Chan Khotthot naa ... dilarang boom like.
Kenzie, seorang wanita berusia 27 tahun, sering mendapat olokan perawan tua. 'Jika aku tidak dapat menemukan lelaki kaya, maka aku akan menjadi jomblo hingga mendapatkan kriteriaku' Itulah yang dikatakannya. Namun, ibunya tidak tahan ketika para tetangga menghina anaknya yang tidak laku. Akhirnya memutuskan untuk membuat perjodohan dengan sahabat lamanya! Akankah Kenzie bersedia ataukah menolak perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShiZi_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai merasa nyaman (24)
Sekarang sudah pukul delapan malam. Mencoba menjadi baik dan mengurus rumah, inilah yang dirasakan oleh Kenzie dari sebelumnya hal sekecil apa pun tidak pernah dilakukannya.
"Kenapa begitu melelahkan," gerutu Kenzie seraya memijat punggungnya.
"Beginikah rasanya bekerja sambil menjadi istri? Selama ini aku hanya tahu makan dan pergi kerja, tanpa tahu keadaan rumah." Masih dengan memijat bagian belakang tubuhnya. Kenzie pun akhirnya menyelesaikan masakan untuk dibuat makan malam.
Sedangkan Ardi sendiri kini sudah selesai mandi, tetapi tiba-tiba saja dering telepon membuatnya untuk melihat. "Deva!" batin Ardi.
Lantas, ia pun segera mengangkat, siapa tahu ada hal penting untuk disampaikan kepadanya. ("Ada apa?") tanya Ardi dibalik telepon.
("Baca pesan yang aku kirim,") jawab Deva.
("Baiklah, aku akan melihatnya.") Setelah itu, sambungan terputus.
"Ini sedikit agak kejam, baiklah aku akan mengikuti permainan kalian." Suara yang lumayan keras, hingga seseorang tanpa sengaja sudah bersembunyi dari balik lemari.
"Keluarlah, jangan main petak umpet karena tidak ada yang lucu sama sekali!" Ardi pun menyadari ada suara aneh, hingga menebak siapa yang sedang menguping.
"Maaf." Terdengar suara lirih dari Kenzie, Ardi pun hanya bisa menggeleng kecil.
"Ada apa?" tanya Ardi dengan suara sedikit dingin.
"Aku sudah membuat makan malam untukmu." Kata Kenzie dengan wajah sedikit memelas.
"Aku akan berganti pakaian dulu," timpal Ardi.
"Baiklah."
Dengan langkah maju, Kenzie pun meninggalkan kamar. "Apa tadi dia mendengar? Sepertinya tidak," gumam Ardi.
Di meja makan.
"Uang bulananmu!" Ardi pun langsung menyerahkan amplop kepada Kenzie, hingga mata wanita tersebut tak berkedip.
"Kenapa bukannya senang malah berpikir yang tidak-tidak," gumam Kenzie dalam hati.
"Kenapa? Apa kurang uangnya?"
Mendengar sebuah pertanyaan yang diajukan oleh Ardi, membuat Kenzie tercengang hingga tak mampu berkata-kata. "Apa aku sedang bermimpi? Tidak, ini sakit."
"Ugh ... sakit, sialan!" umpat Kenzie lagi di dalam hati.
Penasaran dengan isinya, Kenzie yang berusaha sadar akhirnya membuka amplop dan melihat apakah totalnya kurang dari bulan lalu, ataukah justru lebih. Hal tersebut perlu dibandingkan agar bisa mengajukan sebuah pertanyaan.
"Ar, apakah ini uang asli?" tanya Kenzie dengan ucapan yang menurutnya memang tak masuk akal. Tidak ada pilihan lain karena jumlah dari total sebelumnya semakin bertambah.
"Periksa ke Bank, jika kurang katakan. Bukankah kamu ingin punya uang banyak," ujar Ardi dengan mulut penuh.
"Kali ini aku tidak munafik, tapi kamu hanya seorang mekanik. Lantas, kenapa uang bulanan melebihi pendapatan seorang bos." Kata Kenzie menjelaskan dan mengatakan sesuai logika.
"Kamu hanya perlu menerima tanpa ikut campur ke dalam pekerjaanku. Aku harap kalimat yang pernah kamu ucapkan tidak lupa muda untuk dilupakan," pungkas Ardi.
Seketika jari-jari Kenzie gemetar, merasa sikap Ardi semakin hari semakin banyak perubahan. Mungkin benar, dari rasa sakit, rasa kecewa, rasa hinaan serta cacian yang pernah dirasakan mengubah kepribadiannya.
