seorang gadis kecil yang saat itu hendak pergi bersama orang tua ayah dan ibunya
namun kecelakaan merenggut nyawa mereka, dan anak itu meninggal sambil memeluk bonekanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika ananda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kembalinya boneka Bruno menyerang yoga dan hana
Yoga tersentak, jantungnya berdebar kencang. Dentuman keras yang baru saja menggema di telinganya masih berdengung. Di sampingnya, Hana tampak pucat pasi, tubuhnya gemetar. Keduanya saling berpandangan, ketakutan tergambar jelas di mata mereka.
"Suara apa itu?" bisik Hana, suaranya hampir tak terdengar.
Yoga menggelengkan kepala, tak mampu menjawab. Ia juga tidak tahu suara apa itu. Namun, rasa ingin tahu dan sedikit keberanian mengalahkan rasa takutnya. Ia bangkit, mencari sumber suara yang mengerikan itu.
Ia berjalan perlahan, langkahnya hati-hati, mencari asal suara misterius tersebut. Semakin ia mendekat, semakin jelas suara itu terdengar. Bukan hanya dentuman, tetapi juga suara-suara lain yang menyertainya: seperti gesekan logam, desisan, dan juga raungan yang rendah dan dalam. Suara-suara itu menciptakan suasana yang mencekam, membuat bulu kuduk Yoga berdiri.
Yoga mengintip dari balik pohon besar yang rimbun. Di balik pepohonan itu, ia melihat sebuah pemandangan yang membuat jantungnya hampir berhenti berdetak. Di tengah kegelapan, terlihat sesosok bayangan besar yang bergerak-gerak. Bayangan itu mengeluarkan suara-suara mengerikan yang telah membuat Yoga dan Hana terkejut. Cahaya bulan yang menembus celah-celah pepohonan hanya mampu menerangi sebagian kecil dari sosok itu, namun cukup untuk membuat Yoga menyadari bahwa itu bukanlah sesuatu yang biasa. Itu adalah sesuatu yang mengerikan, sesuatu yang di luar imajinasinya. Ia merasa ngeri, tubuhnya menegang, tak mampu bergerak. Ia hanya bisa menatap dengan mata terbelalak, menyaksikan sosok mengerikan itu dari balik persembunyiannya.
Ketakutan yang luar biasa membanjiri Yoga. Sosok mengerikan yang dilihatnya dari balik pepohonan itu terlalu menakutkan untuk dihadapi. Ia melupakan rasa ingin tahunya, rasa takut menguasai seluruh tubuhnya. Ia harus menyelamatkan diri dan Hana.
Tanpa berpikir panjang, Yoga berteriak memanggil Hana.
"Hana! Lari!" teriak Yoga, suaranya bergetar karena ketakutan.
Hana yang masih terpaku ketakutan langsung tersadar. Ia melihat ekspresi wajah Yoga yang pucat pasi dan penuh kepanikan. Tanpa bertanya, Hana langsung berlari menuju rumah, langkah kakinya tergesa-gesa.
Yoga menyusul Hana, berlari sekencang-kencangnya. Suara-suara mengerikan dari balik pepohonan semakin dekat, seakan mengejar mereka. Yoga berlari dengan sekuat tenaga, mencoba untuk mengabaikan rasa takut yang menguasai dirinya. Ia harus melindungi Hana, adik perempuannya yang masih kecil dan polos.
Mereka berlari tanpa menoleh ke belakang, hanya fokus pada rumah yang menjadi tujuan mereka. Jantung mereka berdebar kencang, napas mereka tersengal-sengal. Rumah terasa begitu jauh, namun mereka terus berlari, didorong oleh rasa takut yang luar biasa.
Akhirnya, mereka sampai di depan pintu rumah. Yoga langsung membuka pintu dan menarik Hana masuk ke dalam rumah. Mereka menutup pintu dengan keras, bernapas lega karena berhasil menghindari sosok mengerikan itu. Keduanya memeluk erat, mencoba untuk menenangkan diri. Kejadian itu telah meninggalkan trauma yang mendalam di hati mereka, membuat mereka menyadari betapa rapuhnya kehidupan dan betapa besarnya kekuatan misterius yang ada di luar sana. Mereka saling berpelukan, mencari perlindungan dan ketenangan di dalam rumah yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi mereka.
Yoga dan Hana masih terengah-engah, dada mereka berdebar-debar hebat setelah berlari menghindari sosok misterius itu. Mereka saling berpelukan, mencari kenyamanan dan keamanan di dalam rumah. Namun, rasa takut belum sepenuhnya hilang. Suasana tegang masih menyelimuti mereka.
Hana, yang masih gemetar ketakutan, ingin segera kembali ke kamarnya. Ia merasa perlu untuk beristirahat dan menenangkan diri. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju kamarnya.
Begitu ia membuka pintu kamarnya, pandangannya langsung tertuju pada sesuatu yang membuatnya tersentak kaget. Di atas tempat tidurnya, terletak Bruno, boneka beruang usang miliknya. Namun, ada sesuatu yang berbeda pada Bruno kali ini. Bruno terlihat… berbeda. Matanya yang biasanya kosong kini seperti menyala dengan cahaya yang aneh dan mengerikan. Senyumnya yang dulu terlihat lucu kini tampak menyeramkan, seperti senyum sinis seorang pembunuh.
