguk setuju. "Kalros adalah pemimpin yang cerdas, tapi dia tidak akan terbiasa dengan perang gerilya di daerah ini. Kita bisa menggunakan taktik seperti itu untuk melawan keunggulannya."
Liora menatap anggota dewan satu per satu, mencari tanda-tanda ketidaksetujuan, tapi yang dia lihat adalah dukungan. Mereka semua tahu bahwa ini adalah jalan yang sulit, tetapi jika Valyria ingin bertahan, mereka harus mengambil risiko.
---
Keesokan harinya, rencana mulai dijalankan. Mata-mata Valyria dikirim ke barisan pasukan Jenderal Kalros, menyusup ke dalam struktur organisasi mereka, menciptakan kekacauan kecil yang tak terduga. Perbekalan pasukan Kalros mulai hilang, jenderal-jenderal kecilnya dibuat bingung oleh informasi palsu yang disebarkan oleh mata-mata.
Selama berminggu-minggu, pasukan Kalros tampak terhenti, tidak mampu bergerak maju dengan mudah seperti yang direncanakan. Namun, Kalros bukanlah seorang penguasa yang mudah diintimidasi. Perlahan-lahan, ia menyadari bahwa ada sesuatu yang salah.
Di markas besar Kalros, Seira, ahli strateginya, berbicara dengan cepat. "Mereka tidak akan menghadapi kita dalam pertempuran terbuka. Valyria menghindari konfrontasi langsung dan memilih mengganggu dari dalam."
Kalros tertawa kecil, matanya berkilat dengan kebencian. "Mereka hanya menunda yang tak terhindarkan. Valyria tahu bahwa mereka tidak bisa bertahan melawan kita. Mereka hanya memperlambat kekalahan mereka."
"Tapi semakin lama kita di sini, semakin sulit bagi kita untuk mempertahankan momentum," jawab Seira dengan nada tegas. "Kita perlu bertindak sekarang, sebelum mereka semakin siap."
Kalros menyipitkan mata. "Kalau begitu, kita paksa mereka keluar. Siapkan pasukan, kita akan melakukan serangan terbatas di perbatasan mereka. Lihat bagaimana mereka bereaksi."
---
Liora menerima laporan bahwa pasukan Kalros telah mulai bergerak. Meskipun mereka telah berhasil menunda serangan besar, ini adalah tanda bahwa perang akan segera tiba. Dia memimpin pasukan Valyria ke perbatasan, siap menghadapi serangan yang mungkin datang kapan saja.
Di medan pertempuran, Liora merasa bahwa ini adalah saat yang telah dia antisipasi. Artefak perak yang berada di tangannya terasa lebih berat, bukan karena beban fisiknya, tetapi karena keputusan yang harus ia buat. Kekuatan di dalamnya bisa membawa Valyria pada kemenangan, atau justru menghancurkannya.
Varren mendekat, menatap Liora dengan sorot mata penuh keyakinan. "Kita siap, Liora. Apa pun yang terjadi, kita akan melindungi Valyria."
Liora mengangguk, matanya mengamati pasukan Valyria yang berdiri di bawah komandonya. Mereka mungkin tidak sebesar pasukan Kalros, tetapi mereka memiliki sesuatu yang lebih kuat: keyakinan akan keseimbangan yang telah mereka perjuangkan.
"Ini bukan hanya soal menang atau kalah," pikir Liora, "ini tentang mempertahankan apa yang benar."
---
cerita othor keren nih...