"Maaf, aku hanya berkata sesuai logika yang ada di otakku saja."
Keadaan tiba-tiba terasa canggung, tidak tahu apa yang harus diucapkannya lagi. Sepi, seakan rumah tanda penghuni. Itulah suasana di meja makan sekarang.
"Ar ...!" Mulutnya kembali bungkam, terasa berat terlebih takut ditolak.
"Katakan." Rupanya Ardi sempat mendengar.
"Uhm ... aku besok berangkat pagi, bisakah kamu ... uhm kamu mengantarku," ucap Kenzie dengan hati-hati.
"Jika kamu tidak malu kuantar, maka aku akan melakukannya." Jawab Kenzie.
"Benarkah?"
Hal yang tak pernah diduga oleh Ardi kini tiba-tiba saja sesuatu membuat jantungnya berdegup begitu cepat.
Wajah Kenzie layaknya seorang perempuan bodoh. Rasa malu tak lagi dimilikinya dan beberapa kali matanya menatap wajah penuh keindahan itu.
Begitu juga dengan Ardi, yang mana rasa gugup tiba-tiba merasuki tubuhnya, hingga beberapa kali menelan saliva karena Kenzie dengan seenaknya duduk di pangkuannya.
"Zie, bisakah kamu turun dari pangkuanku!" pinta Ardi dengan hati-hati.
"Aku ... aku ... aku minta maaf," ucap Kenzie yang mana langsung turun dengan kepala tertunduk karena menahan malu.
"Lain kali jangan bersikap bodoh!" Ardi pun mencoba memperingatkan Kenzie, karena biar bagaimanapun juga. Dirinya lelaki normal dan kini sedang berjuang terus menjaga jarak dari Kenzie, walau wanita tersebut halal disentuh.
"Maaf." Kali kedua Kenzie meminta maaf.
Suasana keadaan hening. Makan malam juga sudah selesai, Kenzie yang sedari tadi terus beberes karena dapur cukup berantakan karenanya.
"Selesai, ugh akhirnya aku bisa tidur juga." Suara lirih diikuti oleh sepasang kaki meninggalkan dapur. Lalu berjalan ke dalam kamar karena hari ini cukup melelahkan.
Keesokan paginya. Udara di pagi hari cukup menyegarkan. Dua insan yang kini masih terlelap dan berada di alam mimpi. Namun, sepertinya sebuah Alarm sedang mengganggu keduanya hingga ....
"Kenapa wanita ini semakin berani," batin Ardi seraya melepaskan tangannya dari dad4 bidang milik Ardi.
"Sekarang, haruskah aku bisa mempercayainya!" batin Ardi yang semakin dilema karena sikap Kenzie.
"Zie, bangunlah. Kamu membuat tanganku kram," tukas Ardi karena kepalanya diletakkan di lengan Ardi.
"Zie, lagi pula ini sudah jam enam." Kata Ardi lagi.
Terdengar suara rintihan kecil, tangannya kembali diletakkan di atas dad4nya. Hal itu membuat Ardi sedikit menyesali tidur seranjang dengannya.
"Zie, aku harap kamu tidak tuli sepertiku." Sedari tadi terus berusaha untuk membangunkan Kenzie, tetapi hasilnya tetap saja nihil.
"Diamlah karena aku masih ngantuk." Kenzie meletakkan satu jarinya ke bibir Ardi, berharap tidak ribut ketika matanya masih enggan untuk dibuka.
"Seberapa banyak kamu bicara, aku tidak akan mendengar. Harusnya tanganku kugunakan untuk mengambil alatku, tetapi kepalamu menghalanginya!" gerutu Ardi.
Sssssttt ... lagi, Kenzie memberi isyarat agar lelaki di sampingnya tetap diam.
Beberapa menit telah berlalu. Kenzie sudah membuka matanya dan yang dilihat adalah sepasang bola mata berwarna coklat. Begitu indah dipandang hingga Kenzie tak bisa berkedip.
"Ternyata dia cukup tampan meski dengan posisi bangun tidur," ucap Kenzie dengan pandangan yang tak bisa dilewatkan.
"Apa kamu masih menyimpan rasa benci itu kepadaku?" Tiba-saja Ardi bicara, menanyakan apakah Kenzie membencinya atau tidak.
"Benciku berubah menjadi karma dan kini aku sudah menerima hukuman itu sendiri." Jawab Kenzie.
"Maka kamu harus lebih banyak membenciku, karena takdirku memang seperti ini."
semangatt..
jgn lamalama Up nyaa...