Saphira Aluna, gadis berusia 18 tahun yang belum lama ini telah menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas.
Luna harus menelan pil pahit, ketika detik-detik kelulusannya Ia mendapat kabar duka. Kedua orang tua Luna mendapat musibah kecelakaan tunggal, keduanya pun di kabarkan tewas di tempat.
Luna begitu terpuruk, terlebih Ia harus mengubur mimpinya untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
Luna kini menjadi tulang punggung, Ia harus menghidupi adik satu-satunya yang masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah menengah pertama.
Hidup yang pas-pasan membuat Luna mau tak mau harus memutar otak agar bisa terus mencukupi kebutuhannya, Luna kini tengah bekerja di sebuah Yayasan Pelita Kasih dimana Ia menjadi seorang baby sitter.
Luna kira hidup pahitnya akan segera berakhir, namun masalah demi masalah datang menghampirinya. Hingga pada waktu Ia mendapatkan anak asuh, Luna malah terjebak dalam sebuah kejadian yang membuatnya terpaksa menikah dengan majikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ina Ambarini (Mrs.IA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bapak Tua
Luna berjalan pelan, menyusuri jalanan yang minim penerangan. Tak ada seorangpun, atau bahkan kendaraan yang melewati jalanan itu. Luna semakin merasakan ketakutan, namun yang ada di pikirannya saat ini adalah segera tiba di alamat yang di berikan oleh Yuke padanya.
Sementara itu di rumah, Nuka terlihat cemas karena sang kakak tak kunjung di temukan.
Nuka beberapa kali mencoba menghubungi ponsel Luna, namun tak sekalipun panggilan teleponnya tersambung.
"Gimana ini? Kak Luna kemana?" Nuka mulai menangis mengkhawatirkan keberadaan kakaknya.
"Nuka, Kamu tenang dulu ya. Kak Luna pasti gak kemana-mana, mungkin Dia lagi cari udara segar." Bu Windi mencoba untuk menenangkan Nuka.
"Tapi ini udah jam sebelas malam, Bu Windi. Kakak gak pernah keluar rumah selarut ini," tukas Nuka.
"Udah sih gak usah berlebihan, si Luna kan udah gede." Yuke menuturkan.
Nuka terlihat menatap sinis pada Yuke, Nuka menyadari bahwa Yuke tak menyukai kakaknya.
"Nuka. Kakak Kamu pasti pulang, Kita tunggu satu jam lagi. Kalau belum pulang juga, Saya akan cari Kakak Kamu." Khafi pun ikut menenangkan Nuka.
Nuka hanya menganggukkan kepalanya, sembari terus berharap sang kakak pulang secepatnya.
Yuke tampak melipir, Ia berjalan menuju halaman belakang rumah Khafi.
Yuke membuka pintu gerbang belakang, Ia tampak mengendap menemui seseorang.
"Gimana? Beres?" Tanya Yuke dengan suara pelan.
"Beres. Dia udah di tinggal di tempat yang paling sepi, daerah itu jarang banget orang lewat. Syukur-syukur Dia gak tahu jalan pulang, kalaupun pulang pasti gak akan malam ini." Seseorang yang tak lain adalah tukang ojeg yang di minta oleh Yuke untuk mengantar Luna ke jalan yang jarang di lewati oleh orang atau kendaraan umum.
"Bagus! Ini uang buat Lo!" Yuke memberi beberapa lembar uang berwarna merah kepada orang suruhannya itu.
"Baik, terima kasih. Saya pamit dulu," ujar orang suruhan Yuke.
Yuke bermaksud kembali ke dalam rumah, namun betapa terkejutnya Ia ketika mendapati Khafi yang tengah berdiri dihadapannya.
"Astaga, Khafi. Bikin kaget aja, Ka-kamu ngapain disini?" Tanya Yuke dengan gelapan, Ia takut jika Khafi mendengar percakapannya dengan tukang ojeg tadi.
Khafi terlihat menatap Yuke dengan tajam, hal itu membuat Yuke semakin gugup.
"Dimana Luna?" Tanya Khafi dengan tegas.
Yuke tampak terkejut, namun sebisa mungkin Ia berusaha menutupinya.
"Luna? Maksud Kamu, apa sih? Kok tanya Luna sama Aku. Ya Aku gak tahu Luna dimana," dalih Yuke.
"Dimana Luna!" Khafi mempertegas pertanyaannya.
Yuke tampak gemetar, Ia terus berusaha untuk menutupi kebohongannya.
"Aku gak tahu, Khafi. Kenapa Kamu tanya ke Aku, sih!" Seru Yuke.
"Aku lihat Kamu sama laki-laki tadi, dan Aku denger semuanya! Dimana Luna?" Tanya Khafi sekali lagi.
Yuke tampak terdiam, Ia tetap bersikukuh tak mengakui perbuatannya. Khafi yang tak ingin berdebat, langsung berlalu pergi meninggalkan Yuke begitu saja.
Khafi berjalan cepat masuk ke dalam rumah, dan Yuke berusaha untuk menyusul Khafi.
"Khafi, Kamu mau kemana?" Tanya Yuke yang berusaha mengimbangi langkah kaki Khafi.
Khafi tak menjawab, Ia langsung mengambil kunci mobilnya dan keluar dari rumah.
"Loh, Khafi Kamu mau kemana?" Tanya Bu Windi yang melihat putranya berjalan tergesa-gesa.
