Hera membaca novel Fantasi yang tengah trending berjudul "Love for Ressa", novel klasik tentang Dante, seorang Duke muda yang mengejar cinta seorang gadis bernama Ressa.
Tentunya kisah ini dilengkapi oleh antagonis, Pangeran Mahkota kerajaan juga menyukai Ressa, padahal ia telah bertunangan dengan gadis bernama Thea, membuat Thea selalu berusaha menyakiti Ressa karena merebut atensi tunangannya. Tentunya Altair, Sang Putra Mahkota tak terima saat Anthea menyakiti Ressa bahkan meracuninya, Ia menyiksa tunangannya habis-habisan hingga meregang nyawa.
Bagi Hera yang telah membaca ratusan novel dengan alur seperti itu, tanggapannya tentu biasa saja, sudah takdir antagonis menderita dan fl bahagia.
Ya, biasa saja sampai ketika Hera membuka mata ia terbangun di tubuh Anthea yang masih Bayi, BAYANGKAN BAYI?!
Ia mencoba bersikap tenang, menghindari kematiannya, tapi kenapa sikap Putra Mahkota tak seperti di novel dan terus mengejarnya???
#LapakBucin
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 2
...****************...
Anthea duduk di depan meja riasnya, jari jemari kecil itu menyusuri kuku barunya yang baru saya di nail art, Anthea memang sering men-cat kuku nya jika akan ada acara di luar mansion, beberapa hari lagi ia akan menonton kakaknya bertanding panahan.
Sepertinya warna hitam akan lebih bagus, batin Anthea. Saat ini kukunya berwarna merah muda dengan hiasan yang cukup ramai.
Tapi, tidak lucu jika tubuh anak kecil seimut ini menggunakan kuku gelap, batin Anthea lagi.
Cklek
Suara pintu dibuka tidak membuat Anthea berbalik, posisi nya membelakangi pintu, tanpa tau siapa yang masuk ia sudah yakin itu Bi Mela, pelayan pribadinya. Palingan menyuruh Anthea tidur karena hari sudah malam.
“Ada apa, Bibi? Sebentar lagi aku tidur kok,” Ucap Anthea tanpa mengalihkan pandangan dari kukunya.
Tapi, suara langkah kaki yang terdengar seperti mengenakan pantofel itu membuat Anthea yakin itu bukan pelayannya, Anthea berbalik. Sosok tinggi dengan kemeja hitam nya muncul.
“Anthea!” seru Duke Ervand dengan senyum lebar yang membuat mata Anthea berbinar.
“Ayah!” teriak Anthea, tidak bisa menahan keantusiasannya. Ia melompat dari tempat duduknya dan menghambur ke pelukan Sang Ayah. Ervand menangkapnya dengan tangan yang kuat dan hangat, memeluknya erat.
“Ayah sangat merindukanmu, putri kecilku,” bisik Ervand sambil mengusap rambut Anthea dengan lembut. “Bagaimana kabarmu selama Ayah pergi?”
“Baik, Ayah! Tapi aku sangat merindukanmu!” jawab Anthea sambil mengangkat wajahnya, matanya bersinar penuh harapan. “Apa kau membawa oleh-oleh untukku?”
Ervand tertawa lembut. “Tentu saja! Tapi sebelum itu, aku ingin mendengar semua cerita darimu. Apa yang kau lakukan selama aku pergi?”
Anthea mulai bercerita tentang kegiatannya di taman mansion yang begitu-begitu saja bersama pelayan, namun ia bercerita dengan aantusias.Ia juga menceritakan bagaimana ia mencoba belajar menggambar.
“Aku menggambar pemandangan kastil kita! Tapi tidak seindah yang ada di lukisan,” katanya sambil tersenyum malu. Lukisan mansion ini beberapa terpampang di dinding hasil lukisan pelukis terkenal kerajaan.
“Biarkan ayah lihat gambarmu nanti,” kata Ervand, matanya berkilau bangga. “Sekarang, lihat ini.” Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari balik mantelnya. Anthea menatap penuh rasa ingin tahu.
“Apa itu?” tanyanya.
“Ini adalah kalung berbentuk bintang yang terbuat dari perak, Ayah membelinya di toko bangsawan karena teringat pasti akan cocok jika Putri ayah yang memakainya” jawab Ervand sambil membuka kotak tersebut. “Ayah ingin Anthea memakainya agar selalu ingat bahwa kau adalah bintang dalam hidup ayah.”
Anthea terdiam sejenak, terharu mendengar kata-kata ayahnya. “Oh Papa, ini sangat indah! Terima kasih!” Ia mengambil kalung itu dan mengenakannya di lehernya dengan penuh bangga.
Walau Ervand bukan ayahnya, tak ayal Anthea menikmati kasih sayang yang diberikan pria itu, dan Anthea juga menyayanginya dengan tulus, begitupun pada Ares. Hidup bersama selama 8 tahun membuat perasaan nyaman tumbuh begitu saja. Dan juga, dikehidupan nyatanya Hera tak pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah, ia hanya hidup berdua bersama ibunya.
