"Kejamnya ibu tiri tak sekejam ibu kota" peribahasa ini tidak tepat bagi seorang Arini, karena baginya yang benar adalah "kejamnya ibu tiri tak sekejam ibu mertua" kalimat inilah yang cocok untuk menggambarkan kehidupan rumah tangga Arini, yang harus hancur akibat keegoisan mertuanya.
Tidak semua mertua itu jahat, hanya saja mungkin Arini kurang beruntung, karena mendapatkan mertua yang kurang baik.
*Note: Cerita ini tidak bermaksud menyudutkan atau menjelekan siapapun. Tidak semua ibu mertua itu jahat, dan tidak semua menantu itu baik. Harap bijak menanggapi ataupun mengomentari cerita ini ya guys☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom's chaby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUA PULUH
Dengan langkah cepat, Arini meninggalkan bu Ratih dan semua yang ada disana. Dia sudah tak mempedulikan tatapan orang-orang yang ada disana. Dan tanpa ragu, Arini melewati Alfian dan Sandra yang sedang menikmati kue yang disuguhkan pada mereka. Bahkan dengan sengaja dia menginjak kaki Sandra, hingga dia berteriak karena kesakitan.
"Aww." Pekiknya.
"Arini!! Apa yang kamu lakukan?." Teriak Alfian, membuat langkah Arini terhenti. Dia membalikan badan dan menatap Alfian yang sepertinya marah kepadanya.
"Apa? memangnya apa yang aku lakukan?." Sergah Arini dengan suara lantang, sukses membuat Alfian terkejut, pasalnya ini pertama kalinya dia mendengar teriakan Arini. Tak hanya itu, ini juga pertama kalinya Alfian melihat amarah di wajah Arini. Alfian tiba-tiba tercekat, padahal tadinya dia akan memarahinya.
"Kenapa diam?. Ayo katakan!! Memangnya apa yang aku lakukan heh?." Teriak Arini.
"Katakan padaku mas Alfian, apa yang sudah aku lakukan, hingga kamu dan kalian semua melakukan semua ini padaku?." Tanya Arini setengah berteriak, mengundang perhatian orang-orang yang ada disana.
"Apa maksud kamu?." Tanya Alfian
"Kamu boleh menyakitiku mas, tapi aku nggak terima dan nggak akan pernah memaafkan kamu jika kamu menyakiti anakku. Cam kan itu.
Satu lagi.......aku yakin kamu pasti akan senang mendengarnya. Mulai detik ini, aku minta cerai dari kamu. Kamu dengar itu kan mas Alfian?. Aku minta cerai dari kamu. Kamu senang kan mas?. Bahagia?. Heh.....berbahagialah kalian selagi bisa." Pungkas Arini lalu meninggalkan rumah Itu. Rumah yang baginya bukanlah sebuah rumah, tapi neraka.
"Arini....tunggu." Suara pak Hardiman terdengar di telinga Arini, tapi dia tidak mempedulikannya, malah semakin mempercepat langkahnya.
Sandra tersenyum miring melihat apa yang terjadi. "Dasar cegil tantrum." Gumamnya yang terdengar oleh Alfian. Dia menoleh pada Sandra yang masih tersenyum, dan seperti mengajak Alfian tersenyum, tapi Alfian tidak tersenyum.
Senyum Sandra pun perlahan memudar, melihat tatapan aneh Alfian saat itu.
"Sayang...kamu kenapa?. Kok gitu banget ngeliatin aku nya?." Tanya Sandra, Alfian tidak menjawab, dan memilih masuk ke dalam kamarnya yang dulu dia tempati bersama Arini. Sandra mengikutinya.
"Sayang! Kamu kenapa sih?. Kok tiba-tiba jadi pendiem kayak gini?. Kamu denger kan yang Arini katakan tadi?. Dia minta cerai dari kamu. Bukankah ini yang kamu tunggu,?." Kata Sandra.
Alfian masih tidak menjawab. Dia sendiri bingung dengan apa yang dirasakan hatinya. Belakangan ini Alfian memang tidak merasakan apa-apa lagi pada Arini, tapi entah mengapa, saat mendengar Arini meminta cerai, hatinya merasa sakit dan tidak mau.
"Sayang....kenapa diem aja sih?. Kamu emang nggak seneng Arini minta cerai sama kamu?."
"Aku...aku....aku se-seneng kok. Tapi aku belum benar-benar yakin. Aku harus memastikannya. Kamu tunggu disini ya, aku akan menyusul dia buat mastiin, kalau dia benar-benar ingin bercerai."
"Ahh nggak usah sekarang, besok aja. Aku yakin tadi dia sungguh-sungguh kok. Lagian kan sebentar lagi acara syukurannya mau di mulai." Kata Sandra, dan Alfian menurut, walau hati kecilnya ingin sekali menemui Arini.
.....
Brakk....pintu rumah bu Dasima dibuka dengan keras oleh Arini, membuat sang pemilik rumah terkejut.
"Arini!! Ujar bu Dasima seraya memegang dadanya. "Kamu....ngaget......" Bu Dasima tidak menyelesaikan kata-katanya, karena tiba-tiba Arini bersimpuh dan menangis di pangkuannya.
Bu Dasima tidak menanyakan alasan kenapa anaknya itu menangis sampai sesenggukan, karena dia yakin penyebabnya pastilah Alfian dan keluarganya.
" Menangislah nak. Setidaknya itu bisa membuat perasaanmu sedikit lega."
"Aku udah nggak kuat bu. Aku nggak kuat. Aku ingin bercerai. Aku benci mas Alfian. Aku sangat membencinya." Ucap Arini sesenggukan.
"Kamu boleh marah, tapi jangan membenci siapapun."
"Tapi dia pantas dibenci. Juga bu Ratih. Mereka sudah sangat menyakitiku."
Arini menyerah. Dia tidak sanggup lagi menahan luka dan rasa sakit yang diberikan oleh Alfian dan keluarganya. Sudah cukup mereka menyakiti, merendahkan dan menginjak-injak harga dirinya.
Arini tahu, bu Ratih merendahkannya karena dia menganggap Arini dan keluarganya tidak selevel dengan keluarganya. Ditambah kehadiran Sandra yang jauh lebih segalanya dari Arini.
Arini sudah melihat sendiri bagaimana bu Ratih membeda-bedakannya dari perkara rantang tadi. Dari kejadian itu saja, sudah jelas bagaimana nilai Arini dan keluarganya dimata bu Ratih.
Ini bukan masalah jumlah makanannya, tapi cara dia menghargai. Dan Alfian, Arini masih bisa terima, Alfian mengacuhkannya, tapi saat dia melihat sikap Alfian pada Razka tadi, dia sangat sakit hati dan tak terima. Juga bu Ratih yang juga tak mempedulikan Razka. Dia seolah lupa dengan ucapannya yang mengatakan kalau kehadiran Razka adalah keberuntungan untuk keluarganya.
Semua rasa sakit yang dia pendam selama ini, akhirnya membludak. Stok kesabarannya pun telah sampai pada puncaknya. Sekarang dia benar-benar mantap untuk bercerai dari Alfian.
...****************...
.
.
.
Bersambung 🌿
Jangan lupa like, komen & vote nya ya🥰
follow me ya thx all