Yuke masih mencoba untuk menghentikan Khafi, semua orang terheran melihat Yuke yang tengah mengejar Khafi.
"Yuke kenapa ngejar Khafi? Terus Khafi mau kemana?" Tanya Pak Seno.
"Gak tahu, Pah. Coba Kamu susul, siapa tahu Khafi belum pergi!" Pinta Bu Windi.
Pak Seno menyusul Khafi, namun saat di ambang pintu Pak Seno melihat Khafi telah melajukan mobilnya.
"Khafi!" Panggil Pak Seno.
Pak Seno beralih menatap Yuke, dan berjalan menghampirinya.
"Yuke, Khafi mau kemana?" Tanys Pak Seno.
"Oh, emm Aku juga gak tahu, Om. Ini Aku juga mau tanya, makannya Aku ngejar Khafi." Yuke masih menutupi kejahatannya.
Sementara itu, Luna semakin berjalan jauh. Luna mengedarkan pandangannya, suasana begitu sepi saat itu.
"Astagfirulloh, astagfirulloh, ini dimana? Aku takut banget, Aku udab jalan jauh tapi gak ada satupun rumah. Apa Aku putar balik aja, ya?" Luna menghentikan langkahnya, namun ketika Ia berbalik, Ia melihat sosok yang berjalan kearahnya.
"Astagfirulloh, itu siapa? Jangan-jangan setan? Atau... Orang jahat? Ya Allah Aku harus gimana?" Luna memutar kembali badannya, dan berjalan semakin cepat.
"Ya Allah Aku takut, Aku takut." Keringat dingin bercucuran, Luna semakin ketakutan.
Luna menoleh kearah belakang, Ia melihat sosok itu berlari cepat mengejarnya.
"Hah? Dia ngejar Aku?" Luna berusaha untuk lari sekencang mungkin, namun Bruk!
Luna terjatuh, sosok itu terlihat semakin dekat.
Luna menutup wajahnya, Ia berteriak sembari memohon.
"Tolong! Jangan sakiti Aku, jangan apa-apain Aku, tolong!" Racau Luna sembari menangis histeris.
Tak ada sahutan, namun langkah kaki semakin terdengar jelas bahkan semakin mendekat. Luna menunduk, Ia memeluk lututnya dan masih berbicara apa saja yang keluar dari mulutnya.
"Astagfirulloh, astagfirulloh, ya Allah tolong Aku. Tolong!" Teriak Luna.
Dan, Gap!
Tangan sosok itu memegang pundak Luna, Luna semakin menjerit ketakutan.
"Neng! Neng! Kenapa teriak-teriak?" Tanya sosok yang sedari tadi mengejar Luna.
Luna terdiam sesaat, lalu Ia dengan perlahan membuka matanya dan memberanikan diri untuk menatap seseorang yang kini tengah bersamanya.
Perlahan Luna menoleh, dan Ia kini menatap seseorang yang terduduk di sampingnya.
"Ba-bapak siapa? Bapak mau jahatin Saya, ya? Tolong Pak, jangan apa-apain Saya! Saya anak yatim piatu, Saya punya adik yang masih sekolah. Kalau terjadi sesuatu sama Saya, nanti adik Saya gimana, Pak?"
Luna masih ketakutan setengah mati, Ia berpikir bahwa bapak-bapak tua itu memiliki niat buruk padanya.
"Neng ngapain disini? Dan siapa yang mau jahatin, Neng? Justru Saya ngejar Neng karena mau tanya, kenapa Neng ada di daerah sepi ginu sendirian? Mau kemana?" Tanya bapak tua yang tampaknya tak berniat buruk pada Luna.
Luna kembali terdiam, tubuhnya lemas namun Luna sedikit merasa lega.
"Ja-jadi Bapak gak akan bunuh, Saya?" Tanya Luna lagi.
"Bunuh? Ya nggak lah, Neng. Neng ni sebenarnya siapa? Mau kemana? Saya kebetulan lewat sini, karena rumah Saya di ujung jalan ini. Ini jalan buntu, dan gak banyak rumah di daerah sini." Pak tua menuturkan.
"A-aku mau ke apotek yang ada di alamat ini." Luna menunjukkan secarik kertas yang di berikan oleh Yuke sebelumnya.
"Ini dimana? Neng salah alamat mungkin, ini daerah namanya kampung sunyi. Dan gak ada apotek sekitar sini," ujar Pak tua itu.
"Apa? Ja-jadi ini maksudnya Saya di kasih alamat palsu gitu, Pak?" Tanya Luna yang seakan tak percaya dengan apa yang di perbuat oleh Yuke padanya.
"Sepertinya kayak gitu," sahut Pak tua.
"Terus gimana dong, Pak. Aku pulangnya gimana?" Luna mulai menangis kencang.
"Eh, eh. Kok malah makin kenceng nangisnya! Ya udah gak apa-apa, Bapak anterin, tapi jalan kaki. Bapak soalnya gak punya motor," ujar Pak tua itu.
"Bapak, beneran mau nganterin Saya? Gak apa-apa, Pak Saya minta anterin sampai jalan rame dan ada kendaraan umum aja." Luna memohon.
"Iya, hayu!" Seru Pak tua yang baik hati itu.
Luna pun terlihat kegirangan, keduanya pun tampak berjalan beriringan menyusuri jalanan gelap.