Hana merasakan hawa dingin yang menusuk tulang punggungnya. Ia tahu, ia tahu ada sesuatu yang sangat salah. Bruno bukanlah boneka biasa. Ia adalah Bruno, boneka pencabut nyawa yang telah merenggut nyawa orang tuanya.
Teriakan Hana memecah kesunyian malam. Suaranya nyaring, penuh kepanikan dan teror.
"Yoga! Yoga!" teriaknya histeris, tubuhnya gemetar hebat. "Bruno… Bruno ada di sini!"
Yoga yang sedang mencoba menenangkan dirinya di ruang tamu langsung berlari ke kamar Hana. Ia mendengar teriakan adiknya yang penuh kepanikan, dan ia tahu bahwa sesuatu yang mengerikan sedang terjadi. Jantungnya berdebar kencang, rasa takut kembali menyerangnya. Ia tidak tahu apa yang akan ia hadapi, namun ia harus menyelamatkan Hana.
Yoga berlari menuju kamar Hana, langkah kakinya berat diiringi debaran jantung yang semakin cepat. Bayangan sosok misterius di balik pepohonan masih terbayang jelas di benaknya, namun rasa takut yang ia rasakan saat ini jauh lebih besar. Ini bukan sekadar bayangan, ini adalah kenyataan yang jauh lebih mengerikan.
Begitu ia sampai di depan pintu kamar Hana, teriakan adiknya masih terdengar, penuh kepanikan dan kesedihan. Yoga mendorong pintu dan masuk ke dalam kamar.
Pandangannya langsung tertuju pada Hana yang sedang menangis tersedu-sedu, tubuhnya gemetar hebat. Hana memeluk lututnya, wajahnya terkubur di antara kedua tangannya. Melihat kondisi Hana, hati Yoga hancur. Ia merasa bersalah karena tidak mampu melindungi adiknya.
Kemudian, tatapan Yoga tertuju pada tempat tidur Hana. Di Sana, terletak Bruno, boneka beruang usang yang selama ini mereka cari. Boneka maut yang telah merenggut nyawa Papa dan Mama mereka. Bruno kembali.
Yoga merasakan hawa dingin yang menusuk tulang punggungnya. Ia tidak tahu bagaimana boneka itu bisa kembali, namun kehadiran Bruno di kamar Hana terasa begitu nyata dan mengancam. Mata Yoga menatap tajam pada boneka itu, bercampur aduk antara rasa takut, kemarahan, dan kesedihan. Selama ini, ia mencari Bruno, berharap bisa menemukan jawaban atas kematian orang tuanya. Namun, pertemuan ini jauh lebih mengerikan daripada yang ia bayangkan. Bruno bukan hanya sekadar boneka, tetapi sebuah ancaman nyata yang kembali untuk meneror mereka. Ia harus melindungi Hana, tidak peduli apapun yang terjadi. Ia harus menghadapi Bruno, boneka maut yang telah menghancurkan hidup mereka.
Yoga menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia tahu bahwa ia harus menghadapi Bruno, meskipun rasa takut masih menghantuinya. Dengan langkah ragu, ia mendekati tempat tidur Hana, mendekati boneka beruang itu. Ia bisa merasakan hawa dingin yang semakin menusuk, udara di sekitar Bruno terasa berat dan mencekam.
Saat Yoga berada beberapa sentimeter dari Bruno, sesuatu yang aneh terjadi. Boneka itu bergetar hebat, kainnya yang usang tampak mengembang dan berkibar meskipun tidak ada angin. Sebuah cahaya redup, berwarna kehijauan, muncul dari dalam boneka itu. Dan kemudian, Bruno bangkit.
Bukan hanya bangkit, tetapi Bruno berdiri tegak, seperti manusia. Boneka itu seolah-olah hidup, bergerak dengan sendirinya. Mata kosongnya yang dulu kini bersinar dengan cahaya hijau yang menyeramkan, mengeluarkan aura jahat yang terasa menusuk. Dari dalam boneka itu, suara seorang perempuan terdengar, suara yang lemah namun penuh dendam.
"Kau… kau berani mendekatiku?" Suara itu terdengar seperti ratapan, diselingi dengan tawa yang menyeramkan.
Yoga tersentak kaget, langkahnya mundur beberapa langkah. Ia tahu bahwa di dalam boneka itu terdapat arwah Angelica, wanita jahat yang telah membunuh orang tua Yoga dan yang telah merasuki boneka Bruno. Ia tidak tahu bagaimana Angelica bisa kembali, namun ia tahu bahwa ia harus melindungi Hana dari wanita jahat itu.
Bruno, atau lebih tepatnya Angelica yang merasuki Bruno, mulai bergerak maju, mendekati Yoga. Gerakannya lambat, namun penuh dengan ancaman. Tangannya yang terbuat dari kain itu terangkat, seperti hendak menyerang Yoga. Yoga bersiap untuk menghadapi serangan Angelica, ia tidak akan membiarkan wanita jahat itu menyakiti Hana lagi. Pertempuran antara Yoga dan arwah Angelica di dalam boneka Bruno akan segera dimulai.,