Mereka duduk bersama di tepi ranjang, berbagi cerita dan tawa hingga malam semakin larut. Dalam momen manis itu, Anthea merasa dunia di luar sana tidak ada artinya dibandingkan cinta dan perhatian yang diberikan oleh ayahnya. Sebahagia itu memang.
“Oh ya, sayang. Besok bangun lah lebih pagi, karena kita akan kedatangan tamu,” Ujar Ervand. Biasanya Anthea bangun paling siang, karena gadis itu tak memiliki kesibukan seperti Ervand dan Ares.
Tanpa bertanya banyak Anthea mengangguk, terkadang memang tamu ayahnya sesama bangsawan sering berkunjung kemari, dan Duke Ervand akan antusias mengenalkan dan membanggakan kedua anaknya.
***
Anthea duduk di depan cermin besar di kamarnya, wajahnya bersinar penuh semangat. Biasanya teman ayahnya akan membawa anaknya yang mana ketampanan para lelaki di Kerajaan ini tidak perlu diragukan lagi. Sebagai penyuka pria tampan Anthea tentu antusias.
Bi Mela, sedang sibuk merapikan rambutnya. Dengan tangan terampil, Bi Mela mengikat rambut Anthea menjadi dua kepang yang cantik, dihiasi dengan pita berwarna cerah.
"Nona, hari ini Anda terlihat sangat menawan," kata Bi Mela sambil tersenyum. "Duke Ervand pasti akan bangga melihat putrinya."
Anthea menatap bayangannya di cermin, senyumnya merekah, "Sekarang, mari kita pilih gaun yang tepat." Lanjut Bi Mela.
Pelayan Anthea itu membuka lemari pakaian yang penuh dengan gaun-gaun indah. Anthea melompat dari kursi dan mendekat. "Yang mana yang paling cantik, Bi Mela? Yang berwarna biru atau merah muda?"
"Bagaimana kalau kita coba keduanya? Kau bisa memilih mana yang paling kau suka," saran Bi Mela dengan bijak.
Anthea mengangguk penuh semangat. Dia mencoba gaun biru pertama, melihat dirinya di cermin. "Ini terlalu besar!" keluhnya sambil tertawa.
Bi Mela tertawa bersama. "Kita bisa menyesuaikannya sedikit. Sekarang coba gaun merah muda."
Setelah beberapa menit berganti-ganti pakaian, Anthea akhirnya menemukan gaun merah muda yang sempurna. "Lihat, Bi! Ini pas sekali!" dia berputar dengan gembira.
"Wah, Nona terlihatseangat cantik!" puji Bi Mela dengan mata berbinar. "Sekarang tinggal aksesori."
Bi Mela mengambil kalung berbentuk bintang yang baru diberikan oleh Duke Ervand dan menggantungkan di leher Anthea. "Kalung ini sangat cocok, Nona. Seolah ia tercipta memang hanya untuk Nona.”
Anthea menyentuh kalung itu dengan lembut, "Aku tidak sabar, di mana Kak Ares?" Tanya Anthea.
“Setau saya Tuan hanya menyuruh Anda untuk bersiap, lalu mengantarkan Anda ke taman mansion.” Jawab Bi Mela.
Anthea mengerutkan keningnya, “Kakak tidak ikut menjamu? Tak seperti biasanya.” Gumam Anthea di akhir kalimat.
“Dan kenapa di Taman? Aku pikir Ayah ada di ruang tamu,” Tanya gadis kecil itu lagi.
"Saya juga tidak tau, Nona. Ayo kita pergi, Duke pasti sudah menunggu Nona.” kata Bi Mela sambil membimbing Anthea keluar dari kamar.
Saat mereka melangkah menuju taman, Anthea merasakan detak jantungnya semakin cepat. Entah karena gugup atau apa, biasanya jika bertemu orang baru tidak akan seperti ini.
“Ayah!” Panggil Anthea, ia berlari kecil menghampiri Duke Ervan yang tengah berbincang, Bi Mela sendiri menunggu di luar pekarangan bersama pelayan lain.
“Putriku, kemarilah,” Tiba di hadapannya, Ervand langsung mengusap lembut rambut putrinya. Anthea sendiri langsung duduk di sebelah ayahnya, mulai memperhatikan tamu mereka.
Wah tampannya, batin Anthea melihat pria paruh baya dengan pakaian yang begitu mewah, lalu beralih pada anak laki-laki di sebelah pria itu, yang terus menatapnya membuat Anthea sedikit gugup.
Mata biru? Seperti tidak asing, batin Anthea melihat mata anak laki-laki itu.
Sampai, suara ayahnya membuat Anthea tersentak dari pikiran batin nya.
“Anthea, perkenalkan di hadapan kita adalah Raja Kerajaan ini, Raja Dierez dan Putra Mahkota Altair,”
Apa??! Putra Mahkota???
***
tbc